This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday 4 October 2016

Jurnalis Berhutang Pada Teknologi Komunikasi


Pernah mengetahui pola kerja dunia media cetak tahun 1990? Saya memang tidak mengalami langsung. Tapi, saat terjun ke dunia jurnalis saya mendapatkan cerita soal cara kerja wartawan media cetak 20 tahun silam. Dari cerita senior wartawan kepada saya saat tahun pertama di tahun 2010 cukup menggambarkan kerja keras menyajikan informasi kepada khalayak. Di tahun 90-an, wartawan yang meliput harus membuat berita dengan tulisan tangan. Kemudian berita itu dibawa ke kantor. Proses selanjutnya dengan cara manual, menata huruf demi huruf. Baru kemudian naik cetak. Sementara untuk wartawan dari luar kota, berita hasil tulisan tangan dititip ke sopir kendaraan umum menuju kota. 

Handphone menjadi penyampai informasi yang cepat
Perjuangan membuat hasil liputan diterbitan lewat koran cukup panjang. Jadi tidak usah heran, kadang berita yang muncul berselang sehari setelah kejadian. Zaman itu memang sudah ada telepon rumah. Namun, tidak semua wilayah di Pulau Lombok memiliki telepon. Informasi peristiwa atau kejadian pun lambat. 
“Pokoknya sekarang sudah enak sekali. Yang penting aktifkan handphone,” kata senior wartawan pada saya kala itu. 
Memang yang disampaikan tidak berlebihan. Saat tahun pertama menjadi wartawan, saya sangat terbantu dengan handphone. Tiap ada peristiwa penting, handphone langsung berdering. Entah itu pesan singkat atau telepon. Ada banyak kejadian yang terbantu dengan adanya teknologi. Beberapa diantara yang saya anggap kritis adalah ketika kebakaran melanda pusat pertokoan di Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram pada 24 Desember 2011. Kebakaran terjadi pukul 23.30 Wita. Begitu ada laporan masyarakat, saya ke lokasi, mengambil gambar, dan wawancara. Deadline berita pukul 00.30 Wita. Waktu sangat terbatas. Beruntunglah adanya kemudahan teknologi dan informasi. Dengan handphone Nokia C6, saya bisa mengirimkan foto dan hasil liputan di lapangan. Tidak itu saja, berkah dari kemudahan teknologi dan informasi itu terasa saat kebakaran asrama mahasiswa di Kota Mataram di pertengahan 2011. Kejadiannya dini hari sekitar 02.30 Wita. Mengetahui kejadian berkat pesan singkat ke handphone. Begitu tiba di lokasi, sudah ada pemadam kebakaran dan polisi. Bagi seorang jurnalis, peristiwa dan gambar kejadian cukup penting. Keberadaan handphone membuat informasi diterima lebih cepat. Masih banyak lagi informasi yang terbantu dengan adanya handphone. Tugas sebagai jurnalis lebih terbantu.  



Informasi dalam Genggaman 

Dunia jurnalis berhutang cukup besar pada dunia teknologi komunikasi. Setelah terbantu handphone dengan telepon dan mengirim pesan singkat, di 2012 muncul yang lebih canggih. Merasakan peran BlackBerry (BB) dan gadget berlayar lebar. BB memang sudah beberapa tahun sebelumnya hadir. Sayang, harganya masih belum terjangkau. Mulai 2012 BB dan gadget menjamur. Informasi di dunia media massa seolah tanpa batas. Apalgi dengan dukungn fitur yang canggih. Ditambah hasil foto lebih berkualitas. Mengetik berita tidak lagi perlu komputer atau laptop. Jika sebelumnya menunggu sore hari baru mulai mengetik, setelah ada BB dan gadget. Pekerjaan lebih taktis.


Dunia digital mulai memegang kendali informasi.
Kemajuan teknologi komunikasi membuat informasi dalam genggaman. Kejadian apapun di daerah bisa langsung update. Lebih keren lagi, isu nasional yang berkaitan dengan daerah langsung tersambung. Smartphone itu bisa dilengkapi fitur berita online. Kesempatan seorang jurnalis untuk memilah informasi dan mencari data semakin terbuka. Perangkat yang canggih tidak bisa dihindari. Smartphone yang bukan lagi barang mewah, membuat gadget mudah dimiliki. Perangkat digital ini pun langsung diakses pada media sosial (medsos) seperti Facebook, Twitter, Instagram dan masih banyak lagi. Bagi saya yang bergelut dengan dunia media massa, jelas menguntungkan. Masyarakat era digital menghabiskan waktu untuk bersosialisasi di medsos. Entah untuk bekerja atau iseng belaka. Sisi positifnya banyak peristiwa dituangkan ke dunia online. Malah beberapa kali masyarakat langsung berinteraksi dengan saya di medsos. Mengabarkan setiap peristiwa, mulai dari human interest, kejahatan, bencana, sampai prestasi manusia yang mengundang informasi. 


Media sosial pun menjadi bagian keseharian masyarakat digital
Tentu saja, semua informasi yang beredar di dunia online tidak bisa ditelan mentah-mentah. Tugas jurnalis mengolah dan memastikan validitas data. Konfirmasi pada nara sumber terkait pun dilakukan. Meski teknologi komunikasi telah maju, masih banyak masyarakat yang belum melek teknologi. Khusus mereka yang menjadi pembaca media cetak, harus diberikan berita terbaik. Tetap saya mengakui, jurnalis berhutang besar pada kemajuan teknologi komunikasi.(*)

