PENGAMBILAN pasir
untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali kembali ramai diperbincangkan. Pengambilan
pasir dilakukan di Lombok Timur. Sebelumnya kabar eksplorasi pasir di Lombok
Timur juga pernah ramai. Saat ada rencana pengerukan pasir, Bupati Lombok Timur
H Ali BD memberi lampu hijau. Bahkan bupati menyebut, bila bisa menjual angin
pun akan dijual. Respon dari pemerintah kabupaten, bertentangan dengan respon
Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi. Pak Gubernur menyebut tidak akan memberi izin
eksplorasi pasir laut di Lombok Timur. Hiruk pikuk soal eksplorasi pasir pun
mereda begitu orang nomor satu di NTB bersikukuh menolak rencana investor
tersebut.
Kini, masalah
eksplorasi itu kembali ramai. Apalagi Kepala BKPMPT Ridwansyah seolah memberi
“lampu hijau” terkait reklamasi. Disebutkan PT Dinamika Atriya Raya (DAR) telah
mengantongi izin. Tentu saja publik dibuat bingung. Sebelumnya Gubernur NTB
menolak, lalu kenapa anak buahnya tiba-tiba menyebut sudah mengeluarkan izin.
Namun, Ridwansyah menyebut, izin yang dikeluarkan adalah izin penanaman modal.
Bukan berarti setelah keluarnya izin, PT DAR bisa langsung eksplorasi pasir.
Proses yang ditempuh oleh PT DAR masih panjang. Baru ada syarat administratif.
Masih butuh kajian teknis terkait rencana eksplorasi. Bahkan, Ridwansyah
mengibaratkan orang sudah mengantongi tiket pesawat, masih belum tentu kapan
berangkat.
Agaknya pernyataan
Kepala BKPMPT mengandung multi tafsir. Karena sebelumnya, Pemprov NTB tegas
menyebut tidak memberikan izin pengerukan pasir di Lombok Timur. Kalau
tiba-tiba sekarang sudah ada “tiket” pesawat bisa berbahaya. Itu berarti
tinggal menunggu waktu tiket pesawat digunakan. Soal perlu proses dan
lain-lain, itu soal waktu saja. Bila sudah memegang tiket, itu berarti investor
punya hak untuk menggunakan pesawat. Kalau tiba-tiba pesawat tidak menerima
tiket itu, tentu bisa muncul persoalan. Bisa saja nanti pemilik pesawat bakal
digugat.
Jika ditarik ke
belakang, eksplorasi yang bakal dilakukan oleh PT DAR ini untuk menimbun Teluk
Benoa di Bali. Reklamasi yang mendapat penolakan dari warga Bali sendiri itu
dinilai bakal merusak lingkungan. Sampai saat ini suara penolakan melalui
demostrasi pun masih bermunculan. Aktivis lingkungan pun menyoroti soal
reklamasi ini. Dan sepertinya soal reklamasi ini mulai merembet ke Lombok.
Sebelumnya, untuk reklamasi sendiri berencana mengambil pasir di Banyuwangi,
Jawa Timur. Namun, pemerintah setempat langsung menolak dan tidak ada peluang
eksplorasi. Ditolak di Banyuwangi, investor pun mencoba mencari peluang di
Lombok. Di Lombok sendiri memiliki banyak pulau-pulau kecil, potensi memiliki
pasir pantai banyak cukup besar. Radius pengambilan pun sudah ditentukan 12 mil
laut.
Sejauh apapun
radius pengambilan, pasir yang diambil bukan sekarung. Eksplorasi yang
dilakukan diperkirakan mencapai 15 juta meter kubik pasir laut. Jumlahnya tidak
sedikit. Bila dikeruk seperti itu, seperti apa lubang yang bakal
ditinggalkan?.Apa akibat lubang itu tidak menganggu alam?. Apakah ekosistem
laut bisa tetap terjaga?. Pemerintah tidak boleh gegabah. Pemprov NTB harus
berkaca terhadap penolakan masyarakat Bali terhadap reklamasi Teluk Benoa.
Meski jelas-jelas disebut reklamasi sudah memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan (AMDAL). Masyarakat tetap menganggap reklamasi merusak lingkungan.
Lalu, apa kata saudara di Bali kalau tiba-tiba pulau tetangga malah memberi
lampu hijau.(*)
0 10 komentar:
Post a Comment