This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday 22 October 2015

Jualo.com Dedikasi Bagi Anak Jalanan



Dedikasi Chaim Fetter “Bule Belanda” untuk Lombok (2-Habis)

JANGAN buru-buru mengklaim memiliki materi berlimpah, kebahagiaan anda sudah lengkap. Apalah artinya memiliki banyak uang, kalau tidak ada kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kebahagiaan itu yang akhirnya membuat “Bule Belanda” bertahun-tahun di Pulau Lombok mengurusi anak jalanan. Chaim Joel Fetter, memang dilahirkan bukan dari keluarga berada. Kekurangan yang membuat kreativitasnya berjalan cepat. Berumur 13 tahun, Chaim sudah membuat website.
“Kira-kira tiga tahun kemudian saya sudah punya bisnis buat website e-commerce (perdagangan elektronik) Waktu saya berumur 20 tahunan, saya sudah mapan,” kata Chaim. 

Tujuan hidup itu yang kemudian ditemukan dengan mendirikan Yayasan Peduli Anak (YPA) di Desa Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat. Sepuluh tahun berjalan, anak-anak yang dahulu di jalanan hidupnya mulai membaik. Fakta lain yang cukup menggembirakan buat Chaim, di Indonesia YPA menjadi LSM percontohan. Ini semakin memotivasinya bersama rekan-rekannya untuk terus bekerja melanjutkan visi dan misi yayasan yaitu memberikan kehidupan yang aman dan bermakna kepada anak-anak yang kurang beruntung.
“Saya berharap YPA bisa menjadi yayasan yang bergerak nasional, dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik individu, bisnis, maupun pemerintah untuk memberi peluang akan masa depan yang cerah bagi anak-anak,” beber Chaim.
Meski pemerintah memberi support, ada rekannya di Belanda memberi donasi, biaya operasional yang dibutuhkan terus bertambah. Chaim terus terang, sangat berharap dukungan dari banyak pihak. Tapi, Chaim menunjukkan kalau dedikasinya untuk anak jalanan 100 persen. Tidak ingin hanya menunggu donasi. Itu yang akhirnya membuatnya hijrah ke Jakarta mencari uang. Bila dahulu Chaim menjual perusahaan di Belanda untuk membantu anak jalanan, ia akhirnya memutuskan mendirikan perusahaan di Indonesia untuk kembali menyelamatkan anak jalanan.
“Bersama teman akrab saya, kami menggagas ide tentang Jualo.com pada tahun 2013. Lalu meluncurkan website Jualo.com tahun 2014 sebagai platform untuk jual beli barang bekas,” ceritanya.

Visi dari bisnisnya adalah membuat situs jual beli yang menyediakan beragam layanan, dari pasang iklan, distribusi sampai pembayaran online. Indonesia adalah pasar besar, dimana pengguna internetnya berkembang cukup pesat. Tapi ada masalah serius didalamnya seperti masalah distribusi, pembayaran (orang lebih suka bayar tunai), terakhir kepercayaan pengguna layanan online masih rendah. “Oleh karena itu, kami mengembangkan Jualo.com untuk memecahkan masalah-masalah tersebut,” terang pria kelahiran Baarn, Belanda ini.
Dalam situs tersebut, lanjutnya, sekaligus memberikan pengalaman belanja barang bekas yang terbaik di Indonesia. Berdasarkan pemahamannya, tentang konsumen Indonesia. Chaim membangun platform yang paling memahami kebiasaan penjual dan pembeli di Indonesia.
“Sebagai contohnya, kami punya fitur GEO Search yang membantu pengguna untuk mencari barang-barang di sekitar mereka. Selain itu kami juga mengembangkan sistem escrow atau rekening bersama (untuk pembayaran via transfer yang aman),” terangnya.
Suami Martina Natratilova melanjutkan, meski tergolong baru terbukti Jualo.com terus berkembang setiap hari dan menjadi situs nomor dua di Indonesia, setelah hanya satu tahun beroperasi. Dukungan tim kecil yang bekerja keras untuk menjadikan terbaik di pasar menjadi kuncinya. 
Saat ini, kata Chaim, Jualo.com bisa dinikmati gratis dan sudah ada jutaan pengguna setiap bulannya. Situs tersebut sudah menghasilkan uang sejak hari pertama. Ia percaya bahwa bisnis yang baik adalah bisnis yang mendatangkan penghasilan.
“Sebagian dari penghasilan tersebut kami sumbangkan ke YPA untuk membantu program pendidikan dan kesehatan anak,” aku pria 34 tahun ini.