Nasib Ahmadiyah di Kota Mataram

Sepoi angin menerpa Jalan Transmigrasi, Majeluk, Kota Mataram. Ada salah satu bangunan yang penuh umbul-umbul bendera merah putih. Inilah Asrama Transito. Sudah sepuluh tahun lebih asrama ini menjadi peneduh bagi Jamaah Ahmadiyah Mataram yang terusir. Kondisi bangunan penampung Jamaah Ahmadiyah istimewa. Untuk memisahkan antar keluarga, ada sekat dari triplek. Sebelumnya pemisah mereka hanya spanduk bekas. Total ada 33 kepala keluarga (KK) atau 120 jiwa Jamaah Ahmadiyah yang berada di Asrama Transito. Senyum mengembang dari Jamaah Ahmadiyah Mataram ketika disapa. Tidak banyak yang tahu, cerita pahit pengusiran berulang kali mereka alami. Kisah pengungsian Jamaah Ahmadiyah Mataram ini dimulai tahun 2006 silam. Sebelumnya Jamaah Ahmadiyah tinggal di Sambi Elen, Bayan, Lombok Utara tahun 2001. Ada gesekan karena yang dianut oleh para jamaahnya. Mereka terusir dari Lombok. Puluhan jiwa Jamaah Ahmadiyah kemudian pergi ke Pulau Sumbawa. Lagi-lagi gesekan terjadi di Pulau Sumbawa. Pertikaian pun pecah. Mereka harus kembali ke Pulau Lombok, mencari daerah yang bisa menerima mereka. Letih sering berpindah, puluhan jiwa Jamaah Ahmadiyah Mataram memutuskan mencari perumahan. Pilihan jatuh di Perumahan Bumi Asri, Ketapang Lombok Barat. Jamaah Ahmadiyah yang ada di beberapa wilayah, akhirnya memutuskan menjual aset dan membeli rumah di Ketapang, Lombok Barat. Tepat 2005 Jamaah Ahmadiyah mulai menempati rumah baru di Ketapang. Kegembiraan itu tidak lama, pertengahan 2006 mereka kembali harus menerima diskriminasi. Ada pelemparan batu sampai penjarahan. Tidak ingin terjadi bentrokan lebih besar, pemerintah pun akhirnya mengungsikan Jamaah Ahmadiyah ke asrama milik Dinas Sosial Provinsi NTB. Empat tahun berjalan, Jamaah Ahmadiyah mencoba kembali ke Ketapang, Lombok Barat. Rupanya mereka belum juga diterima. Tahun 2010 penyerangan ke rumah Jamaah Ahmadiyah kembali terjadi. Itulah akhirnya membuat mereka memutuskan tidak nomaden (baca: berpindah). Apa yang dialami Jamaah Ahmadiyah Mataram karena mereka dianggap berbeda dalam soal keyakinan. Apa yang terjadi pada Jamaah Ahmadiyah seolah melawan konstitusi di Indonesia, pada Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) tertulis, "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali." Sementara di Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama. Kalaupun Jamaah Ahmadiyah dianggap sesat atau menyimpang menurut pasal 2 ayat (2) UU Penodaan Agama, kewenangan menyatakan organisasi itu sesat atau tidak ada pada Presiden, setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Pada praktiknya, ada Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat atau biasa disingkat Bakor Pakem. Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM). Tim Pakem ini kemudian akan menghasilkan suatu surat rekomendasi untuk Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, tindakan apa yang harus diambil. Dalam kasus Jamaah Ahmadiyah Indonesia diberikan rekomendasi agar diberi peringatan keras sekaligus perintah penghentian kegiatan. Dengan langkah-langkah yang sudah diambil pemerintah, seharusnya tidak boleh lagi ada diskriminasi pada Jamaah Ahmadiyah Mataram. Mereka yang sebagian besar bekerja serabutan seperti penjual di pasar, tukang pikul, ataupun penjual hasil kebun jelas tidak memiliki banyak yang. Bila selalu berpindah dan meninggalkan aset, ekonomi mereka kian sulit. Koordinator Jamaah Ahmadiyah Mataram Syahidin bercerita, setelah bertahun-tahun tinggal di Asrama Transito, akhirnya 2015 silam mereka mendapat pengakuan. Kota Mataram memberikan KTP. Sebelumnya di Pemilu Presiden 2009, Pemilihan Kepala Daerah Kota Mataram 2010, Pemilihan Gubernur NTB 2013, Pemilihan Presiden 2014, Pemilihan Legislatif 2014 semuanya tidak pernah menggunakan hak pilihnya. Tentu saja soal KTP menjadi ganjalan untuk mereka menggunakan hak pilih. Perhatian pemerintah daerah untuk Jamaah Ahmadiyah di Asrama Transito cukup bagus. Kegiatan sosial dan keagamaan kerap digelar di lokasi mereka. Pemerintah tidak boleh berhenti mendukung Jamaah Ahmadiyah. Unsur kemanusiaan harus dikedepankan. Jangan sampai karena berbeda kemudian mereka ditindas dan diabaikan. Sepuluh tahun lebih tinggal di Asrama Transito, Jamaah Ahmadiyah berusaha untuk menyatu dengan masyarakat sekitar. Akulturasi dan pembiasaan dengan warga Majeluk, Kota Mataram terus dilakukan. Seperti hari kemerdekaan 17 Agustus 2016, Jamaah Ahmadiyah Mataram menggelar beragam lomba. Halaman Asrama Transito menjadi lokasi beragam lomba. Kemerdekaan Indonesia sudah 71 tahun. Menurut Syahidin, sudah seharusnya diskriminasi itu hilang. Kepada siapapun selama warga Indonesia harus dilindungi. Seperti burung yang bebas, kemanapun terbang tidak ada yang mengusik. Jamaah Ahmadiyah Mataram ingin merasakan kebebasan tanpa diskriminasi. Tidak ada yang ingin hidupnya selalu dibayangi ketakutan. Ke mana pun melangkah selalu diabaikan, dikucilkan, bahkan diusir. Indonesia terdiri atas beragam suku, agama, ras, dan golongan. Almarhum Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dahulu mati-matian membela Jamaah Ahmadiyah. Mengutip kata-kata Gus Dur, "Berbuat baiklah kita kepada siapa pun, bila kita baik orang tidak akan tanya apa suku dan agamamu,".

Dunia Digital Bukan untuk Update Status Aja

Dunia digital maju pesat. Tidak seperti 20 tahun lalu, akses digital terbatas. Akses yang dipakai pun perangkatnya gede minta ampun. Aksesnya pun leletnya minta ampun. Susah sekali. Dibarengi akses komunikasi pun terbatas. Saat itu pager paling hits. Ada handphone, tapi terbatas. Besarnya pun minta ampun.  Siapa sangka kalau sekarang dunia berkembang sepesat ini. Dunia sanggup dijangkau dengan perangkat sebesar telapak tangan atau yang disebut smartphone. Ditambah lagi gadget canggih yang mulai menggeser komputer. Dunia digital maju lebih cepat yang tertinggal akan gagap teknologi.
Para orang tua atau generasi X, geleng-geleng dengan kemajuan ini. Pernah melihat balita yang sudah pintar memainkan tablet. Entah sedang nonton youtube atau bermain game, yang jelas anak sekarang dari bayi sudah kenal teknologi. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah era digital yang canggih ini membuat kita untung atau rugi? Kalau untung yang dimaksud kemudahan informasi dan kecepatan akses, itu sebagian kecil saja. Ada untung yang lebih besar lagi. Mana kala era digital dimanfaatkan dengan jenius, tidak sekadar akses yang mudah. Dunia digital jadi ladang menghasilkan rupiah. Dengan otak encer uang bisa mengalir begitu deras. Lihat saja Nadim Makarim pendiri Go-jek di dalam negeri. Tidak hanya untung untuk dirinya saja, hadirnya aplikasi itu membuatnya bisa membuka lapangan kerja untuk ratusan ribu orang. Baik melalui ojek motor atau mobilnya. Disebut-sebut perputaran uang para ojek saja menyentuh Rp 600 miliar setiap bulan. Mau yang lebih dahsyat lagi, tengok pendiri facebook. Media sosial dengan jumlah pengguna terbanyak di dunia. Melebihi 100 juta pengguna di Indonesia. Kekayaannya Mark Zuckerberg karena facebook triliunan. Uang terus mengalir dari aplikasi yang dicetuskan. Belum lagi aplikasi lain seperti line, whatsapp, snapchat, dan aplikasi lainnya. Aplikasi yang seharian mengendalikan komunikasi kita. Nyaris setiap gadget wajib memiliki aplikasi ini. Situs jual beli seperti bukapalak.com tokopedia.com, jual-beli.com, traveloka.com, maupun jualio.com muncul silih berganti. Perangkat startup ini seolah mendompleng eksistensi era digital. Untuk jualan tidak lagi perlu buka toko. Cukup aktif memainkan gadget, para pelanggan tinggal pesan via online. Benar-benar semuanya dibuat mudah. Yang penting punya perangkat dan menyiapkan kuota internet. Semuanya akan mulus. Potensi era digital masih terbuka lebar. Modalnya cukup kreativitas dan terobosan. Harus diakui di Indonesia era digital masih banyak digunakan untuk senang-senang. Cari popularitas dan dikenal banyak orang. Curhat atau mellow di sosial media. Orang seperti Nadim Makarim memang tidak banyak. Lini digital belum dipandang sebagai peluang. Gaya konvensional masih digunakan. Ini jadi tantangan bersama, memandang era digital sebagai untung. Apalagi pengguna internet di Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia.

Saturday 1 October 2016

Pena Lombok Dikenal karena Teknologi

Febrian Putra (berdiri paling kanan) wakil Komunitas Pena Lombok dari NTB
Suasana mentoring saat acara final Lenovo Inspiration Hunt tahun 2016        
Kreativitas anak muda terus berkembang. Dukungan dari pemerintah dan swasta begitu besar. Perkembangan teknologi yang kian canggih membuat kreativitas itu dikenal luas. Sabtu 20 Agustus 2016, menjadi hari luar biasa bagi Komunitas Pena Lombok. Komunitas ini masuk dalam sepuluh besar Lenovo Inspiration Hunt. Ada sekitar 536 komunitas kreatif ikut terlibat. Sepuluh komunitas ditetapkan sebagai yang terbaik.  Sebagai anggota komunitas, saya cukup bangga karena Komunitas Pena Lombok menjadi satu-satunya komunitas dari Indonesia Timur. Sembilan komunitas lain berasal dari Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Keberangkatan ke Jakarta tentu saja menjadi sebuah pencapaian tersendiri. Komunitas Pena Lombok masih terbilang baru. Berdiri Januari 2016. Komunitas Pena Lombok adalah komunitas yang memayungi anak muda kreatif di bidang seni. Pecinta gambar dari beragam genre, mulai realis, doddle, abstrak, dan lainnya berkumpul. 

