DUNIA guncang
dengan aksi brutal di Paris, Prancis. Perhatian tercurah karena aksi pengeboman
dan penembakan menewaskan ratusan orang. Terjadi tragedi kemanusiaan. Aksi
tersebut dituding merupakan balasan atas meninggalnya tokoh ISIS, organisasi
yang selalu dikait-kaitkan dengan islam. Kejadian di Paris memang memilukan.
Tapi, menjadi tidak tepat saat kejadian tersebut dikait-kaitkan dengan agama.
Pemeritaan
internasional yang beredar memang bikin begidik. Bagaimana dalam satu negeri teror berlangsung beruntun.
Amunisi yang digunakan mulai dari bom sampai senapan AK-47. Sasarannya tempat
keramaian mulai kawasan sekitar stadion sampai gedung musik. Ini yang membuat
jumlah korban jiwa baik yang meninggal maupun luka-luka cukup banyak.
Aksi teror selalu
disematkan dengan islam. Bila ada kejadian yang merenggut nyawa, maka disebut
islam tengah “berjihad”. Padahal islam tidak pernah mengajarkan kekerasan
dengan jihad. Ada banyak kategori untuk berjihad. Jihad tidak bisa dimaknai
dengan pikiran sendiri.
Kembali pada
kejadian Paris, lagi-lagi dunia memberi sorotan terhadap islam. Pemberitaan
internasional pun seolah membangun stigma, bahwa kekerasan adalah islam.
Tragedi yang membuat semua negara mengutuknya. Informasi seolah digiling begitu
hebat dan masif, dengan menyebut sebelum aksi pelaku teror sempat
mengumandangkan takbir.
Jika berkaca pada
tragedi di Prancis, agama sedang menjadi komoditi internasional. Dibangun citra
mereka yang beragama tidak selalu baik. Tentu saja, soal komoditi agama ini
tidak hanya menyasar islam semata, namun semua agama. Isu soal agama dianggap
sesuatu yang seksi.
Sesungguhnya tidak
ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan. Agama hadir untuk memberi
kedamaian. Mereka yang beragama memiliki toleransi. Agama mengajarkan menjadi
manusia welas asih. Dari agama pula yang membawa manusia dari kegelapan menuju
sisi terang. Agama sendiri adalah kebaikan untuk semua pemeluknya.(*)
0 10 komentar:
Post a Comment