Keindahan
Pantai Pulau Lombok memang tidak ada habisnya. Selain indah, ada cerita yang
lain yang ada di Pantai Lombok. Cerita itu datang dari pantai bagian selatan.
Sekali dalam setahun ada festival yang dikenal dengan Bau Nyale. Ada dua lokasi
yang menjadi arena Bau Nyale yaitu Pantai Kuta dan Pantai Kaliantan. Apa sih
Bau Nyale? Sedikit mengulas, festival ini mengajak masyarakat panen cacing laut
(nyale). Ratusan bahkan ribuan orang tumpah ke pinggir pantai. Bahkan, banyak
turis asing yang ikut dalam Bau Nyale.Event ini disebut-sebut hanya ada di
Pulau Lombok. Pengalaman berharga saya bisa terlibat dalam event ini di tahun
2012 silam.
Kebetulan
saya sedang bertugas di Lombok Timur, maka sasarannya adalah Pantai Kaliantan.
Lokasinya bagian Selatan dari Kabupaten Lombok Timur. Jarak dari Kota Mataram
sekitar 72 kilometer. Untuk mencapai pantai ini tidak bisa dengan kendaraan
umum. Harus memakai kendaraan pribadi. Perjalanan dari Selong, pusat kota
Lombok Timur memakan waktu hampir dua jam. Menuju lokasi cukup melelahkan.
Kawasan ini pun terkenal panas luar biasa. Tapi, sebagai jurnalis apapun
kendala bisa dihadapi. Begitu sampai di Pantai Kaliantan menyaksikan topografi
pantai unik. Kombinasi teluk-teluk kecil dan beberapa bukit. Pantai Kaliantan
juga berpasir putih, namun agak kasar seperti butiran gula pasir. Istimewanya
dari pantai ini adalah pantai pasir putihnya yang bersih dan bebas sampah.
Maklum pantai ini tidak begitu banyak dikunjungi. Itu membuat pantai bersih.
Bau Nyale sendiri berlangsung dini hari. Sebelum festival itu dimulai, beragam
kegiatan digelar. Acara tradisional daerah ditampilkan oleh banyak anak muda.
Beberapa turis pun terlihat ikut menikmati beragam hiburan. Semua kegiatan
pengiring festival Bau Nyale ini tentu menjadi berita yang menarik.
Begitu acara usai, tanpa
menunggu lama saya mengetik semua berita. Saat itu saya berbekal handphone dan
BlackBerry (BB). Dengan dua nomor beda provider yaitu XL dan Telkomsel. Tidak
sampai satu jam, semua berita kegiatan Bau Nyale selesai. Dan masalah pun
muncul, saya tidak bisa mengirimkan semua berita. Handphone dan BlackBerry
tanpa sinyal. Sebagai jurnalis yang baru sebulan bertugas di Lombok Timur, saya
tidak pernah menduga kalau daerah bagian selatan minim sinyal. Apapun
providernya nihil sinyal. Saya dibuat bingung. Bertugas di media cetak harian,
tidak boleh telat mengirimkan berita. Apalagi acaranya besar dan nasional.
Untuk menuju kota sudah tidak mungkin, jaraknya cukup jauh. Disaat bersamaan
ribuan orang tumpah ruah, susah untuk bisa menerobosnya. Waktu menunjukkan
pukul 17.00 Wita. Deadline terus mengejar.
Semua serba nanggung.
Peluang bisa mengirimkan berita kian menipis. Sampai akhirnya muncul kabar baik
dari salah satu warga. Ditengah kepanikan saya, ada warga yang membantu. Warga
yang tinggal tidak jauh dari Pantai Kaliantan itu menyarankan saya naik ke
bukit. Warga menyebutnya dengan “bukit sinyal”. Saya mengikuti arahan dari
warga itu. Lokasinya tepat di pinggir pantai. Cukup tinggi untuk mencapainya.
Begitu tiba diatas, saya terkejut. Ada belasan warga yang sedang asyik dengan
handphone. Saya mengecek handphone dan BB. Senang bukan main, keduanya memiliki
sinyal. Berita bisa segera terkirim. Seandainya tidak ada “bukit sinyal”,
kegiatan Bau Nyale itu tidak akan muncul di koran. Peristiwa Pantai Kaliantan
ini juga memberi pengalaman berharga buat saya. Sebagai wartawan yang baru
masuk ke daerah baru, yang harus dicek pertama kali adalah keberadaan jaringan
telekomunikasi.(*)
|
Suasana di pinggir Pantai Kaliantan, Lombok Timur. |
Bukit Sinyal, itulah sebutan untuk perbukitan di pinggir Pantai Kaliantan |
0 10 komentar:
Post a Comment