Menuju Tiga Juta Wisatawan
Pariwisata NTB sedang dipuji. Provinsi NTB dianugerahi pesona wisata luar biasa. Destinasi wisata baik di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa seabrek. Keindahan spot wisata yang sudah kesohor terjaga cukup baik. Katakanlah di Pulau Lombok seperti Gili Trawangan, Pantai Senggigi, Pantai Kuta, Pantai Pink, Air Terjun Sendang Gila. Ikon utamanya tentu saja Gunung Rinjani. Sedangkan di Pulau Sumbawa ada Pulau Moyo, Pulau Satonda, Pantai Lakey, maupun Gunung Tambora. Layak bila dikatakan NTB sebagai surga kecil di muka bumi. Dalam kendali Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi pertumbuhan kunjungan pariwisata ke NTB meningkat cukup cepat. Diawal pemerintahan gubernur dua periode ini atau tepatnya tahun 2008 kunjungan wisatawan 544.501 orang. Meningkat pada 2015 menjadi 2.210.527. Lompatan yang cukup pesat. Lompatan yang terjadi tentu tak bisa dilepaskan dari keseriusan pemerintah mengurus pariwisata.
Pariwisata NTB sedang dipuji. Provinsi NTB dianugerahi pesona wisata luar biasa. Destinasi wisata baik di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa seabrek. Keindahan spot wisata yang sudah kesohor terjaga cukup baik. Katakanlah di Pulau Lombok seperti Gili Trawangan, Pantai Senggigi, Pantai Kuta, Pantai Pink, Air Terjun Sendang Gila. Ikon utamanya tentu saja Gunung Rinjani. Sedangkan di Pulau Sumbawa ada Pulau Moyo, Pulau Satonda, Pantai Lakey, maupun Gunung Tambora. Layak bila dikatakan NTB sebagai surga kecil di muka bumi. Dalam kendali Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi pertumbuhan kunjungan pariwisata ke NTB meningkat cukup cepat. Diawal pemerintahan gubernur dua periode ini atau tepatnya tahun 2008 kunjungan wisatawan 544.501 orang. Meningkat pada 2015 menjadi 2.210.527. Lompatan yang cukup pesat. Lompatan yang terjadi tentu tak bisa dilepaskan dari keseriusan pemerintah mengurus pariwisata.
Kiblat pariwisata Indonesia
masih ada di Bali. Pulau Lombok pun perlahan menjadi kiblat baru pariwisata. Kementerian Pariwisata Indonesia memberikan perhatian serius. Baik dalam bentuk dukungan anggaran ataupun kebijakan promosi. Bicara NTB, khususnya Pulau Lombok seperti melihat Bali
beberapa puluh tahun silam. Perlahan namun pasti, pariwisata menjadi urat nadi
utama di Pulau Dewata. Bagaimana dengan di NTB? Sebagai warga yang tinggal dan
bekerja di NTB, perubahan itu terlihat nyata. Sektor infrastruktur pendukung
pariwisata terus dibenahi. Mulai dari kondisi destinasi sampai akses
pariwisata. Termasuk sokongan kegiatan atau event pariwisata berkala yang rajin
digelar. Pada ruang yang lebih luas, sektor jasa perdagangan mendapat berkah.
Jumlah hotel terus bertambah. Travel agen semakin menyebar. Rumah makan dan
kafe-kafe bertebaran. Efek domino dari perkembangan pariwisata. Tingkat
kunjungan pariwisata NTB ditarget Kementerian Pariwisata Indonesia menyentuh 3
juta kunjungan pada 2016. Target pusat itu diaminkan oleh Gubernur TGH M Zainul
Majdi. Bukan hanya wisata konvensional semata. NTB berani membangun brand baru
untuk menarik wisatawan dari Timur Tengah. Yaitu wisata halal. Tahun lalu Lombok
jadi salah satu pemenang World Halal Travel Awards 2015 di Abu Dhabi, UEA.
Sejak menang penghargaan, kunjungan turis Timur Tengah pun meningkat. Pencapaian
tersebut di-follow up dengan penyediaan tempat-tempat wisata halal Meminjam
istilah TGH M Zainul Majdi, wisata halal adalah menambah segmen baru dalam
pariwisata. Indonesia belum pernah serius, NTB siap menjadi provinsi pertama
membangun wisata halal. Wisatawan muslim lebih nyaman ketika berwisata.
