Dedikasi Chaim Fetter ”Bule Belanda” Bagi Lombok (1)
BILA melintas di Langko, Kecamatan Lingsar Lombok
Barat, ada bangunan luas dengan cat berwarna hijau. Itu adalah bangunan milik
Yayasan Peduli Anak (YPA) NTB. Yayasan ini cukup dikenal di nasional, beberapa
tahun silam mantan Menteri Pendidikan M Nuh bertandang kesana. Baru-baru ini,
pendiri yayasan Chaim Joel Fetter hadir di salah satu televisi nasional untuk
menceritakan perjalanan berdirinya YPA.
Chaim bercerita, yayasan yang didirikannya konsen
untuk mengurus anak-anak jalanan. Awalnya, ketika berlibur ke Pulau Lombok
tahun 2005, ia melihat sejumlah anak meminta di jalanan. Saat itu ada satu anak
minta uang tidak diberi.
“Satu anak itu saya bawa ke sekolah untuk bisa
sekolah. Saya sampaikan ke guru dia ingin sekolah dan butuh tempat tinggal,”
katanya.
Setelah itu, Chaim pun kembali ke negeri asalnya di
Belanda. Selama di Belanda tetap aktif berhubungan dengan anak yang dititipkan.
Namun, ia merasa apa yang dilakukan belum cukup. Masih banyak anak jalanan di
Pulau Lombok yang membuatnya miris.
“Saya putuskan untuk menjual perusahaan saya di
Belanda. Membeli tanah 1,5 hektare, kemudian membuat panti dan fasilitas untuk
anak-anak jalanan,” beber pria kelahiran Baam, Belanda ini.
Dikatakan,
kerasnya kehidupan anak jalanan dan kecilnya kesempatan untuk hidup yang lebih baik,
alasan ia menolong mereka. Bersama rekannya dari Belanda dan beberapa rekan dari
Lombok mendirikan YPA. Disana dibangun rumah
tinggal, sekolah, klinik, kantor, tempat olahraga.
“Semua
dari nol,” ucapnya.
Suami
Martina Natratilova ini mengaku, tidak memiliki pengalaman membuat yayasan
sosial. Namun, itu tidak membuatnya mengurungkan niatnya membantu anak jalanan
di Pulau Lombok.
“Bersama
tim tetap bertekad dan menggunakan keahlian masing-masing untuk membangun
yayasan,” akunya.
Diceritakan,
dukungan orang tua di Belanda pula yang membuatnya tetap bersemangat untuk
meneruskan perjuangan. Chaim sendiri memiliki masa kecil susah. Sedari kecil
sudah kreatif untuk mencari uang.
“Saya
sudah punya semuanya sejak muda. Tapi tidak bahagia, membantu (anak jalanan)
ini salah satu cara saya bahagia,” ucapnya.
Misi
yang diusung Chaim, memang benar-benar sosial. Semua anak-anak yang masuk
disana gratis. Ada misi mengembalikan anak dijalan ke sekolah dan tidak turun
ke jalan. Mereka selain mendapat pendidikan umum, pendidikan agama, juga
mendapat pembekalan pengembangan keterampilan.
“Di
panti memiliki masalah yang sama, orang tua menikah muda dan tidak sanggup
mengurus anak,” terangnya.
Pria
kelahiran 15 Maret 1981 ini mengungkapkan, meski bersifat sosial dan menyelamatkan
anak jalanan, YPA tidak sembarangan mengambil anak. Ada seleksi, harus dari
keluarga benar-benar tidak mampu, direkomendasikan masyarakat, atau dari
pemerintah.
“Ada
tiga panti, satu untuk SD laki, satu untuk lagi dewasa, dan satu perempuan. Ada
yang lulus dan sekarang sudah bekerja,” imbuhnya.
Saat
ini, lanjutnya, YPA mengasuh 100 anak di residential care (program anak dalam
panti) dan sekitar 200 anak di family care (program kesejahteraan sosial anak
dalam keluarga). Separuh dari anak-anak yang diasuh sekarang berada di jenjang
SMP dan SMA sehingga biaya pendidikan untuk mereka relatif tinggi.
“Biaya
operasional sebagian bisa dipenuhi dari sumbangan dan sponsor anak,” kata Chaim
lagi.
Ditanya
soal masalah anak jalanan di Pulau Lombok saat ini, Chaim mengaku, masalah yang
dihadapi masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Kemiskinan dan disfungsi
keluarga atau broken-home adalah penyebab utama anak-anak menjadi terlantar,
terabaikan, dan putus sekolah. Akhirnya mereka ngamen, ngemis, dan menikah di
usia dini.
Pria
bernama muslim Abdul Hayat ini berharap baik individu, bisnis kecil sampai
besar, LSM, dan pemerintah mau bekerja sama untuk mencapai misi yaitu
memberikan pengasuhan, pendidikan dan tempat tinggal bagi anak-anak yang
membutuhkan di seluruh Indonesia. Setiap anak berhak untuk hidup bahagia,
sehat, bebas dari kemiskinan, eksploitasi dan kekerasan.
“Saat
ini ada sekitar 30 anak tanpa sponsor, sehingga ini menambah beban biaya
operasional kami dan mengancam kelangsungan kerja yayasan,” imbuhnya.
Setelah
sepuluh tahun berdiri, YPA memiliki 50 staf dan memberikan rumah, layanan
keluarga, sekolah, pendidikan, dan kesehatan kepada ratusan mantan anak jalanan
dan anak terlantar. Tentu, biaya untuk menjalankan roda ini butuh biaya yang
tidak sedikit.(bersambung)
nice share! salam kenal :D
ReplyDeleteregards,
http://smandamania05.blogspot.co.id/