Dedikasi Chaim Fetter “Bule
Belanda” untuk Lombok (2-Habis)
JANGAN buru-buru mengklaim memiliki materi berlimpah,
kebahagiaan anda sudah lengkap. Apalah artinya memiliki banyak uang, kalau tidak
ada kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kebahagiaan itu yang akhirnya membuat
“Bule Belanda” bertahun-tahun di Pulau Lombok mengurusi anak jalanan. Chaim
Joel Fetter, memang dilahirkan bukan dari keluarga berada. Kekurangan yang
membuat kreativitasnya berjalan cepat. Berumur 13 tahun, Chaim sudah membuat
website.
“Kira-kira tiga tahun kemudian saya sudah punya bisnis
buat website e-commerce (perdagangan elektronik) Waktu saya berumur 20 tahunan,
saya sudah mapan,” kata Chaim.
Tujuan hidup itu yang kemudian ditemukan dengan mendirikan
Yayasan Peduli Anak (YPA) di Desa Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat. Sepuluh
tahun berjalan, anak-anak yang dahulu di jalanan hidupnya mulai membaik. Fakta lain
yang cukup menggembirakan buat Chaim, di Indonesia YPA menjadi LSM percontohan.
Ini semakin memotivasinya bersama rekan-rekannya untuk terus bekerja
melanjutkan visi dan misi yayasan yaitu memberikan kehidupan yang aman dan
bermakna kepada anak-anak yang kurang beruntung.
“Saya berharap YPA bisa menjadi yayasan yang bergerak
nasional, dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik individu, bisnis, maupun
pemerintah untuk memberi peluang akan masa depan yang cerah bagi anak-anak,”
beber Chaim.
Meski
pemerintah memberi support, ada rekannya di Belanda memberi donasi, biaya
operasional yang dibutuhkan terus bertambah. Chaim terus terang, sangat
berharap dukungan dari banyak pihak. Tapi, Chaim menunjukkan kalau dedikasinya
untuk anak jalanan 100 persen. Tidak ingin hanya menunggu donasi. Itu yang
akhirnya membuatnya hijrah ke Jakarta mencari uang. Bila dahulu Chaim menjual
perusahaan di Belanda untuk membantu anak jalanan, ia akhirnya memutuskan
mendirikan perusahaan di Indonesia untuk kembali menyelamatkan anak jalanan.
“Bersama teman akrab saya, kami menggagas ide tentang Jualo.com pada
tahun 2013. Lalu meluncurkan website Jualo.com tahun 2014 sebagai platform
untuk jual beli barang bekas,” ceritanya.
Visi dari bisnisnya adalah membuat situs jual beli yang
menyediakan beragam layanan, dari pasang iklan, distribusi sampai pembayaran
online. Indonesia adalah pasar besar, dimana pengguna internetnya berkembang cukup
pesat. Tapi ada masalah serius didalamnya seperti masalah distribusi,
pembayaran (orang lebih suka bayar tunai), terakhir kepercayaan pengguna
layanan online masih rendah. “Oleh karena itu, kami mengembangkan Jualo.com
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut,” terang pria kelahiran Baarn,
Belanda ini.
Dalam situs
tersebut, lanjutnya, sekaligus memberikan pengalaman belanja barang bekas yang
terbaik di Indonesia. Berdasarkan pemahamannya, tentang konsumen Indonesia.
Chaim membangun platform yang paling memahami kebiasaan penjual dan pembeli di
Indonesia.
“Sebagai
contohnya, kami punya fitur GEO Search yang membantu pengguna untuk mencari
barang-barang di sekitar mereka. Selain itu kami juga mengembangkan sistem
escrow atau rekening bersama (untuk pembayaran via transfer yang aman),”
terangnya.
Suami Martina
Natratilova melanjutkan, meski tergolong baru terbukti Jualo.com terus
berkembang setiap hari dan menjadi situs nomor dua di Indonesia, setelah hanya
satu tahun beroperasi. Dukungan tim kecil yang bekerja keras untuk menjadikan terbaik
di pasar menjadi kuncinya.
Saat ini,
kata Chaim, Jualo.com bisa dinikmati gratis dan sudah ada jutaan pengguna setiap
bulannya. Situs tersebut sudah menghasilkan uang sejak hari pertama. Ia percaya
bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang mendatangkan penghasilan.
“Sebagian
dari penghasilan tersebut kami sumbangkan ke YPA untuk membantu program
pendidikan dan kesehatan anak,” aku pria 34 tahun ini.
Jualo.com, kata
Chaim, memang lahir di Indonesia, namun target besar sudah dipatok. Bakal mengembangkan
layanan secara regional dalam waktu dua tahun kedepan.
“Harapan
kami, Jualo.com bisa
menjadi kisah sukses online di Indonesia dan menjadi contoh bagi para wirausahawan
teknologi di Indonesia,” sambungnya.
Chaim berujar, saat ini masih
perlu rasa kebersamaan dan tanggung jawab bersama-sama menolong anak-anak.
Dikatakan, saat diundang jadi salah satu bintang tamu di episode yang
mengangkat tentang kaum minoritas, seperti anak-anak jalanan. Chaim senang bisa
berbagi di acara tersebut dan mendapat reaksi positif dari masyarakat. Meski
demikian, dukungan positif tersebut juga diwujudkan menjadi aksi yang lebih
kongkrit.
“Misalnya, dari acara yang
ditonton 20 juta pemirsa di rumah, hanya empat orang yang memberi donasi ke
anak-anak di yayasan,” tukasnya.
Chaim yang dari Belanda saja begitu peduli terhadap anak
jalanan. Pertanyaannya tentu, sudahkah kita peduli dengan anak-anak jalanan di
sekeliling kita?. Seperti kata Chaim memberi mereka uang di jalan bukan solusi.
Mari peduli dengan cara dan profesi kita masing-masing. Mereka yang di jalan
juga berhak untuk menikmati masa mudanya dengan lebih baik.(*)