Restoran mendapat sertifikasi halal. Guide rapi dan mulia. Dan menjadi orang
jujur. (Gubernur NTB di Mata Najwa)
Tahun ini pun Dinas Pariwisata NTB berjuang untuk meraih penghargaan halal tingkat nasional. Hasilnya ada empat
penghargaan wisata halal yang diraih NTB. Diantaranya Novotel Lombok Resort & Villas, Lombok Tengah
NTB (Resort Ramah Wisatawan Muslim Terbaik). Ero Tour Sumbar ( Biro
Perjalanan Wisata Halal Terbaik). Wonderful Lombok Sumbawa (www.wonderfullomboksumbawa.com), NTB (Website Travel Ramah Wisatawan Muslim Terbaik). Kawasan
Lembah Sembalun, Lombok Timur NTB (Destinasi Bulan Madu Ramah Wisatawan Muslim
Terbaik).
Setiap pencapaian tak selalu sempurna. Ada kendala yang mengganjal. Ditengah geliat pariwisata Provinsi NTB ada dua hal yang kerap menjadi persoalan. Pertama, sengketa lahan pariwisata. Kedua, soal illegal logging (perusakan hutan). Kedua persoalan ini terlihat berbeda, namun sesungguhnya memiliki pertalian darah. Dua hal ini yang sepanjang Oktober menjadi pembahasan serius. Pemberitaan di media massa silih berganti soal sengketa lahan dan illegal logging. Dua masalah yang sebenarnya sudah terjadi cukup lama. Namun setiap tahun berulang-ulang terjadi lagi. Baik dengan lokus yang sama maupun di lokasi berbeda. Sengketa lahan dan illegal logging dua masalah yang berkelindan, dengan efek domino sangat luas. Melibatkan pemerintah, aparat, dan masyarakat. Implikasi kedua hal ini juga memberi manfaat bagi pariwisata bila stakeholder terkait, utamanya Pemerintah Provinsi NTB mau serius mengurai.
Setiap pencapaian tak selalu sempurna. Ada kendala yang mengganjal. Ditengah geliat pariwisata Provinsi NTB ada dua hal yang kerap menjadi persoalan. Pertama, sengketa lahan pariwisata. Kedua, soal illegal logging (perusakan hutan). Kedua persoalan ini terlihat berbeda, namun sesungguhnya memiliki pertalian darah. Dua hal ini yang sepanjang Oktober menjadi pembahasan serius. Pemberitaan di media massa silih berganti soal sengketa lahan dan illegal logging. Dua masalah yang sebenarnya sudah terjadi cukup lama. Namun setiap tahun berulang-ulang terjadi lagi. Baik dengan lokus yang sama maupun di lokasi berbeda. Sengketa lahan dan illegal logging dua masalah yang berkelindan, dengan efek domino sangat luas. Melibatkan pemerintah, aparat, dan masyarakat. Implikasi kedua hal ini juga memberi manfaat bagi pariwisata bila stakeholder terkait, utamanya Pemerintah Provinsi NTB mau serius mengurai.
Sengketa Lahan Ancaman Pariwisata
Dalam membangun pariwisata, pemerintah NTB tak
bisa berjalan sendiri. Butuh pemodal. Investor inilah yang menjadi pelumas
pembangunan pariwisata. Mereka hadir membangun hotel, resort, villa, restoran,
maupun kafe. Pemodal memang telah membuka lapangan pekerjaan baru. Mengentaskan
pengangguran. Membangkitkan ekonomi daerah. Tapi, belum semua pemodal memiliki
kepedulian seperti itu. Masih dijumpai
pemodal yang mementingkan urusan pribadinya. Hal ini kemudian yang memicu
beragam gesekan di tempat wisata. Muncul riak-riak pertikaian antara pemodal
dengan warga. Tanah pariwisata yang “manis” itu kerap menjadi sumber
pertikaian.