Anggota Pena Lombok saat mengikuti acara yang digelar Telkomsel
             Penampilan wakil Pena Lombok dalam ajang komunitas di LCC.         
             Komunitas Pena Lombok ikut dalam kegiatan Corat-coret Fest 2016
Usianya anggota komunitas dibawah 35 tahun. Usia yang produktif untuk mengembangkan kegiatan kreatif. Penampilan di tingkat nasional, jelas mengantrol semangat anak-anak muda Komunitas Pena Lombok terus mengembangkan hobi dan bakatnya. Bagi anak muda di daerah, selama ini seni yang mereka tekuni bukan pilihan. Dunia kreatif di daerah masih dipandang sebelah mata. Bila sanggup masuk dalam sepuluh besar event nasional, itu sudah capaian luar biasa. Harus diakui selain ide dan gagasan, teknologi informasi yang membuat komunitas anak muda di daerah dikenal. Sebelum ikut dalam ajang kreatif anak muda, Komunitas Pena Lombok aktif mengenalkan karya melalui Instagram. Melalui Instagram memudahkan karya seni dikenal banyak orang. Untuk memperkuat komunikasi, komunitas membuat grup Line. Melalui grup Line ini anggota komunitas bisa menuangkan ide sepanjang waktu Diantara grup yang ada di gadget saya, baik itu WhatsApp Grup, BBM Grup, dan Line Grup hanya Line Grup Komunitas Pena Lombok yang aktif 24 jam. Jam berapapun, setiap ada ide langsung share ke grup. Dari awal anggota hanya puluhan, sampai mencapai ratusan. Teknologi membuat ide mengalir seperti air. Beragam ide inilah yang kemudian membuat nama Komunitas Pena Lombok kian dikenal. Sampai saya memutuskan mengirimkan konsep Komunitas Pena 

Lombok dalam ajang kreatif teknologi Lenovo Inspiration Hunt. Kembali lagi, harus diakui semua karena teknologi. Ajang kreatif ini tidak rumit, cukup submit kegiatan via online. Mengirimkan profil dan rencana kegiatan ke depan. Berikutnya panitia mengecek keaktifan dan prospek untuk perubahan. Keberangkatan saya dalam ajang Lenovo Inspiration Hunt menambah ilmu bagi komunitas. Saya berjumpa dengan mentor-mentor hebat seperti Billy Boen (Founder Young on Top Indonesia), Nukman Lutfie (pakar branding dan CEO Jualio.com), Iim Fatimah pakar (advertising dan marketing) di Jakarta. Salah satu penekanan para mentor adalah pemanfaatan teknologi untuk branding komunitas. Ya, penekanan itu yang langsung saya bahas bersama seluruh anggota Komunitas Pena Lombok. Sampai akhirnya lahirlah akun Twitter Komunitas Pena Lombok (@penalombok), fanpage Facebook (penalombok), dan blog (penalombok.blospot.co.id). Branding via online ini membuat nama Pena Lombok kian dikenal. Anggota komunitas pun mendapat orderan berbagai pekerjaan. 

Sepanjang Agustus banyak kegiatan yang melibatkan Komunitas Pena Lombok, mulai yang non komersial sampai yang komersial. Untuk yang non komersial, sesama komunitas bisa saling mengenal. Khususnya komunitas dengan latar belakang kegiatan yang sama, bisa saling memberi support. Sedangkan untuk yang bersifat komersial, pemerintah atau swasta bisa melihat langsung karya yang sudah dihasilkan oleh komunitas. Karya seni Komunitas Pena Lombok tidak hanya berdasar cerita, semua karya ditampilkan di akun media sosial maupun blog. Merawat media sosial dan blog memang butuh keseriusan. Rajin dan intens menginformasikan perkembangan terbaru. Tidak bisa hanya sekadar membuat, kemudian dibiarkan begitu saja. Hal itu yang membuat Komunitas Pena Lombok menugaskan masing-masing anggota mengelola media sosial maupun blog. Dalam era perkembangan teknologi yang semakin canggih, media sosial maupun blog memiliki peran luar biasa. Di era digital, internet mengendalikan hampir separuh waktu penduduk di muka bumi. Bagi komunitas atau usaha kecil, khususnya yang ada di daerah harus memanfaatkan kemajuan tersebut. Tanpa mengendalikan teknologi, kreativitas atau kegiatan positif tidak akan dikenal orang. Dunia online sekaligus sebagai penyebar inspirasi.(*)

Friday 30 September 2016

Lotim Penyangga Cabai Nasional

Tahun ini Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dipercaya menjadi daerah penyangga cabai nasional. Ini tidak terlepas dari luas area tanam cabai di Lotim yang mecapai 5 ribu hektare setiap tahunnya. Tahun ini Pemkab Lotim mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian untuk bibit cabai, pupuk, serta obat-obatan untuk area tanam sekitar 450 hektare. Kepercayaan Lotim sebagai penyangga cabai ini tentu cukup menggembirakan. Lotim adalah kabupaten di NTB yang memiliki wilayah paling luas. Tidak hanya luas wilayahnya, jumlah penduduknya pun paling banyak diantara kabupaten/kota lain. Dengan adanya kepercayaan nasional itu, bisa semakin mengembangkan pertanian di Lotim. Efeknya dirasakan langsung oleh petani. Karena selama ini cabai komoditi harganya cukup bagus di pasar. Harganya jatuh saat banjir panen saja. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lotim L Zaini menilai petani di Lotim sudah mulai pintar. Petani sudah tahu harga tanaman pangan itu tidak bisa melonjak tinggi. Petani pun memutuskan untuk berpindah ke tanaman hortikultura. Petani tidak sembarangan menanam. Mereka sudah belajar mekanisme tanam yang tepat. Menghindari membanjirnya cabai di pasaran. Penuturan pengusaha cabai Lotim, hasil tanaman cabai di Lotim bukan saja dipasarkan di dalam negeri saja. Pangsa pasarnya sudah menembus manca negara. Cabai-cabai panen petani di Lotim dikirim ke Batam, Tanjung Pinang, Pontianak, dan Banjarmasin. Sementara untuk luar negeri, biasanya pesanan banyak datang dari Singapura, Malaysia, dan negara Asia Tenggara lainnya. Setelah mendapat status sebagai penyangga cabai nasional, pemerintah pusat memang harus memperhatikan serius nasib petani. Selama ini salah satu faktor yang membuat petani kurang bersemangat adalah soal daya jual. Daya jual sejumlah produk pertanian kerap hancur disaat hasil pertanian bagus. Ketika memberikan bantuan, pemerintah tidak sampai mengawal ke distribusi. Pengembangan sektor pertanian, tidak hanya proses produksi saja. Mengawal sampai ke penjualan paling utama. Pasalnya, bila penjualan pertanian bagus, petani akan semangat untuk mengembangkan dunia pertanian. Seringkali petani dihadapkan dengan tengkulak atau pengusaha nakal. Semoga pemerintah memperhatikan rantai perdagangan komoditi pertanian. Membuat petani untung.

Bukit Sinyal Penolong di Pantai Kaliantan

Keindahan Pantai Pulau Lombok memang tidak ada habisnya. Selain indah, ada cerita yang lain yang ada di Pantai Lombok. Cerita itu datang dari pantai bagian selatan. Sekali dalam setahun ada festival yang dikenal dengan Bau Nyale. Ada dua lokasi yang menjadi arena Bau Nyale yaitu Pantai Kuta dan Pantai Kaliantan. Apa sih Bau Nyale? Sedikit mengulas, festival ini mengajak masyarakat panen cacing laut (nyale). Ratusan bahkan ribuan orang tumpah ke pinggir pantai. Bahkan, banyak turis asing yang ikut dalam Bau Nyale.Event ini disebut-sebut hanya ada di Pulau Lombok. Pengalaman berharga saya bisa terlibat dalam event ini di tahun 2012 silam. 

