Friday 29 January 2016

Usut Tuntas Dugaan Korupsi Cilinaya

DUGAAN korupsi penjualan aset PT Pacific Cilinaya Fantasy (PCF) terus diusut penegak hukum. Polres Mataram bergerak kencang mencari tahu 16 titik aset Kota Mataram yang sudah diperjualbelikan. Ditengah upaya polres, ternyata Kejati NTB tidak kalah agresif menelusuri indikasi korupsi penjualan 16 titik aset tersebut. Bahkan, mereka telah mengantongi 16 sertifikat serta akta jual beli aset yang berlokasi di bagian selatan Mataram Mal.

Pengusutan dugaan korupsi aset itu cukup menarik karena langsung dilakukan dua instansi penegak hukum. Namun sesuai dengan kesepakatan dua instansi, mereka yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan berhak menuntaskan. Ini sesuai dengan Memorandum of Understanding (MOU) antara Kejaksaan, Polri, dan KPK.

Pergerakan dua instansi penegak hukum ini memang memunculkan anggapan bakal saling berebut. Namun, Kapolres Mataram dengan terbuka menyebut, bila memang kejati terlebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan, maka polres harus menyerahkan hasil penyelidikannya ke kejati. Begitu juga sebaliknya, jika polres terlebih dahulu menangani kasus itu, maka kejati harus menyerahkan hasil penyelidikannya itu. Polres sudah mempelajari dokumen aset tersebut. Dimana, aset tersebut tertera Hak Pinjam Pakai. Namun, hal itu disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pasalnya, oknum tersebut merubah dokumen menjadi Hak Milik (HM).

Dari kejati mengklaim menangani kasus tersebut sejak 2015. Langkah penyelidikan itu diambil berdasarkan laporan dari masyarakat. Jika melihat runtutannya, memang kejaksaan sudah bergerak lebih dulu. Hanya saja, tidak penting siapa antara polisi dan jaksa yang lebih dahulu turun. Pasalnya, dugaan yang penjualan aset yang mengarah pada korupsi cukup membutuhkan koordinasi saja. Paling penting, kasus tersebut diusut hingga tuntas sampai akar.

Bukan cerita baru antara korps Bhayangkara dengan Adhiyaksa menangani korupsi. Meski ada yang menyebut, kejaksaan spesialisasi dalam korupsi. Tapi, kepolisian sudah memasukkan kejahatan ekstra ordinary crime (baca:korupsi) sebagai salah satu atensi. Polisi tidak melulu menangani kejahatan konvensional seperti perampokan, pencurian, atau pembunuhan saja. Untuk membuka kasus Cilinaya semakin terang, baik polisi maupun jaksa tidak boleh punya ego sektoral. Harus memiliki kesamaan visi menuntaskan. Meski pada akhirnya hanya satu instansi yang berhak membawa kasus itu sampai penyidikan.(*)

0 10 komentar:

Post a Comment