Jualo.com, kata Chaim, memang lahir di Indonesia, namun target besar sudah dipatok. Bakal mengembangkan layanan secara regional dalam waktu dua tahun kedepan.
“Harapan kami, Jualo.com bisa menjadi kisah sukses online di Indonesia dan menjadi contoh bagi para wirausahawan teknologi di Indonesia,” sambungnya.


Chaim berujar, saat ini masih perlu rasa kebersamaan dan tanggung jawab bersama-sama menolong anak-anak. Dikatakan, saat diundang jadi salah satu bintang tamu di episode yang mengangkat tentang kaum minoritas, seperti anak-anak jalanan. Chaim senang bisa berbagi di acara tersebut dan mendapat reaksi positif dari masyarakat. Meski demikian, dukungan positif tersebut juga diwujudkan menjadi aksi yang lebih kongkrit.
“Misalnya, dari acara yang ditonton 20 juta pemirsa di rumah, hanya empat orang yang memberi donasi ke anak-anak di yayasan,” tukasnya.



Chaim yang dari Belanda saja begitu peduli terhadap anak jalanan. Pertanyaannya tentu, sudahkah kita peduli dengan anak-anak jalanan di sekeliling kita?. Seperti kata Chaim memberi mereka uang di jalan bukan solusi. Mari peduli dengan cara dan profesi kita masing-masing. Mereka yang di jalan juga berhak untuk menikmati masa mudanya dengan lebih baik.(*)

Wednesday 21 October 2015

Lombok Menjaring Timur Tengah

INDONESIA baru saja meraih tiga penghargaan World Halal Travel Summit 2015 di Abu Dhabi. Penghargaan yang diraih Indonesia ini didapatkan dari The World Halal Travel Summit & Exhibition 2015, Model The Fastest Growing Tourism Sector, yang digelar 19-21 Oktober 2015, di Abu Dhabi, Uni Arab Emirate (UAE). Total awards-nya sendiri ada 14 kategori.
Malam penganugerahaan atas event yang didukung Abu Dhabi Tourism and Culture Authority ini dilangsungkan di The Emirates Palace Ballroom, Abu Dhabi. Event yang sering disingkat WHTS 2015 itu adalah lanjutan dari acara Global Islamic Economy Summit (GIES) pada bulan November 2013 di Dubai, UEA. Dua tahun lalu, kegiatan ini disponsori oleh Dubai Chamber, dengan pelindung HH. Syaikh Muhammad bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden dan sekaligus Perdana Menteri UAE.
Membanggakan, dua dari tiga award yang diraih Indonesia berasal dari Pulau Lombok (NTB). Pulau seribu masjid menyabet penghargaan World's Best Halal Honeymoon Destination dan World's Best Halal Tourism Destination. Dua gelar ini tentu prestisius bagi NTB.
Pulau Lombok dengan destinasi pariwisata yang luar biasa, selama ini berusaha lepas dari bayang-bayang pulau tetangga yaitu Bali. Lombok yang sering disebut sebagai surga kecil di bumi, memiliki gunung, laut, air terjun, dan wisata budaya menggoda. Bayang-bayang dari pulau tetangga itu sepertinya bakal semakin menjauh dengan penghargaan dari Abu Dhabi. Penghargaan itu akan mengundang wisatawan dari timur tengah. Masyarakat di timur tengah memang tidak sembarangan  memilih daerah wisata. Orang-orang tajir itu suka dengan daerah yang memiliki religiusitas tinggi atau bersahabat terhadap wisatawan timur tengah.
Dua brand yaitu World's Best Halal Honeymoon Destination dan World's Best Halal Tourism Destination bagi Lombok bakal memberi image luar biasa buat Pulau Lombok. Wisatawan dari Timur Tengah pun bakal berbondong-bondong dengan membawa rasa penasaran, apa yang membuat Lombok mendapat brand tersebut.
Ini menjadi kesempatan besar bagi Lombok untuk menjaring sebanyak-banyaknya wisatawan dari timur tengah. Tugas pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak ringan. Setelah keluarnya penghargaan tersebut, tugas selanjutnya adalah membuktikan bila Pulau Lombok memang layak mendapatkan penghargaan tersebut. Segala aspek yang berkaitan dengan identitas “kehalalan” harus dipikirkan.(*)