Kebetulan saya sedang bertugas di Lombok Timur, maka sasarannya adalah Pantai Kaliantan. Lokasinya bagian Selatan dari Kabupaten Lombok Timur. Jarak dari Kota Mataram sekitar 72 kilometer. Untuk mencapai pantai ini tidak bisa dengan kendaraan umum. Harus memakai kendaraan pribadi. Perjalanan dari Selong, pusat kota Lombok Timur memakan waktu hampir dua jam. Menuju lokasi cukup melelahkan. Kawasan ini pun terkenal panas luar biasa. Tapi, sebagai jurnalis apapun kendala bisa dihadapi. Begitu sampai di Pantai Kaliantan menyaksikan topografi pantai unik. Kombinasi teluk-teluk kecil dan beberapa bukit. Pantai Kaliantan juga berpasir putih, namun agak kasar seperti butiran gula pasir. Istimewanya dari pantai ini adalah pantai pasir putihnya yang bersih dan bebas sampah. Maklum pantai ini tidak begitu banyak dikunjungi. Itu membuat pantai bersih. Bau Nyale sendiri berlangsung dini hari. Sebelum festival itu dimulai, beragam kegiatan digelar. Acara tradisional daerah ditampilkan oleh banyak anak muda. Beberapa turis pun terlihat ikut menikmati beragam hiburan. Semua kegiatan pengiring festival Bau Nyale ini tentu menjadi berita yang menarik. 

Begitu acara usai, tanpa menunggu lama saya mengetik semua berita. Saat itu saya berbekal handphone dan BlackBerry (BB). Dengan dua nomor beda provider yaitu XL dan Telkomsel. Tidak sampai satu jam, semua berita kegiatan Bau Nyale selesai. Dan masalah pun muncul, saya tidak bisa mengirimkan semua berita. Handphone dan BlackBerry tanpa sinyal. Sebagai jurnalis yang baru sebulan bertugas di Lombok Timur, saya tidak pernah menduga kalau daerah bagian selatan minim sinyal. Apapun providernya nihil sinyal. Saya dibuat bingung. Bertugas di media cetak harian, tidak boleh telat mengirimkan berita. Apalagi acaranya besar dan nasional. Untuk menuju kota sudah tidak mungkin, jaraknya cukup jauh. Disaat bersamaan ribuan orang tumpah ruah, susah untuk bisa menerobosnya. Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wita. Deadline terus mengejar. 

Semua serba nanggung. Peluang bisa mengirimkan berita kian menipis. Sampai akhirnya muncul kabar baik dari salah satu warga. Ditengah kepanikan saya, ada warga yang membantu. Warga yang tinggal tidak jauh dari Pantai Kaliantan itu menyarankan saya naik ke bukit. Warga menyebutnya dengan “bukit sinyal”. Saya mengikuti arahan dari warga itu. Lokasinya tepat di pinggir pantai. Cukup tinggi untuk mencapainya. Begitu tiba diatas, saya terkejut. Ada belasan warga yang sedang asyik dengan handphone. Saya mengecek handphone dan BB. Senang bukan main, keduanya memiliki sinyal. Berita bisa segera terkirim. Seandainya tidak ada “bukit sinyal”, kegiatan Bau Nyale itu tidak akan muncul di koran. Peristiwa Pantai Kaliantan ini juga memberi pengalaman berharga buat saya. Sebagai wartawan yang baru masuk ke daerah baru, yang harus dicek pertama kali adalah keberadaan jaringan telekomunikasi.(*)




Suasana di pinggir Pantai Kaliantan, Lombok Timur.
Bukit Sinyal, itulah sebutan untuk perbukitan di pinggir Pantai Kaliantan

Saturday 24 September 2016

Waspadai Kedok Ahli Agama Palsu

URUSAN agama jangan sembarangan. Sebagai pedoman sumbernya adalah Alquran dan hadist. Bila sudah keluar dari keduanya, awas dibawa ke jalur sesat. Siapapun yang mengaku alim ulama, kyai, ataupun tuan guru sepanjang mengajak kepada kesesatan, segera tinggalkan. Belum lama ini kita semua dibuat heboh dengan Gatot Brajamusti. Ia mengklaim diri sebagai ahli spiritual. Murid yang datang beragam. Termasuk kalangan selebritis. Namanya melambung karena menjadi guru artis. Belakangan citra buruk ditampilkan oleh Aa Gatot. Guru spiritual ini kedapatan pesta narkoba di Kota Mataram. Penangkapan ini mengungkap borok lainnya. Ternyata Aa Gatot kerap mengaku melawan jin di padepokannya. 

Untuk memberi makan jin, Gatot memberi makan aspat. Belakangan makanan jin ini diketahui adalah narkoba. Di kediaman Gatot diamankan senjata api ilegal dengan ratusan amunisi. Serangkaian ulah negatif itu makin memalukan dengan kasus asusila. Gatot disebut kerap berbuat mesum dengan muridnya. Dalihnya itu perbuatan jin. Belum selesai kasus Aa Gatot, menyusul lagi kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Pria yang mengklaim diri sebagai tokoh agama dari Probolinggo. Beritanya tidak kalah ramai. Penangkapan Dimas Kanjeng sampai melibatkan 1.400 lebih polisi. Dimas Kanjeng memiliki santri puluhan ribu. Pengikutnya pun mati-matian menjaganya. Dimas Kanjeng dikenal karena kemampuannya menggandakan uang. Orang berbondong-bondong datang ke padepokan untuk mendapatkan banyak uang. 

Nyatanya Dimas Kanjeng hanya pembual belaka. Kedoknya diketahui santrinya. Untuk menghilangkan jejak, ia pun membunuh santrinya. Hal itu yang membuat aparat bertindak. Kesamaan antara Gatot dan Dimas Kanjeng adalah kemampuannya memanipulasi diri. Ahli spiritual hanya kedok semata. Ritual keagamaan seperti pengajian, zikir, istighotsah, dan masih banyak lagi sebagai pembungkus. Ritual itu untuk meyakinkan orang bahwa apa yang diajarkan adalah baik. Padahal bila jeli, dengan mudah kedok itu bisa diketahui. Hal-hal negatif seperti permainan Gatot dengan jin atau penggandaan uang Dimas Kanjeng tidak pernah diajarkan dalam agama. Manusia tentu saja, urusannya dengan sesama manusia. Menata hubungan yang baik. Agama juga mengajarkan hidup butuh kerja keras. Ingin mendapat uang banyak, tentu bekerja dengan giat. Tidak ada istilah penggandaan uang. Intinya jangan mudah ditipu ahli spiritual.