Mengenai kebijakan yang salah dalam hal pertanahan dalam beberapa hal diatas Dosen
Universitas Mataram Profesor Zainal Asikin menyampaikan masukannya dalam jurnal
dinamika hukum. Tulisan dengan judul,” Penyelesaian Konflik Pertanahan Pada
Kawasan Pariwisata Lombok (Studi Kasus Tanah Telantar di Gili Trawangan) yang
diterbitkan 2014 silam. Dan apa yang terjadi di Gili Trawangan nyatanya terjadi
pula di kawasan lain di Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa. Dalam tulisan ini mengambil beberapa konflik agrarian
yang menyedot perhatian:
-Konflik Gili Trawangan
(Gili Trawangan, Lombok Utara) |
Siapa tidak kenal Gili Trawangan di Lombok Utara.
Pesonanya luar biasa. Nama pulau ini tidak hanya terkenal di nasional. Gili
Trawangan ikut menyedot perhatian dunia internasional. Investor berduyun-duyun
mengambil bagian tanah di Gili Trawangan. Di gili menawarkan pantai yang indah.
Bebas polusi, karena tidak ada kendaraan bermotor. Lainnya bisa menyaksikan
penangkaran penyu. Keistimewaan pulau ini membuat wisatawan asing terpikat.
Tidak hanya langsung datang melalui Lombok. Banyak wisatawan asing berangkat
dari Bali. Ada fast boat atau kapal cepat yang disiapkan travel and tour dari
Bali ke Gili Trawangan. Pemodal kakap membangun hotel, villa, resort, restoran,
dan kafe di gili. Mereka melihat potensi uang yang besar. Bak api dalam sekam,
dalam pertumbuhan geliat pariwisata gesekan antara warga dengan pemodal
pariwisata tidak kunjung reda. Persoalan pertanahan terus saja terjadi.
Beberapa kali antara pemilik usaha dengan warga setempat terlibat perseteruan.
Kasus hukum pun terjadi. (Sengketa Gili Trawangan)
(Pantai Tanjung Aan bagian dari Mandalika Resort) |
Lahan Mandalika Resort di Lombok Tengah. Lahan ini digarap
oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau PT Indonesia Tourism Development
Corporation (ITDC). Bila berkunjung kesana, pesona pantai menjadi tawaran
menggiurkan. Pemerintah pusat sudah menetapkan Mandalika sebagai Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 tahun 2014. Dalam
beberapa kali kedatangan Presiden Joko Widodo ke NTB di tahun 2015, Gubernur
NTB selalu mengingatkan soal tindaklanjut dari pengelolaan Mandalika Resort. Di
lahan Mandalika masih terkendala sengketa lahan. Dari 1.245 hektare lahan yang
direncanakan, hanya 1.035 hektare yang sudah dalam status clear and clean.
Sisanya seluas 135 hektare, masih diklaim milik masyarakat. Kemudian 54,5
hektare masih belum dibebaskan, dan 19,6 hektare merupakan lahan bermasalah dan
bersengketa di pengadilan. Kecantikan Mandalika dengan beberapa pantainya
seperti Kuta, Serenting, Aan Beach, dan Gerupuk Beach sudah dilirik investor
yakni MNC dan Gobel internasional. Mereka menyatakan komitmen untuk bermitra
dengan ITDC. Sederet operator hotel ternama dunia juga bersedia mengelola hotel
di kawasan ini, antara lain Intercontinental, Club Med, dan Marriot. Program pengembangan Mandalika Resort oleh pemerintah pusat tak bakal berjalan lancar, manakala sengketa lahan masih saja jadi kendala.(Protes lahan Mandalika Resort)
K -Konflik Hutan Sekaroh
(Pantai Pink di Lombok Timur) |
Tahu dimana lokasi pantai dengan pasir berwarna
pink? Datang saja ke Pulau Lombok tepatnya di Lombok Timur. Di Desa Sekaroh,
Kecamatan Jerowaru ada pantai yang elok. Pantai langka berpasir pink itu oleh
warga sekitar dahulu dikenal dengan Pantai Tangsi. Bukan hanya Pantai Tangsi,
ketika bertandang ke kawasan ini beberapa ratus meter, bisa menikmati pesona
Tanjung Ringgit. Tanjung yang langsung menghampar ke Samudera Hindia.
