SAAT hujan kerap turun seperti
ini, dengan mudah kita jumpai sampah berserakan saluran air. Sampah tersebut
meluber hingga ke jalan raya. Ini masalah tahunan yang tidak kunjung usai.
Sampah membuat pemandangan tidak elok. Sebagus apapun pembangunan kota, kalau
masih banyak sampah, tidak enak dipandang.
Sampah yang masih berserakan
ini, bukan berarti tidak diangkut pemerintah. Tidak semua sampah rumah tangga,
bisa terangkut oleh pasukan kuning. Sampah yang tidak terangkut inilah kemudian
yang bertebaran saat hujan. Dengan volume sampah yang tinggi, mustahil bisa
terangkut semuanya. Selain keterbatasan armada, tenaga kebersihan tidak bisa
menyapu hingga masuk ke lingkungan.
Salah satu contoh di Kota
Mataram, dengan jumlah sampah sekitar 1.300 meter kubik lebih, hanya 80 persen lebih
terangkut. Sisanya itu yang kemudian bertebaran. Dinas Kebersihan Kota Mataram
tetap rajin membeli kendaraan baru setiap tahun. Sayang, begitu ada kendaraan
baru datang, maka kendaraan yang lama harus diistirahatkan. Penambahan armada
hanya berpola tambal sulam.
Gaya penanganan sampah banyak
daerah di Indonesia memang masih konvensional. Angkut dan buang. Belum ada
terobosan secara masif di masyarakat untuk penanganan sampah. Ada memang yang
mengolah sampah organik menjadi pupuk. Beberapa kelompok pun membuat pengolahan
sampah anorganik menjadi beragam kerajinan mulai tas, taplak meja, sampai
beraneka model dompet. Sayang, pengolahan itu masih terbatas, baru pada tataran
yang kecil.
Melihat tingginya pertumbuhan
sampah rumah tangga, terutama di perkotaan. Pola angkut buang sudah ketinggalan
zaman atau kuno. Meski anggaran pengelolaan sampah terus ditambah setiap tahun,
tetap selalu kurang. Tidak tepat juga bila urusan sampah menyedot anggaran
besar. Masih banyak sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan yang lebih
penting butuh anggaran.
Menggerakkan masyarakat dalam
pengelolaan sampah, menjadi langkah maju. Sampah dipandang sebagai barang
berharga. Mengolahnya menjadi produk bermanfaat. Tentu saja bisa menghasilkan
uang. Orientasi menggerakkan sektor ini berlum berjalan terpadu. Pergerakan
pengelolaan sampah masih parsial. Kalaupun terjadi hanya karena ada anggaran.
Setelah anggaran habis, tuntas pula pengelolaan sampah.
Jauh lebih besar manfaatnya
bila sampah tidak begitu saja dibuang, diolah secara berkelanjutan. Bukan dalam
lingkup besar berupa kelompok. Sampah dikelola dari bagian terkecil yaitu rumah
tangga. Sampah organik sisa makanan dikelola menjadi pupuk yang bermanfaat
untuk tanaman. Sedangkan anorganik dimanfaatkan untuk beragam keperluan rumah
tangga. Bila ada ratusan rumah tangga di perkotaan menerapkan ini, akan luar
biasa. Ini bukan hal mustahil.(*)
Saya sangat setuju mas! :)
ReplyDelete