Thursday 8 September 2016

Usaha Voice For Changes Membantu Tunanetra

PEMUDA berkacamata ini pendiam saat awal jumpa di Jakarta. Ia salah satu wakil dari sepuluh inspirator muda salah satu produsen laptop. Namanya Abdullah Faqih. Ketika ditanya apa kegiatannya sehingga bisa terpilih ke Jakarta. Ia langsung bersemangat. Bila sebelumnya pendiam, bicaranya berapi-api dan tanpa jeda. Nama organisasinya adalah Voice of Changes. Ia menjadi founder. Bergerak untuk membantu para tunanetra. “Saya terinspirasi oleh Srikant Bolla dari India. Tunanetra namun bisa membuktikan bisa berbuat banyak,” katanya membuka cerita. Sekilas tentang Srikant Bolla, Faqih menjelaskan, ia seorang penyandang tunanetra dengan umur yang masih muda berhasil mendirikan kerajaan bisnis yang kini bernilai 7,5 juta dolar AS atau hampir Rp 100 miliar. Srikanth terlahir dalam kondisi tunanetra. Srikanth masuk di sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Ia mendapatkan guru yang rela mengubah semua bahan pelajaran dalam bentuk audio yang membantunya lulus dalam ujian. Lulus dari SMA, Srikanth bercita-cita untuk belajar teknologi informasi di universitas ternama di India. Sayang meski hasil tes masuknya memuaskan, pemuda ini ditolak hanya karena di penyandang tuna netra. Dengan catatan akademisnya yang luar biasa, Srikanth malah diterima di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS dan lulus pada 2012. Setelah lulus, Srikanth langsung pulang kampung ke India dan mendirikan perusahaan yang akan mempekerjakan orang-orang berkebutuhan khusus seperti dirinya. “Sejak 2012 saya sudah punya ide. Tapi kesempatan itu baru datang April 2016,” terangnya. Kisah Srikant Bolla itu, menurutnya, sama seperti di Indonesia. Penyandang difabel, khususnya tunanetra belum mendapat asupan informasi yang lengkap. Diskriminasi masih sering dialami. Ditambah lagi jumlah buku braille terbatas. Di perpustakaan tunanetra terbesar di Indonesia saja hanya ada 300 judul buku braille. Banyak yang kemudian lepas tangan. “Padahal mereka punya kesempatan dan peluang yang sama. Seperti di India, akhirnya bisa sukses,” ucapnya. Mahasiswa Jurusan Sosiologi ini tidak menampik, pengerjaan buku braille cukup susah. Satu buku biasa seandainya dijadikan sebagai buku braille, bisa menjadi sepuluh buku braille. Betapa tebalnya. Bagi kita yang memiliki mata normal tentu geleng-geleng melihat tumpukan buku braille. Namun, bagi tunanetra setebal apapun buku braille itu tetap mereka butuhkan. Dari buku braille ini sumber pengetahuan dan informasi mereka dapatkan. “Kurang efisien untuk tunanetra. Waktunya banyak terbuang,” ceritanya. Menurut Faqih, ini bisa dibuktikan dengan sejumlah panti tunanetra yang memiliki stok buku braille. Tunanetra kurang memanfaatkannya. Jenis bukunya tidak sesuai dengan kebutuhan. Buku braille yang disajikan pun kerap jauh dari keseharian. Contohnya, penyandang tunanetra diberikan bacaan tentang pertikaian atau perpolitikan. Padahal mereka lebih butuh dengan cerita atau kisah yang menginspirasi. “Makanya perlu kita berikan terobosan bacaan,” ucapnya. Dari pengamatan selama beberapa waktu itulah, kata Faqih, April 2016 lalu idenya membuat audio books untuk tunanetra terealisasi. Kisah memulai pondasi organisasi sosial, dimulai dengan dua orang. Bersama rekannya, Valya Nurfadila mahasiswi Jurusan Matematika UGM awal 2016 dimulai. Ide membantu tunanetra itu tak kunjung terwujud. Masalahnya ada pada sumber daya manusia (SDM). Diputuskan menambah dua orang. Ditambah Angela Shinta sebagai Community Manager dan Ahadin Fahmi sebagai tim creative. Total sekarang ada empat orang. “Jumlah ini memang masih sedikit, namun yang coba dikejar adalah menyusun organisasi yang kokoh. Setelah dirasa sustainable, baru mulai menambah tim,” imbuhnya. Mahasiswa semester V Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengibaratkan lembaga yang dibentuknya itu seperti mata bagi para tunanetra. Pola kerjanya tidak ribet. Tugasnya membuat audio beragam jenis buku. Utamanya buku yang sedang diminati dan menarik. Buku itu direkam. Setelah direkam kemudian hasilnya dibahas oleh tim. “Dengan zaman yang semakin canggih, pola kerja yang dilakukan oleh tim kecil ini tidak terlalu rumit. Pola kerja 80 persen dengan online,” urai Faqih. “Koordinasi dan distribusi tugas dengan berkirim email dan diskusi di grup line. Bila ke panti tunanetra atau butuh survei dan uji audiobooks baru ke lapangan,” sambungnya. Sampai saat ini, imbuhnya, sudah ada sepuluh audio books yang rampung dibuat. Panti yang sudah dilibatkan antara lain Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta, Surabaya, Panti Tunanetra Yaketunis dan Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta. Alasan, baru memilih tiga panti karena memang masih butuh penambahan jumlah audio books. Selain itu, menyesuaikan dengan domisili tim. “Setelah audio books semakin banyak dan tiga panti merasakan manfaatnya baru mencoba ekspansi dan mencoba ke tempat lain,” ucapnya. Usaha yang dilakukan Voice of Changes ini, kata Faqih, tidak bisa berjalan sendiri. Butuh dukungan dari banyak pihak. Ia pun tidak menutup sukarelawan dari semua daerah yang ingin membantu. Polanya cukup mudah. Apalagi sekarang semua gadget dilengkapi dengan perekam suara. “Tinggal direkam saja,” jelasnya. Bulan depan Faqih mematok target audio books sudah bisa dikenal luas oleh publik. Ia tidak ingin niat baiknya untuk penyandang difabel terburu-buru. Setelah tahap produksi audio books lancar, baru promosi dilakukan. Ia berharap bisa menginspirasi anak-anak muda untuk peduli pada tunanetra.(*)

Friday 2 September 2016

Lelucon Mukidi dan Gatot Brajamusti

SELERA humor masyarakat Indonesia sedang naik karena Mukidi. Nama yang Indonesia banget ini seolah menghiasi segala lini, mulai dari media massa, media sosial, sampai media komunikasi. Sosoknya yang sederhana dan konyol, membuat kita mesam-mesem. Tingkahnya polos. Orangnya tidak terlalu saleh, sedikit urakan. Ditengah himpitan dan beban ekonomi yang kian berat, rasanya sah-sah saja kalau Mukidi dianggap sebagai penghibur. Kita memang butuh banyak humor supaya hidup ini tidak kaku. Lelucon sendiri tidak selalu dari hal konyol dan jenaka. Kadang dari ulah-ulah tidak terduga bisa membuat terhibur. Apalagi kalau itu menyangkut pejabat, politisi, ataupun publik figur. Seperti lelucon dari Gatot Brajamusti yang diciduk oleh aparat karena narkoba. Pria yang akrab disapa Aa Gatot ini baru saja ditetapkan menjadi Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) 2016-2021. Lima tahun sebelumnya juga menjabat ketua. Tidak banyak memang yang mengenal Aa Gatot dalam dunia film. Namanya tidak sebeken aktor-aktor seperti Vino G Bastian, Reza Rahardian, Dedi Mizwar, atau Tora Sudiro. Aa Gatot memang main film, namun tidak terlalu meledak di pasaran. Namanya justru beken ketika menjadi penasehat penyanyi kenamaan Indonesia Reza Artamevia atau artis Elma Theana. Aa Gatot naik daun karena gencarnya pemberitaan pada artis-artis yang belajar spiritual padanya. Aa Gatot beberapa jam dilantik sebagai ketua, diamankan oleh polisi bersama istrinya. Di ruangan itu juga ada anak perempuannya. Penggerebekan itu membuat sejawatnya terkejut. Mereka mengira sedang ada akting, maklum saja disaat yang sama Aa Gatot sedang ulang tahun. Setelah narkoba dikeluarkan dari kantongnya, cerita dimulai. Pria yang selama ini dikenal sebagai penasehat spiritual para artis ini nyatanya positif pengguna narkoba. Penggerebekan yang terjadi di Kota Mataram ditindaklanjuti dengan penggerebekan di Jakarta. Hasilnya, senjata api ilegal dengan ratusan peluru aktif, hewan dilindungi yang diawetkan, dan sabu-sabu ikut diamankan. Boleh saja orang terdekat Aa Gatot mensinyalir ada politisasi kasus narkoba terkait pemilihan Parfi. Luar biasa, polisi di Jakarta dan Kota Mataram bisa digerakkan. Namanya juga orang film, pikirannya tidak pernah jauh dari soal skenario dan settingan. Namun yang tidak bisa disangkal hasil pemeriksaan menunjukkan positif pengguna narkoba.(*)

Monday 18 July 2016

Ortu Harus Rajin ke Sekolah

HARI pertama masuk sekolah, keriuhan ditunjukkan para orang tua. Surat edaran (SE) Menteri Pendidikan untuk mengantar anak di hari pertama sekolah direspon. Jika biasanya orang tua tidak sempat mengantar, kali ini ramai-ramai menyempatkan diri. Entah orang tua menteri, pejabat daerah, pengusaha, atau pegawai negeri semua ramai mengantar anak mereka. Ramainya sekolah tidak lagi karena ratusan siswa. Para orang tua ikut meramaikan. Di daerah para kepala sekolah (kasek) pun ramai-ramai mendorong kehadiran orang tua. Tidak semua orang tua memang menganggap penting mengantar sekolah. 