Peninggalan sejarah seperti meriam dan gua Jepang bisa didapati. Panorama yang
ditawarkan cukup lengkap. Ketika pertama kali datang ke kawasan ini 2012 silam,
kondisinya masih memprihatinkan. Jalur menuju pantai rusak. Sekarang kondisinya
sudah berbeda, jalur menuju pantai sudah lebih baik. Begitu menjadi atensi
banyak pihak, Pemerintah NTB langsung memberikan perhatian. Sebelum tiba di
Pantai Pink, pengunjung akan melalui Hutan Sekaroh. Hutan luas yang dahulu
mendapat perhatian dari pemerintah Jepang. Sekarang sengketa lahan terjadi
disana. Hutan Lindung Sekaroh sejak 2014. Ada temuan sertifikat hak milik (SHM).
Tanah-tanah tersebut terbit sekitar tahun 2001 hingga 2002. Padahal kawasan
hutan Sekaroh sudah dikukuhkan sebagai hutan lindung sejak tahun 1982. (Tanah Hutan Sekaroh Bersertifikat)
Selain tiga konflik agraria yang menyasar sektor
pariwisata diatas. Masih banyak lagi konflik agraria lahan-lahan wisata yang
terjadi di kabupaten/kota di NTB. Potensi konflik itu akan terus muncul. Selain
masalah sengketa tanah “manis” yang lama itu, kasus baru kemungkinan besar
bakal terus terjadi. Ada beberapa faktor penyebab konflik petanahan itu
terjadi menurut Prof Zainal Asikin. Pertama, karena kebijakan yang keliru dalam
bidang pertanahan. Seperti di Gili Trawangan pemberian hak guna usaha (HGU) ke ada
anak pejabat. Hal ini kemudian yang membuat tanah HGU terlantar. Setelah tanah
terlantar ada tindakan spekulatif terhadap tanah itu. Tanah pariwisata tidak
dikelola secara efektif. Kedua, pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional
(BPN) sebagai institusi yang menerbitkan sertifikat tanah. Tindakan hukum dan
penyelesaian tanah terlantar tidak dilakukan secara tegas. Ketiga, terjadi
kecemburuan sosial. Pemberian HGU bernuansa kolusi dan nepotisme karena hanya
menyasar anak-anak pejabat dan pengusaha tertentu. Masyarakat merasa diabaikan.
Keempat, kurang bertanggungjawabnya pemegang HGU melaksanakan
kewajiban-kewajibannya mengelola tanah tersebut. Pemegang HGU malah mengalihkan
ke orang lain. Kelima, tidak jelasnya perlindungan hukum yang diberikan kepada
rakyat yang sudah turun-temurun menggarap lahan. Pemerintah tidak mengakomodir
masyarakat yang sudah menggarap memperoleh hak atas tanah. Keenam, disaat suhu
konflik pertanahan kian menguat, aparat sering berada di kubu pengusaha.
Maraknya Illegal Logging
Indonesia mendapat anugerah
luar biasa dari Tuhan dalam hal vegetasi. Hutan di Indonesia sampai dikatakan
sebagai paru-paru dunia. Yang terjadi setiap tahun hutan-hutan ini dibabat.
Lahan dengan pohon tinggi menjulang diubah menjadi kebun-kebun luas. Ditambah
lagi rendahnya kesadaran masyarakat. Dengan mudah mereka menebang pohon untuk
diambil kayunya. Pohon yang butuh waktu puluhan tahun untuk tumbuh, lenyap
dalam beberapa jam dengan gergaji-gergaji liar pembalak. Betapa kita tidak
menyadari sedang bermain api. Sekarang dada kita boleh membusung karena luasnya
hutan. Cerita mengerikan kemakmuran berujung nestapa berulang kali terjadi di
belahan bumi. Di NTB vegetasi-vegetasi itu digerogoti secara liar. Beragam
sebab membuat kayu-kayu itu dilibas. Kondisinya semakin memprihatinkan.
