Pemilukada serentak
dihelat 9 Desember mendatang. Di NTB ada tujuh kabupaten/kota yang bakal
menentukan siapa kepala daerah yang baru. Masing-masing calon kepala daerah
sudah menyiapkan amunisi untuk menuai simpati masyarakat. Mereka pun menyusun
tim sukses solid demi meraih kuasa.
Pertanyaan besar
untuk pilkada nanti adalah, bisakah demokrasi damai?. Jawabannya tentu bisa.
Kenapa tidak demokrasi berjalan damai. Pemilukada bagian dari proses politik
untuk memunculkan figur yang akan dipilih oleh rakyat. Dalam proses itu, siapa
yang mendapat mandat terbanyak dari rakyat maka dialah yang bakal menjadi
pemimpin.
Bagi calon kepala
daerah dan wakilnya maupun pendukungnya, memegang kunci untuk perwujudan
perdamaian. Dalam pertandingan sepak bola, sudah ada wasit (baca: KPU) dengan
aturan main jelas. Sepanjang permainan dibolehkan menggunakan trik-trik ajaib,
sepanjang tidak melanggar aturan trik itu dibolehkan.
Bagaimana dengan
black campaign, sebenarnya kampanye hitam ini dianggap kurang etis. Dinilai
tidak mengedepankan semangat demokrasi bermartabat. Tapi, bila kacamatanya
adalah sepak bola ada cara sedikit nakal itu bisa saja dilakukan. Justru karena
cara itu muncul istilah tangan tuhan, karena Maradona membobol gawang Inggris
dengan tangannya. Argentina menang. Sama dengan Materazzi yang mengumpat ibu
Zidane saat final Piala Dunia 2006 antara Italia melawan Prancis. Hasilnya,
Zidane kena kartu merah dan Italia juara. Dan yang terbaru bagaimana Chile
menjadi juara Copa America 2015, pertandingan terkeras perempat final melawan
Paraguay. Provokasi pemain Chile membuat Cavani di kartu merah.
Bila melihat
politik ini dari sepak bola, tentu tidak akan ada kerusuhan, karena semuanya
sadar sudah memiliki taktik dan trik khusus. Ketika lawan politik menang, harus
sportif memberi selamat. Bukan menggunakan rencana anarkis untuk membuat
kericuhan. Karena sesungguhnya, proses dalam politiknya hampir sama, hanya soal
kejelian meramu taktik dan strategi. Sepak bola sama-sama bermain dengan 11
pemain, tapi urusan hasil tergantung siapa peramu taktik terbaik.
Harapan terbesar
dalam proses demokrasi tidak muluk-muluk. Ingin seperti ketika menonton bola.
Sedikit riuh, ada teriakan, namun menghibur. Penonton ingin mendapatkan
pembelajaran yang baik dari politik. Seperti pembelajaran ketika mereka
menonton sepak bola. Paling tidak asyik adalah menonton bola yang di
lapangannya ribut. Semoga, pilkada damai bisa terwujud. Ingin protes, ada
prosedurnya. Sengketa politik sudah ada yang menangani. Tidak perlu khawatir.(*)
0 10 komentar:
Post a Comment