Masyarakat tentu belum lupa tentang standar-standar sekolah. Salah satu
yang menjadi perbincangan adalah rintisan sekolah berstandar internasional
(RSBI). Belakangan RSBI dihapuskan oleh pemerintah, setelah ada judicial review
di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ya, bagi yang punya anak di sekolah umum dan RSBI, tentu tahu bedanya.
Sekolah umum, dianggap sebagai sekolah yang biasa-biasa. Meski ada siswa paling
pintar di sekolah itu, dianggap tidak terlalu spesial. Beda dengan di RSBI,
begitu ada siswa berprestasi maka gaungnya begitu besar. Sekolah RSBI memang
erat kaitannya dengan sekolah elit. Kenapa dibilang sekolah elit? Kebanyakan
yang bisa masuk disana anak orang mampu. Kalaupun ada siswa miskin hanya segelintir.
Itupun mereka masuk karena pintar dan ada beasiswa.
Kehadiran RSBI dan non RSBI, diistilahkan memunculkan kasta pendidikan.
Tentu saja, RSBI berada di kasta tertinggi. Kasta ini pula yang membuat ada
salah orientasi berpikir. Ada kecenderungan siswa-siswa asal RSBI berlaku
superior dan merasa paling hebat. Padahal bila diadu secara intelektual, banyak
juga anak-anak RSBI yang “biasa” saja. Sudah tepat, bila kemudian keberadaan
RSBI kemudian ditiadakan.
Sekarang muncul lagi istilah sekolah percontohan. Disebutkan, sekolah itu
disebut sekolah model. Nantinya di setiap kabupaten/kota bakal memiliki sekolah
model semua jenjang, dari SD-SMA. Sampai saat ini memang belum dijelaskan
detail seperti apa konsep sekolah model. Namun, tersirat di dalamnya, sekolah
model ini juga bakal menjadi sekolah percontohan. Tidak sembarangan sekolah
dipilih. Seleksi menjadi sekolah model cukup ketat. Selain mutu pendidikan,
guru di sekolah, input sekolah bakal diperhatikan.
Dalam pengajaran di sekolah, tidak lagi mengandalkan pola konvensional.
Bukan lagi guru menerangkan siswa mendengar. Ada istilah kelas digital, siswa
pun ikut terlibat mencari tahu setiap pelajaran yang diterima. Konsep sekolah
model menekankan supaya siswa lebih aktif dan kreatif. Sekolah model ini
kemudian diharapkan menjadi contoh bagi sekolah lain. Sekolah tersebut ikut
membina sekolah yang masih kurang optimal dalam pendidikan.
Jika melihat konsep awal yang diinginkan oleh pemerintah pusat ini,
sebenarnya tidak jauh berbeda ketika dahulu RSBI dicetuskan. Sampai pusat
secara khusus memberi anggaran untuk sekolah berstandar internasional. Harapan
pemerintah, supaya sekolah itu menularkan pada sekolah lain, kemudian
melahirkan output siswa yang luar biasa. Sayang, dalam praktiknya RSBI malah
menjelma menjadi sekolah di puncak gunung es. Sulit dijangkau dan sukses
sendirian. Semoga saja, hajat sekolah model tersebut sesuai dengan yang
diinginkan. Tidak lagi menghadirkan kasta pendidikan gaya baru.(*)
0 10 komentar:
Post a Comment