Pemerintah sudah berbuat, aparat sudah bertindak, masyarakat sudah ikut
membantu, lalu apa lagi? Komitmen. Jelas ini persoalan serius. Bukan saja
menjadi tanggung jawab pemerintah semata. Aparat penegak hukum dan masyarakat
harus peduli dengan hal ini.(Kondisi Hutan di NTB)
Sebagai studi kasus yang
terjadi di Lembah Sempaga, Lombok Barat. Hutan Kemasyarakatan (HKM) dan Taman
Hutan Raya (Tahura) Nuraksa di Narmada tidak hanya menyajikan buah-buahan, kayu
juga tumbuh subur diatas lahan ratusan hektar itu. Sayangnya, kayu yang menjadi
sumber mata air sering dicuri. Kayu dengan usia puluhan tahun itu ditebang
sesaat. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sementara. Hutan berperan sebagai
penjaga ekosistem, penyangga udara, dan penampung air. Kemudian karena
keuntungan pribadi, pembalak liar ini merusak masa depan lingkungan. Dalam
beberapa cerita yang penulis dapatkan, penebangan kerap kali dilakukan oleh
orang dari luar daerah. Warga setempat menjadi penunjuk jalan untuk penebangan
liar. Parahnya setelah pohon itu tumbang tidak dilakukan penanaman ulang. Lahan
bekas pohon beralih fungsi menjadi ladang atau kebun. Pohon kayu berganti
pisang dan singkong.
Prof Jared Diamond dalam
bukunya berjudul Collapse (Runtuhnya Peradaban-peradapan Dunia) menjadi
rujukan. Orang-orang Nors di daratan Eropa beruntung menemukan bentang alam
yang tidak pernah ditebangi, atau digunduli ternak. Iklim sedang relatif lembut.
Semua keunggulan awal itu pada akhirnya merugikan Nors. Penyebabnya mereka
sendiri. Nors tanah hijau merusak lingkungannya dengan tiga cara, menghancurkan
vegetasi alam, menyebabkan erosi tanah, dan mengambili tanah rerumputan. Begitu
tiba, mereka membakar daerah pepohonan untuk membuka padang penggembalaan,
kemudian menebang sebagian pohon yang tersisa untuk bahan bangunan dan kayu
bakar. Pohon tidak bisa beregenerasi karena disantap dan diinjak ternak, terutama pada musim dingin, ketika
tumbuhan paling rentan tidak sedang tumbuh. Penelitian Profesor Geografi dan
Ilmu Kesehatan Lingkungan di University of California ini cukup menarik
dikulik. Dan tentu saja, diambil manfaat untuk di terapkan di Indonesia
khususnya di Provinsi NTB.
“Bangsa Nors
tanah hijau merusak lingkungannya dengan tiga cara, menghancurkan vegetasi
alam, menyebabkan erosi tanah, dan mengambili tanah rerumputan” Jared Diamond
Potensi Kembangkan Ekowisata
Wisata hutan di NTB sangat
layak untuk dikembangkan. Ada manfaat yang begitu luas ketika hutan tersebut
terjaga dengan baik. Kearifan lokal masyarakat terpelihara. Alam terjaga. Dan
tentu saja ekosistem diberkahi. Ada banyak potensi wisata hutan. Dalam tulisan
ini menjabarkan beberapa titik. Gagasan soal memaksimalkan potensi wisata hutan
ini sudah tercetus cukup lama. Ketika penulis bersama seorang Dosen Kehutanan Universitas
Mataram Indriyatno bertandang ke Perbukitan Pelolat, Desa Batulayar, Kecamatan Batulayar.
Desa di puncak bukit ini masih memiliki tutupan lahan. Pepohonan tumbuh
menjulang. Suasananya masih cukup asri. Mata pencarian masyarakat budidaya
lebah madu, anyam ketak (kerajinan), dan menyadap aren untuk membuat gula
merah. Kawasan ini patut mendapat perhatian serius. Alasannya, jaraknya hanya selemparan
batu dengan kawasan wisata Senggigi, Lombok. Cukup mudah untuk menarik minat
kunjungan wisatawan. Dengan catatan ada intervensi dan konsep dari pemerintah. Termasuk
menggandeng pelaku pariwisata di Senggigi untuk ikut terlibat. Turis yang
datang bisa diajak berkeliling ke dalam hutan. Wisatawan asing cukup gemar
dengan hal-hal yang berbau natural.