Tidak sedikit yang nyinyir menganggap mengantar anak sekolah berlebihan. Membuat anak tidak bisa mandiri. Ratusan orang tua yang mengantar sekolah pun dianggap lebay. Itu pilihan. Semua bebas berpendapat dan memberi penilaian. Tidak bisa disalahkan. Jadi berikan kesempatan juga mengapresiasi orang tua yang mengantar anak sekolah di hari pertama. Itu salah satu bukti orang tua peduli kepada anak. Tidak sekadar memilihkan sekolah semata. Para orang tua pun banyak memanfaatkan kesempatan ini untuk berinteraksi dengan warga sekolah. Berkomunikasi dengan para guru maupun orang tua yang lain. Jauh hari, Menteri Pendidikan Anies Baswedan memberikan penekanan, kedatangan para orang tua ke sekolah sebagai bentuk kepedulian pada pendidikan. Orang tua bisa melihat lingkungan pendidikan anak. Lebih penting interaksi antara sekolah dengan orang tua akan terbangun. Setelah mengantar anak sekolah di hari pertama, orang tua merasa sudah lepas tanggung jawab. Bila perlu sesering mungkin mengantar sekolah. Rajin berinteraksi dengan para guru. Bila perlu ikut memberi masukan untuk dunia pendidikan. Bukankah mendidik anak bukan hanya tanggung jawab sekolah. Semoga para orang tua makin rajin memantau pendidikan anak.(*)

Paramotor Visit Lombok-Sumbawa Hebohkan Ibukota

JAKARTA--Direct Promotion Pariwisata NTB di Jakarta ditutup dengan Parade Budaya NTB di Gedung Sapta Pesona Kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI. Parade Budaya heboh dengan manuver paramotor Visit Lombok-Sumbawa. Pejalan kaki di car freeday (CFD) Jalan Thamrin-Sudirman dibuat kagum dengan penampilan sepuluh paramotor dari DPD Federasi Aerospace Indonesia (FASI) Jakarta. "Luar biasa. Baru pertama kali promosi pariwisata dengan paramotor," kata Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Kementerian Pariwisata RI, Esthy Reko Astuti, kemarin (17/7). Diakuinya, aksi paramotor ditengah parade budaya menjadi pembeda. Selain berkeliling di sekitar Monumen Nasional, aksi paramotor juga membelah kerumunan massa yang berolahraga di CFD. Jelas masyarakat akan bertanya-tanya dengan aksi tersebut. "Memang promosi tidak boleh biasa-biasa. Setelah masyarakat penasaran mereka akan bertanya, secara tidak langsung nama NTB terangkat," ucapnya. Parade budaya yang dilepas Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Kementerian Pariwisata RI, Esthy Reko Astuti dan Wakil Gubernur NTB HM Amin diawali dengan pelepasan 500 pesepeda berasal dari berbagai komunitas sepeda Jakarta. Ini salah satu kampanye bersepeda internasional Gran Fondo New York (GFNY) yang akan berlangsung di Lombok, 2 Oktober 2016 mendatang. Selanjutnya kontingen seni budaya khas Lombok dan Sumbawa, mulai dari rombongan mahasiswa NTB di Jakarta yang membawa berbagai macam backdrop bertuliskan even-even besar kepariwisataan yang akan berlangsung di NTB. Esthy mengungkapkan, Kemenpar mengapreasiasi positif promosi pariwisata yang dilakukan Pemprov NTB. Langkah tersebut bagian dari implementasi kebijakan Menteri Pariwisata. "Dimana Gedung Sapta Pesona atau Kantor Kemenpar selalu terbuka untuk kegiatan apapun dari daerah-daerah,” sambungnya. Dikatakan, dengan dukungan eksekutif maupun legislatifnya yang begitu kompak, pariwisata di NTB bisa makin berkembang. Kemenpar pun akan memberi dukungan ke daerah. Semakin banyak kunjungan wisatawan ke NTB, baik domestik maupun mancanegara, menjadi keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan sektor pariwisata. "Dari 260 juta pergerakan wisatawan seluruh dunia, paling tidak ada 12 juta wisatawan mancanegara diantaranya yang akan berkunjung ke Indonesia, termasuk ke Lombok dan Sumbawa,” lanjutnya. Lebih jauh, keindahan alam di Lombok dan Sumbawa tidak boleh berhenti dipromosikan. Pasalnya, jika tidak terus dipromosikan keluar daerah atau keluar negeri, tidak banyak yang mengenal. Imbasnya jelas pada tingkat kunjungan wisatawan. "Kami salut dengan promosi NTB di Jakarta. Sebagai ibukota menjadi penggerak wisatawan nasional," imbuhnya. Wagub NTB HM Amin kembali mengulang obsesi Provinsi NTB menjadikan pariwisata sebagai andalan. Pariwisata diharapkan bisa mengalahkan pertanian pada produk domestik regional bruto (PDRB). "Ini akan berpengaruh pada kesejahteraan dan menurunnya kemiskinan," katanya. Selain pertambangan, kata Amin, pariwisata cukup seksi. NTB sudah mendapat stempel halal tourism. Peluang mendapat wisatawan dari timur tengah cukup besar. Tinggal bagaimana terus mengenalkan daerah. "Memang tidak murah biayanya. Namun apa yang dilakukan ini juga akan sepadan dengan hasil yang akan dicapai, tidak hanya sekarang tapi sampai anak cucu," sambungnya. Amin pun menyinggung soal keterisian kamar hotel sepanjang liburan, nyaris semua hotel kebanjiran tamu. Pencapaian itu dinilai sebagai buah dari gencarnya promosi yang dilaksanakan tahun-tahun sebelumnya oleh Disbudpar NTB. Termasuk dukungan stakeholdernya holder pariwisata. "Tentu ini sepadan dengan upaya yang sudah dilakukan," ujarnya. Bapak murah senyum ini kembali mengajak seluruh masyarakat NTB terbuka dan mendukung pariwisata. Majunya pariwisata merupakan sinergi semua elemen. Masyarakat diminta terlibat dan menikmati kesuksesan pariwisata. "Semua masyarakat kita ikut menikmati geliat pariwisata yang semakin berkembang," bebernya. Amin pun mengingatkan soal potensi gangguan pariwisata. Wisatawan yang datang ke NTB harus dibuat nyaman. Insiden sekecil apapun tidak boleh menerpa wisatawan. Sedikit saja gangguan, citra pariwisata akan buruk. "Gangguan apapun itu, mau begal, rampok, atau sampah. Destinasi yang ada juga harus terus diperbaiki dan dijaga," tegasnya. Kepala Disbudpar NTB HL Moh Faozal mengatakan, promosi pariwisata di Jakarta dimulai dengan pameran ekonomi kreatif di Kemenpar RI. Menyusul table top yang dihadiri pelaku pariwisata dari NTB dan Jakarta. Diakhiri dengan Parade Budaya NTB. "Promosi di Jakarta sekaligus menyebarkan kabar MTQ Nasional XXVI digelar di NTB," katanya. Faozal menyebut, ratusan pesepeda dari Jakarta tampil mempromosikan GFNY yang sebentar lagi dihelat di Lombok. Bersamaan dengan gelaran MTQ, ada ajang Paralayang Internasional 4-6 Agustus. Berikutnya disusul Rinjani 100. Termasuk ajang Bulan Budaya Lombok-Sumbawa. Kegiatan pariwisata yang digelar sebulan. Termasuk festival internasional travel fair dan halal travel fair untuk mewujudkan halal destinasi. "Terus kegiatan pariwisata di NTB akan berjalan sampai akhir tahun," sambungnya. Mantan Kepala Museum NTB ini menambahkan, sebelum di Jakarta promosi pariwisata sudah dilakukan di Makassar. Berikutnya menyusul Batam, Yogyakarta, dan Batam. Promosi tersebut salah satu upaya intensif mengenalkan pariwisata NTB."Untuk di Jakarta semua (promosi) berjalan lancar dan cukup baik," tutupnya.

