Eksistensi sarjana komunikasi di daerah
dinilai belum optimal. ISKI Pusat pun sudah mengambil ancang-ancang akan
membangunkan semua sarjana komunikasi
yang masih tertidur.
Konfrensi nasional komunikasi Ikatan
Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) di Lombok, September 2014, masih membekas
di pikiran Ketua Umum ISKI Yuliandre Darwis Phd. Dalam pikirannya, konfrensi
digelar di Lombok, otomatis NTB harus berada di garda terdepan dalam soal
urusan-urusan berbau komunikasi. Dosen komunikasi di Universitas Andalas ini
tidak mau berpikir sendiri. Pria yang akrab disapa Andre ini menuangkan
uneg-unegnya soal sarjana komunikasi kepada Direktur Utama (Dirut) Lombok Post
Alfian Yusni, Kordinator Liputan Lombok Post Hidayatul Wathoni, dan Redaktur
Lombok Post Febrian Putra.
Pertemuan antara akademisi dan praktisi ini
berlangsung cair. Banyolan mulai dari urusan politik, media massa, sampai soal
akademisi silih berganti dibahas. Pembahasan soal keinginan ISKI pusat supaya
sarjana komunikasi di Lombok memiliki peran signifikan, menjadi pembicaraan
paling seru.
“Saya bayangkan nanti eksistensinya itu
seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), harus mulai mengambil peran,” katanya.
Jebolan Universitas Teknologi Mara,
Selangor, Malaysia ini meminta masukan soal progres ISKI ke depan. Kebetulan,
selain menjadi Dirut di media massa terbesar di NTB, Alfian jebolan jurusan
komunikasi.
“Ya, bagaimana supaya di NTB bisa jalan.
Ini kita perlu membahasnya,” sambungnya.
Andre membayangkan, bila ISKI di NTB eksis,
posisinya di daerah cukup berarti. Tidak hanya bagi daerah, ISKI ikut memberi
kontrol terhadap komunikasi dari media massa daerah.
“Mungkin, nanti bisa kita buatkan acara
tahunan, pemberian award untuk praktisi komunikasi dan media massa,” ucapnya.
Alfian Yusni mengatakan, saat ini yang
perlu dirancang adalah mempertemukan dahulu para sarjana komunikasi.
Berikutnya, menentukan siapa leader dari ISKI NTB. Menurutnya, sarjana
komunikasi di NTB cukup banyak, baik latar belakang akademisi maupun praktisi.
“Banyak yang punya kemampuan untuk
mendorong sarjana komunikasi ini berperan bagi daerah,” katanya.
Ayah dua anak ini menyebut, sarjana
komunikasi di NTB sendiri tidak sebanyak sarjana jurusan lain. Jurusan
komunikasi di Universitas Mataram baru dibuka. Jurusan komunikasi yang “senior”
di NTB di Universitas 45 Mataram. Kampus lainnya yang memiliki jurusan
komunikasi adalah IAIN Mataram. Belum sebanyak di Pulau Jawa, rata-rata
memiliki jurusan komunikasi.
“Tapi, ini potensi untuk membangunnya lebih
besar,” ucap Alumni komunikasi UPN Veteran Surabaya ini.
Fian menyinggung soal posisi praktisi
komunikasi. Sarjana komunikasi yang memiliki profesi di media massa maupun
bidang lain yang belum dioptimalkan. Ia mengambil contoh, ci Lombok Post
sendiri mulai dari wartawan, redaktur, hingga pimpinan divisi banyak jebolan
komunikasi, baik dari universitas di NTB maupun universitas di Jawa. Sayangnya,
mereka-mereka ini belum dilibatkan jauh oleh kampus.
“Setidaknya ambil pengalaman mereka ketika
terjun di lapangan. Supaya mahasiswa ini tidak hanya teori saja,” ucapnya.
Penyampaian dari Fian ini dianggap oleh
Andre cukup menarik. Sudah seharusnya memang keberadaan praktisi komunikasi
dioptimalkan. Posisi ini, kata Andre, menjadi salah satu peran dari ISKI
memberi masukan. Pria keturunan Minangkabau ini menyebut, sudah tidak zamannya
lagi mahasiswa komunikasi diberi teori-teori dalam kelas tanpa merasakan
langsung. Ia pun berharap, setelah menjadi sarjana komunikasi peran mereka
cukup signifikan di daerah.
“Makanya Mas Fian, untuk eksistensi ISKI di
NTB dukungan dari semua sarjana komunikasi diperlukan,” tukasnya.(*)
0 10 komentar:
Post a Comment