Tidak banyak yang tahu
proses madu terjadi. Wisatawan bisa diajak turun langsung melihat prosesnya.
Jenis lebah, cara budidaya, sampai cara menghasilkan madu bisa diketahui. Warga
kawasan ini sudah banyak yang tertarik mengembangkan lebah madu. Potensi
menjaga keberlangsungan panen madu bisa dilakukan. Tidak hanya di sekitar
rumah, peternakan lebah madu dilakukan hingga di tengah hutan.
Anyaman ketak. Rerumputan
bahan untuk anyaman bisa tumbuh di kawasan ini. Jenisnya memang sedikit berbeda
dibanding kawasan lain di Pulau Lombok. Lebih kecil. Ketak bisa dianyam menjadi
beragam barang. Mulai topi, tas, sampai keranjang, dan berbagai kerajinan
lainnya. Anyaman ketak di beberapa wilayah yang sudah lebih dahulu ada,
diminati wisatawan. Tidak biasa di kawasan hutan, wisatawan bisa langsung
melihat lokasi budidaya.
Suka gula merah? di
Perbukitan Pelolat mata anda bisa langsung menyaksikan prosesnya. Ibu rumah
tangga lihai memainkan tangannya mengaduk-aduk air nira menjadi gula. Pohon
aren di kawasan ini cukup banyak. Ingin melihat proses penyadapan aren,
pengolahan nira, dan pembuatan gula semuanya bisa dirasakan.
Tiga contoh diatas hanya
satu lokus yang terjadi di Perbukitan Pelolat. Setiap daerah dengan tutupan
vegetasi lebat lainnya di NTB masih mudah untuk dijumpai. Tinggal merancang
kearifan lokal beserta kebiasaan masyarakat setempat untuk menjadi hal yang
menarik. Menurut Indriyatno konsep ini dinamakan sebagai ekowisata. Dimana bentuk wisata yang bertanggungjawab
terhadap kelestarian area yang masih alami (natural aren), memberi manfaat
secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat.
Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk wisata alam.
"Ekonomi masyarakat bergulir dan alam bisa terjaga. Hal negatif seperti perusakan hutan bisa dihindari, itu tujuan ekowisata," katanya.
Ekowisata Menguntungkan Semua Pihak
"Ekonomi masyarakat bergulir dan alam bisa terjaga. Hal negatif seperti perusakan hutan bisa dihindari, itu tujuan ekowisata," katanya.
Ekowisata Menguntungkan Semua Pihak
Melihat konsep ekowisata
diatas, tak boleh dipandang remeh. Provinsi NTB harus memandang konsep ini
sebagai peluang. Intervensi ekowisata ini memang tak melulu tanggung jawab
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar). Ekowisata juga bagian dari kendali
Dinas Kehutanan NTB. Pembangunan fasilitas wisata di Aik Nyet Sesaot (Kabupaten
Lombok Barat) salah satu sasaran penataan destinasi. Lokasi ini berada Hutan
Kemasyarakatan (Hkm) Sesaot. (Penataan Aik Nyet)
Penataan oleh Pemerintah
Provinsi NTB terbukti membawa dampak cukup bagi desa, lingkungan maupun
masyarakat. Beberapa hari lalu penulis bertandang kesana, luar biasa ramai dan
padat. Perubahan terlihat nyata di fasilitas yang ada di Hutan Sesaot. Begitu
tiba di lokasi parkir, kendaraan sudah membanjir. Beberapa kali datang kesini,
baru sekarang terlihat begitu ramai. Sebelumnya, ketika tiba di tempat ini
harus melalui jalan-jalan terjal. Sekarang sudah ada tangga kayu. Melewati
lebatnya vegetasi di hutan ada jalur disiapkan. Pengunjung yang datang dari
kota, tentu merindukan suasana ini. Ditengah lebatnya hutan kesejukan terasa.