Sekolah Bukan Penitipan Anak

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mengeluarkan surat edaran (SE) tentang mengantar anak sekolah di hari pertama. Tujuan SE ini membuat supaya orang tua hadir dan mendampingi anak-anak mereka di hari pertama sekolah. SE tersebut sesungguhnya tidak mengikat. Orang tua bisa saja mengabaikannya. Tidak peduli di hari pertama sekolah. Alasannya jelas, sibuk kerja. Pertanyaannya kemudian, apakah sekolah itu tempat penitipan anak? Melepaskan anak mendapat pendidikan. Orang tua kerja cari uang. Kemudian orang tua membayar uang. Beres. Sudah bayar ke sekolah, maka berikutnya urusan guru adalah mendidik anak. Semoga pikiran para orang tua tidak seperti itu! Dalam SE Kemendikbud soal mengantar hari pertama sekolah ini, berupaya melibatkan orang tua dalam pendidikan anak. Orang tua bisa mengetahui cara pendidikan di sekolah. Mulai dari kualitas guru hingga kualitas pengajaran. Dengan begitu, seandainya anak kurang maksimal di sekolah, orang tua bisa dengan mudah mengontrol. Apa yang dilakukan oleh kementerian ini sepertinya langkah taktis membuat orang tua peduli pendidikan. Kita tentu masih ingat, ketika ada orang tua melaporkan guru ke polisi. Akibat guru menegur siswa di sekolah. Bentuk teguran guru di sekolah beragam. Ada yang cukup dengan lisan. Ada guru yang memberi sanksi mendidik. Tidak sedikit pula guru mendidik dengan memberi sanksi fisik. Hukuman yang diberikan guru ini pun sifatnya bukan menciderai, justru itu bentuk kasih sayang guru. Pemahaman seperti ini tentu muncul bila orang tua dan sekolah rajin berinteraksi. Memiliki kemauan yang sama mendidik anak. Keluarga tetap menjadi rumah besar mendidik anak. Waktu anak di sekolah tidak sampai 10 jam. Selebihnya anak banyak di rumah. Agak aneh bila ada orang tua membebankan peran pendidikan pada sekolah.(*)

Thursday 14 July 2016

Sekolah Swasta yang Dipinggirkan

TIDAK bisa mengecilkan peran sekolah, baik swasta maupun negeri. Keduanya sama-sama memiliki peran sebagai lembaga pendidikan. Mencerdaskan dan memberikan pengetahuan pada anak bangsa. Sekolah negeri sejauh ini di NTB masih menjadi primadona. Alasannya selain fasilitas lebih lengkap, sekolah negeri ditunjang dengan guru-guru yang berpengalaman. Meski sebenarnya kualitas sekolah swasta pun tidak kalah. Hanya memang fasilitas dan jumlah guru belum selengkap sekolah negeri. Namun di beberapa daerah seperti di Pulau Jawa atau Pulau Sumatera, sekolah swasta yang jadi primadona. Gengsi para orang tua justru ada di sekolah swasta. Tengok saja di kota besar seperti Surabaya, Jakarta, ataupun Medan, sekolah swasta merajai daerah. Selain guru yang bagus, sekolah swasta tersebut ditunjang fasilitas lengkap. Sekolah negeri paling favorit pun dianggap biasa saja. Kondisi ini berbanding terbalik bila melihat sekolah negeri di NTB. Patokan orang tua melihat anaknya sukses adalah masuk di sekolah negeri paling favorit. Ini bisa dimaklumi, sekolah swasta yang ada di NTB, khususnya di Kota Mataram dari sisi kualitas belum mengungguli sekolah negeri. Kalaupun ada, itu hanya beberapa sekolah swasta. Yang terlihat justru ada disparitas antara sekolah negeri dan swasta. Keberpihakan pemerintah condong ke sekolah negeri. Sekolah swasta dibiarkan berjalan tertatih-tatih sendiri. Tidak hanya dari sisi dukungan fasilitas. Kurangnya dukungan pun tampak dari kebijakan yang dikeluarkan. Salah satu contoh di Kota Mataram, adanya aturan bina lingkungan (BL). Dimana sekolah negeri masih diberi kesempatan untuk mengambil siswa di sekitar sekolah. Meski sebelumnya siswa sudah masuk melalui jalur bina prestasi maupun jalur online. Ini kemudian yang membuat jumlah siswa yang masuk sekolah negeri melebihi kuota. Antara jumlah siswa yang masuk dengan ruangan tersedia tidak seimbang. Bandingkan dengan ruangan sekolah swasta yang kosong melompong. Kondisi ini yang kemudian membuat sekolah swasta selalu berteriak saat tahun ajaran baru. Siswa berduyun-duyun ke sekolah negeri. Meski ada beberapa sekolah negeri yang sampai mengubah musala atau laboratorium jadi kelas, itu tidak jadi soal. Alasannya kualitas yang diberikan sekolah swasta kurang jempolan. Pernyataan tersebut menjadi tantangan bagi para kepala sekolah swasta. Harus membuktikan pada masyarakat kalau pendidikan yang diberikan juga bagus. Dan tentu saja, sekolah swasta tidak bisa berjalan sendiri. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan harus memberikan dukungan. Kebijakan yang dikeluarkan harus juga menguntungkan sekolah swasta.(*)

Tuesday 12 July 2016

Ketika Daerah Dikepung Juru Parkir

KEBERADAAN tukang parkir cukup membantu. Selain membantu mengatur kendaraan, tukang parkir ikut menjaga kendaraan. Bahkan ikut mengatur lalu lintas di sekitar tempat parkir. Tidak ada yang mengesampingkan peran juru parkir. Mengeluarkan uang beberapa rupiah untuk jasa parkir tidak jadi soal. Lalu apa jadinya kalau daerah dikepung dengan juru parkir? Pertanyaan itu mungkin sudah dirasakan oleh pemilik kendaraan. Apalagi yang tinggal di Kota Mataram. Nyaris setiap sudut tidak ada yang bebas parkir. Mulai dari pasar modern, pasar tradisional, tempat wisata, pasar, sampai tempat ibadah. Jika dalam sehari berhenti di empat titik, untuk sepeda motor harus menyiapkan Rp 4.000. Sementara mobil antara Rp 10-12 ribu. Keberadaan juru parkir seolah tidak terkontrol. Mereka menarik uang tanpa karcis. Kadang malah berlaku seperti masyarakat biasa. Modalnya hanya peluit. Begitu ada kendaraan terparkir, langsung ditarik. Juru parkir ilegal ini pun seolah menjamur di berbagai titik. Apalagi di pusat-pusat jasa perdagangan. Keberadaan juru parkir yang menyenangkan, berubah jadi menyebalkan. Juru parkir berubah menjadi seperti tukang palak. Pemilik kendaraan harus mengeluarkan uang setiap berhenti. Tidak peduli kendaraan hanya parkir beberapa menit. Seolah kejar setoran, para juru parkir khususnya juru parkir ilegal tanpa sungkan meminta uang. Barangkali pengalaman ini pernah dirasakan semua pemilik kendaraan. Begitu parkir kendaraan, di lokasi parkir terlihat sepi. Tapi, begitu hendak balik sudah ada orang dengan peluit minta uang. Lebih parahnya, uang parkir yang dikeluarkan lebih besar dibanding uang untuk belanja. Keberadaan juru parkir di daerah harus mulai dipikirkan. Terutama pada juru parkir ilegal. Mereka harus ditertibkan. Juru parkir resmi. Bukan tukang palak. Tiap meminta uang jasa parkir ada karcis yang diberikan. Selain itu perlu disiapkan pakaian dan ID card khusus juru parkir. Selain itu, lokasi parkir pun harus ditentukan. Tidak semua tempat wajib parkir. Sehingga masyarakat jadi nyaman. Bila perlu daerah membuat terobosan parkir berlangganan. Pendapatan juru parkir dibagi dari hasil pendapatan parkir. Pemilik kendaraan cukup sekali membayar untuk bisa parkir di semua titik. Keberadaan parkir berlangganan ini pun bisa menekan kebocoran parkir. Selama ini retribusi parkir dituding banyak kebocoran.(*)

