USIANYA
tidak lagi muda, namun semangatnya begitu mengebu bila sudah membicarakan soal
riasan pengantin tradisional. Itulah sosok Hj Titiek Suharto yang merupakan
Ketua Harpi Melati NTB. Dialah satu-satunya orang NTB yang memiliki kompetensi
untuk menguji perias pengantin tradisional Sasak. Namanya sudah masuk dalam
kancah nasional sebagai penguji rias pengantin.Apa yang dilakukan oleh perempuan paruh baya ini, tentu menjadi inspirasi bagi anak muda. Mau menjaga rias pengantin sasak.
“Ini
harus tetap dipertahankan sebagai budaya kita. Tidak dimiliki oleh yang lain,’’
katanya.
Ya,
meski usianya sudah 68 tahun, nenek delapan orang cucu ini tidak pernah mau
ketinggalan ketika para perias menjalani uji kompetensi rias pengantin. Ia ikut terlibat ketika ada ratusan orang menjalani uji
kompetensi rias pengantin Sasak. Mereka menjalani tes teori maupun
praktik. Dengan telaten ia memberikan informasi pada para perias pengantin
Sasak yang tengah mempersiapkan diri untuk menjalani tes. Di benak anak muda sekarang, bila bicara rias pengantin tentu yang terbersit adalah rias pengantin modern. Belum tentu mereka yang lahir dan besar di Lombok yang notabene suku Sasak tahu apa itu rias pengantin sasak.
Titiek bercerita, prosesi pernikahan tidak bisa dipisahkan dari rias pengantin. Setiap daerah
memiliki riasan tradisional masing-masing. Riasan ini dipadupadankan dengan
pakaian yang ada. Ia mendorong supaya rias pengantin tradisional tetap dijaga. Karena sampai kapanpun rias pengantin tradisional tetap
diminati. Terlebih oleh kalangan masyarakat yang masih memegang adat istiadat
dan budaya asal. Berada di daerah manapun tetap menggunakan riasan asli. Masih ada kebanggan mempertahankan budaya leluhur.
“Ada kebanggaan ketika menggunakan riasaan pengantin tradisional,’’ ucapnya.
Tidak
bisa dipungkiri, lanjutnya, rias penganten modern memang terus bermunculan.
Rias pengantin modern banyak yang menyebut bisa menyesuaikan dengan selera.
Berbeda dengan rias pengantin tradisional yang sudah memiliki pakem. Pola
riasan dan pakaian harus sesuai dengan adat yang ada.Itu juga menjadi alasan generasi modern, kurang terpikat dengan riasan pengantin sasak
Rias
pengantin modern, tambahnya, dikenal lebih variatif dan bisa dipadupadankan. Ditambah
lagi, generasi saat ini lebih cenderung memilih hal yang simpel. Dalam
penilaian mereka, penggunaan riasan tradisional dianggap ‘’kolot’ atau ribet.
Padahal, ada sesuatu yang khas dari riasan pengantin tradisional. Dicontohkan,
dari sisi make up, antara riasan pengantin Sasak dengan Jawa memiliki
perbedaan. Ketika perias pengantin tidak paham dengan ini, mudah untuk
diketahui. Berbeda dengan pola riasan modern yang lebih mirip-mirip.
Sebagian
yang lain menilai, rias pengantin tradisional sulit untuk direkayasa. Riasan
maupun pakaian yang digunakan monoton. Padahal beberapa kali rias pengantin tradisional bisa
direkayasa.
“Pasangan
pengantin tetap memakai pakaian tradisional, namun bisa menggunakan
jilbab,’’sambungnya
Sementara
mengenai pandangan menggunakan riasan pengantin Sasak ribet, itu tidak
sepenuhnya tepat. Riasan ini tidak bisa dipisahkan dari adat istiadat. Apa yang
tertuang dalam riasan tersebut tentu ada nilai dan filosofinya. Justru
ini salah satu bentuk kebanggan terhadap budaya Sasak.
Melihat paradigma
yang berbeda ini, kata Titiek, memang perlu untuk membakukan rias pengantin
Sasak. Ia pun menceritakan rias pengantin Sasak ini pertama kali di
lokakaryakan bersama para tokoh adat Sasak 2008. Ia tidak sendiri, ada H Abdul
Hamid yang juga ikut memberikan dukungan soal riasan. Setelah melalui proses
yang panjang, riasan pengantin Sasak ini pun dibakukan 2009 silam dan berhak
mendapat pengakuan seluruh Indonesia.
Disebutkan,
para perias pengantin tradisional Sasak ini bakal menjalani uji kompetensi
sebelum terjun ke lapangan. Setelah memiliki sertifikat, para perias pengantin
Sasak ini bisa membuka salon dimanapun. Uji kompetensi ini dinilai penting.
Masih ada perias yang belum paham menyeluruh soal tata rias pengantin tradisional.
Ada masih campur-campur cara menata. Ada yang riasannya Sasak, bajunya malah
Jawa.
“Perbedaan
ini perlu dipersatukan dengan uji kompetensi,’’ bebernya.
Peran
dari Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) cukup penting dalam
menjaga eksistensi perias pengantin tradisional. Terbukti tiap tahun, ada
puluhan hingga ratusan orang yang mendapat pendidikan hingga melewati uji
kompetensi (UK) untuk meraih sertifikat. Terbukti
setelah dibakukan, kata dia, riasan pengantin Sasak ini makin eksis.
Pertumbuhan peminat terhadap riasan Sasak terus bertambah. Tentu saja itu itu
terjadi karena semakin banyaknya permintaan riasan tradisional. Hingga
kini, yang sudah menjalani uji kompetensi tata rias pengantin Sasak
sejak 2008 lalu mencapai 409 orang. Tata rias pengantin Sasak yang diakui
seluruh Indonesia sejak 2009 silam memang menerima bantuan dari Pelatihan
Kecakapan Hidup (PKH). Pengujinya sendiri dari lembaga sertifikasi kompeten
(LSK) tata rias pengantin Jakarta.
Apa yang dilakukan oleh Hj Titiek Soeharto ini harus melecut para generasi muda. Di usia yang sudah sepuh, ia tetap semangat untuk mempertahankan tradisi warisan leluhur.(*)
0 10 komentar:
Post a Comment