Ditengah hutan pengunjung disambut ayunan. Sama seperti tangga kayu dan jalur
ditengah hutan, ayunan wisata alam ini juga baru baru dibangun. Beranjak dari
sana pengunjung akan disambut mata air jernih. Suasana sekitarnya sudah
berubah. Berugak tertata rapi. Disiapkan pula tempat duduk pengunjung. Jumlah
pedagang di sekitar mata air meningkat drastis. Dahulu di sekitar mata air
jumlah pedagang sedikit. Selain itu, di sekitar mata air sudah dibangun lebih
bagus. Mata air ini memancar deras karena vegetasi dijaga oleh warganya. Penulis pernah membuat tulisan
soal kecintaan warga sekitar pada Hutan Sesaot.(Warga Mencintai Hutan Sesaot)
Sudirman pedagang
setempat cukup gembira dengan peningkatan pengunjung di Hutan Sesaot. Pria asal
Lingsar, Lombok Barat ini mengakui dampak nyata dari penataan destinasi wisata.
Pertumbuhan jumlah kunjungan diikuti pula oleh jumlah pedagang.
“Dahulu disekitar
sini (mata air) sedikit pedagang. Sekarang banyak sekali,” katanya.
Disebutkan, sebelum
penataan sekitar Aik Nyet rerata pendapatan sehari berjualan saat ramai sekitar
Rp 300 ribu. Sekarang setelah ada perbaikan, ketika ramai pendapatan berjualan
naik sampai dua kali lipat. Peningkatan itu karena memang jumlah pengunjungnya
meningkat jauh. Rombongan wisata dari luar daerah semakin menggemari keasrian
Aik Nyet. Dahulu yang datang berwisata lebih banyak dari kalangan anak muda.
“Mereka senang
sekali. Sekarang kondisinya bagus sekali kata mereka,” sambungnya.
Ditambahkan, dampak
penataan di dalam hutan dari kabar yang diterima akan kembali berlanjut di
tahun 2017. Diyakini bila fasilitas dalam hutan terus diperhatikan dan
ditambah, jumlah pengunjung pariwisata bisa lebih banyak lagi.
“Kita yang pedagang
senang mas,” ucapnya.
Pedagang lainnya, Inaq Minah menyebut hutan sudah memberi warga
kehidupan sejak lama. Kehidupan yang dimaksud bukan hanya soal berdagang. Ia
yang kebetulan warga Desa Buwun Sejati, desa sekitar hutan merasa banyak menerima
manfaat dari adanya hutan. Selain mendapat manfaat tumbuhan dari sekitar hutan,
pohon yang terjaga dengan baik memberikan air jernih yang mengalir terus.
“Kalau di Lembah
Sempaga (Tahura Nuraksa) itu sudah habis, kami warga tidak mau itu terjadi,”
ceritanya.
Hal ini yang membuat
warga lingkar hutan, mencintai hutan. Ketika ada orang luar masuk ke dalam
hutan mereka akan tanyakan. Bahkan, ada pohon tumbang saja warga langsung
keluar hutan untuk meninjau.
“Kita (warga) tidak
mau kecolongan, ada yang mencuri pohon,” sambungnya.
Bagi desa kemajuan
pariwisata di Aik Nyet ikut dirasakan. Ketika masuk ke hutan ada sumbangan ke
desa. Pengunjung yang ingin masuk hutan membayar Rp 3 ribu. Pemasukan uang dari
pengunjung dibagi untuk desa, untuk tempat ibadah, dan urusan kepemudaan.
Lahan Beres, Ileggal Logging Terhenti
Persoalan sengketa agraria
yang terjadi di NTB tidak boleh dibiarkan terlalu berlarut-larut. Pemerintah
daerah harus menyegerakan tindakan nyata. Pemerintah kabupaten/kota yang ada di
depan lebih intensif diajak komunikasi. Persoalan sengketa agraria ini seperti
bom waktu dengan ledakan berulang. Kajian dan analisa dari berbagai pihak
hendaknya menjadi pertimbangan matang. Persoalan sengketa lahan pariwisata saat
ini adalah masalah lama yang terus berulang.
Untuk di Gili Trawangan ada
dua saran dari Prof Zainal Asikin. Pertama, apabila masyarakat yang telah
bertahun tahun menempati lokasi tanah tersebut diberikan kepastian hak untuk
mengelola lahan tersebut sehingga memenuhi prinsip kesejahteraan(wefare),
keadilan (equity), pemanfaatan secara optimal (efficiency) dan keberlanjutan
(sustainability). Kedua, pemilihan badan usaha yang akandiberikan HGU maupun
HGB oleh pemerintah pada tanah tanah pariwisata harus dilakukan secara selektif
dan transparan oleh
Hal ini juga bisa diberlakukan di Mandalika
Resort. Sampai saat ini pembicaraan dengan masyarakat terus dilakukan.