Wednesday 6 July 2016

Istimewanya Malam Lebaran di Kota Mataram

Semarak takbir di Pulau Lombok cukup meriah. Di malam hari raya Idul Fitri 1437 Hijriah tahun 2016, diwarnai dengan pawai takbir. Nyaris semua kabupaten/kota di Pulau Lombok menggelar pawai takbir. Seperti di Kota Mataram, dari masing-masing kecamatan tumpah ke Taman Sangkareang. Taman kebanggan di Kota Mataram itu pun penuh dengan sukacita. Lantunan takbir menggema bersahut-sahutan. Hadir langsung di Lapangan Sangkareang Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh dan Wakil Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana.Beberapa daerah memiliki kekhasan dalam malam lebaran. Jika di Pulau Jawa takbir keliling identik dengan tabuhan dan obor. Di Kota Mataram semarak takbir dimeriahkan replika masjid. Remaja masjid dari masing-masing kecamatan seolah menampilkan ciri khasnya. Salah satu replika yang mencuri perhatian adalah replika Islamic Center (IC) NTB. IC memang menjadi ikon NTB. Bangunannya megah. Arsitekturnya menawan. Dan tentu masjid paling besar di NTB. Arak-arakan pawai takbir dengan membawa replika ini dimeriahkan anak-anak, remaja, hingga orang tua. Seperti tahun lalu, tahun ini pawai takbir pun dilombakan. KNPI Kota Mataram dibawah komando H Novian Rosmana menjadi penanggung jawab lomba pawai takbir. Tidak hanya IC. Bila diperhatikan seksama hampir semua replika masjid begitu istimewa. Detail, sempurna, dan kokoh. Tidak bisa sendiri untuk membawanya. Butuh belasan orang mengangkutnya. Replika masjid ini modelnya mendekati aslinya. Membuatnya kian menarik, diselipkan hiasan. Mulai dipasang lampu sampai kertas warna-warni. Selain replika masjid, pawai takbir juga dimeriahkan dengan kaligrafi raksasa. Tulisan Arab lafadz "Bismillahirrahmanirrahiim" diarak oleh beberapa muda-mudi. Tulisan itu menyala. Di dalam kertas dilengkapi lampu. Dari kejauhan tulisan Arab itu jadi terlihat indah. Tidak itu saja, peserta pawai ada yang membuat replika Quran raksasa. Indah dan istimewa. Anak-anak muda yang membuatnya terlihat total. Terlihat ayat-ayat yang ada di dalamnya ditulis begitu apik. Memang pawai takbir diikuti dengan penuh sukacita. Semua yang hadir memberikan yang terbaik untuk karyanya. Wajar kalau pawai takbir juga menjadi tontonan menarik. Warga Kota Mataram dari berbagai penjuru tumpah di pinggir jalan. Ada yang sampai berjalan beberapa kilometer ke Taman Sangkareang. Suka cita kian lengkap dengan suara kembang api yang bersahut-sahutan.

Monday 4 July 2016

Mendidik Siswa Lebih Kreatif

Teoritis tekstual. Begitu barangkali bila bicara tentang pendidikan di Indonesia. Dalam pendidikan formal, polanya hampir sama. Guru membaca dan siswa mendengarkan. Meski kurikulum berganti, pola pendidikannya nyaris sama. Siswa yang pintar, tak jadi soal. Sepulang sekolah akan mengorek dan mendalami segala materi yang disampaikan guru. Untuk siswa ini jumlahnya bisa dihitung jari. Kebanyakan justru siswa pasif. Cukup menunggu dari guru saja. Tidak mau repot dan menggali pelajaran yang didapatkan. Orientasi siswa yang seperti ini biasanya sama. Rajin sekolah dan dapat nilai baik. Itu yang utama. Pengalaman serta pengetahuannya pun berkisar pada teori semata. Tidak memahami esensi sebenarnya. Tentu saja pola pendidikan ini menjadi problem. Bagaimana menghasilkan generasi muda yang mandiri, kalau semuanya disetir. Semuanya berjalan bukan karena kesadaran. Ada istilah, "seperti kerbau dicocok hidungnya,". Otak terbiasa dalam kendali. Kurang cekatan berpikir ketika ada situasi diluar kebiasaan. Paniknya luar biasa. Padahal secara teoritis sudah bagus. Diukur nilai akademiknya pun diatas rata-rata. Kebiasaan kurang mandiri pada pola pendidikan, efeknya berantai. Kreativitas, survival, dan keberanian seorang anak tereduksi. Lebih memilih mengikuti seperti apa yang disampaikan di dalam kelas oleh guru. Kurang berani mencoba, mencoba, dan mencoba. Setiap mencoba peluang berhasil dan gagal porsinya sama. Kalau berhasil itu bagus. Ketika gagal justru makin bagus. Kok makin bagus? Ya, karena ketika mencoba dan gagal, akan ada pelajaran. Jadi hitungannya begini. Seandainya seorang siswa mengerjakan sesuatu, langsung benar nilainya satu. Tanpa nilai lebih, karena apa yang dikerjakan sudah ada arahnya. Siswa sudah menerapkan sesuai teori dan pelajaran dari guru. Lalu bagaimana yang kreatif? Jelas yang ini nilainya lebih. Berhasil nilainya dua. Jika gagal nilainya malah lebih banyak lagi. Hitungannya begini: keberhasilan dapat bonus dua. Sudah kreatif dengan berani mencoba. Kemudian berhasil. Lebih mantap yang mencoba kreatif kemudian gagal. Nilainya lebih tinggi. Selain siswa sudah kreatif dengan berani mencoba. Kegagalan mengajarkan pengalaman. Dari kegagalan itu siswa akan belajar. Dari kegagalan ini jalan pikir siswa kian berkembang. Contoh sederhana begini, ketika siswa mendapatkan teori tentang menanam kacang hijau. Berdasar teori guru, medianya tanah, kacang hijau ditanam, kemudian disiram. Kacang hijau tumbuh. Teoritis. Bandingkan bila siswa diajak kreatif. Meminta siswa menanam kacang hijau dengan berbagai medium. Hidroponik (air), dengan kapas, sekam, ataupun tanah. Sekali coba, hasilnya dengan kapas lebih bagus. Wah, dapat pengalaman. Ternyata media untuk menanam kacang hijau tidak hanya tanah. Lebih banyak lagi ketika menanam menggunakan tanah dan kapas gagal. Siswa bisa mencoba dengan hidroponik maupun sekam. Semakin banyak media dicoba. Pengalaman kian banyak. Malah bisa membuat kesimpulan kualitas antar media tanam. Makin keren. Tentu saja, pola pendidikan yang teoritis tekstual ini kuncinya ada di tangan guru. Para pendidik harus menjadi trigger (pemantik). Menerapkan pola pendidikan yang lebih kreatif. Mengurangi teori di dalam kelas. Lebih banyak mengajak siswa langsung mencoba di lapangan. Bila sedang mengajarkan cara menulis artikel, tidak usah terlalu banyak teori. Minta saja langsung menulis. Semakin banyak yang ditulis, isi kepala dan pergerakan tangannya merangkai kata kian luwes. Tulisan jelek, coba lagi. Semakin sering dicoba, semakin berpengalaman. Perbendaharaan kata bertambah. Isi kepala makin bergizi. Bagaimana bapak/ibu guru, berani mencoba?.