Menempatkan kedudukan yang sama bagi pemilik lahan. Mengutamakan investasi
namun tidak membiarkan masyarakat tersakiti. Menempatkan
kedudukan yang sama bagi pemilik lahan. Mengutamakan investasi
namun tidak membiarkan masyarakat tersakiti. Pemerintah Kabupaten Lombok
Tengah akan terlibat dalam proses pengukuran lahan ulang. Dengan begitu
masyarakat tidak lagi protes dengan pengembangan Mandalika Resort.(Lahan Diukur Ulang)
Mengenai Hutan Sekaroh
sendiri, tidak serumit di Gili Trawangan dan Mandalika Resort. Sudah jelas ada
pelanggaran terjadi di kawasan hutan. Ombudsman NTB sudah meminta untuk
pembatalan sertifikat yang telah diterbitkan. Dasarnya jelas, hutan Sekaroh
dikukuhkan menjadi hutan tahun 1982 dan berita acara tata batas kawasan hutan
1994, namun sertifikat tetap terbit meski sudah ditetapkan menjadi hutan
lindung. (Sertifikat Lahan Hutan Dicabut)
Selain
hal-hal tersebut,
komunikasi massif mengenai pariwisata perlu lebih ditingkatkan kepada
masyarakat. Pariwisata yang melaju pesat, belum diimbangi pola piker
masyarakat.
Rasa memiliki itu tumbuh bila masyarakat sering digandeng dan diberi
pandangan
mengenai dunia pariwisata. Tidak semua warga memang yang belum melek
pariwisata. Jumlahnya memang tidak sebanyak yang sudah paham tentang
pariwisata. Menggaungkan Sapta Pesona Pariwisata. Yaitu keamanan,
ketertiban,
kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan, dan kenangan. Pendampingan
pada warga yang abai pada pariwisata ini harus dilakukan. meski upaya
tersebut tidak berjalan dengan baik, pemerintah tidak boleh kalah.
Bukan hanya
pemerintah saja, pemodal atau pengusaha harus didorong oleh pemerintah daerah
lebih banyak melakukan pembicaraan dari hati ke hati dengan warga. Utamanya
warga yang ada di lingkar pariwisata. Secara psikologis tentu ada masalah,
ketika dalam geliat pariwisata yang tumbuh ada disparitas sosial. Di lingkar
pariwisata masih didapati keluarga miskin, pendidikan rendah, dan pengangguran.
Alokasi dana corporate social responsibility (CSR) untuk warga lingkar
pariwisata harus diutamakan.
Maraknya illegal
logging yang terjadi di Provinsi NTB menjadi atensi dari semua pihak. Kesadaran
menjaga lingkungan ditumbuhkan bersama. Salah satu pendekatan yang dilakukan
seperti yang terjadi di Hutan Sesaot, nyatanya memiliki bukti yang jelas. Membawa
manfaat bagi warga setempat, hutan terjaga dengan baik. Malah warga sekitar hutan
menjadi pelindung terdepan. Nyatanya ekowisata bisa menjaga tetap
berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan. Melindungi
keanekaragaman hayati. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan
ekosistemnya. Potensi ekowisata di NTB belum tergarap maksimal.Bila
diperhatikan serius, ekowisata pun akan menjadi salah satu sumber destinasi
wisata. Semoga pemerintah pusat serius memikirkan soal sengketa lahan dan illegal logging. Kemajuan pariwisata di NTB bakal terhambat ketika persoalan yang ada diabaikan atau dianggap tak ada.
“Kesuksesan pariwisata terbesar adalah ketika Pemerintah, pemodal, masyarakat, dan Alam bisa bergandengan tangan”
“Kesuksesan pariwisata terbesar adalah ketika Pemerintah, pemodal, masyarakat, dan Alam bisa bergandengan tangan”
0 10 komentar:
Post a Comment