Jual Perusahaan untuk Anak Jalanan Lombok

Dedikasi Chaim Fetter ”Bule Belanda” Bagi Lombok (1)

BILA melintas di Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat, ada bangunan luas dengan cat berwarna hijau. Itu adalah bangunan milik Yayasan Peduli Anak (YPA) NTB. Yayasan ini cukup dikenal di nasional, beberapa tahun silam mantan Menteri Pendidikan M Nuh bertandang kesana. Baru-baru ini, pendiri yayasan Chaim Joel Fetter hadir di salah satu televisi nasional untuk menceritakan perjalanan berdirinya YPA.
Chaim bercerita, yayasan yang didirikannya konsen untuk mengurus anak-anak jalanan. Awalnya, ketika berlibur ke Pulau Lombok tahun 2005, ia melihat sejumlah anak meminta di jalanan. Saat itu ada satu anak minta uang tidak diberi.
“Satu anak itu saya bawa ke sekolah untuk bisa sekolah. Saya sampaikan ke guru dia ingin sekolah dan butuh tempat tinggal,” katanya.

Setelah itu, Chaim pun kembali ke negeri asalnya di Belanda. Selama di Belanda tetap aktif berhubungan dengan anak yang dititipkan. Namun, ia merasa apa yang dilakukan belum cukup. Masih banyak anak jalanan di Pulau Lombok yang membuatnya miris.
“Saya putuskan untuk menjual perusahaan saya di Belanda. Membeli tanah 1,5 hektare, kemudian membuat panti dan fasilitas untuk anak-anak jalanan,” beber pria kelahiran Baam, Belanda ini.
Dikatakan, kerasnya kehidupan anak jalanan dan kecilnya kesempatan untuk hidup yang lebih baik, alasan ia menolong mereka. Bersama rekannya dari Belanda dan beberapa rekan dari Lombok mendirikan YPA.  Disana dibangun rumah tinggal, sekolah, klinik, kantor, tempat olahraga.
“Semua dari nol,” ucapnya. 

Suami Martina Natratilova ini mengaku, tidak memiliki pengalaman membuat yayasan sosial. Namun, itu tidak membuatnya mengurungkan niatnya membantu anak jalanan di Pulau Lombok.  
“Bersama tim tetap bertekad dan menggunakan keahlian masing-masing untuk membangun yayasan,” akunya.
Diceritakan, dukungan orang tua di Belanda pula yang membuatnya tetap bersemangat untuk meneruskan perjuangan. Chaim sendiri memiliki masa kecil susah. Sedari kecil sudah kreatif untuk mencari uang.
“Saya sudah punya semuanya sejak muda. Tapi tidak bahagia, membantu (anak jalanan) ini salah satu cara saya bahagia,” ucapnya.
Misi yang diusung Chaim, memang benar-benar sosial. Semua anak-anak yang masuk disana gratis. Ada misi mengembalikan anak dijalan ke sekolah dan tidak turun ke jalan. Mereka selain mendapat pendidikan umum, pendidikan agama, juga mendapat pembekalan pengembangan keterampilan.
“Di panti memiliki masalah yang sama, orang tua menikah muda dan tidak sanggup mengurus anak,” terangnya.

Pria kelahiran 15 Maret 1981 ini mengungkapkan, meski bersifat sosial dan menyelamatkan anak jalanan, YPA tidak sembarangan mengambil anak. Ada seleksi, harus dari keluarga benar-benar tidak mampu, direkomendasikan masyarakat, atau dari pemerintah.
“Ada tiga panti, satu untuk SD laki, satu untuk lagi dewasa, dan satu perempuan. Ada yang lulus dan sekarang sudah bekerja,” imbuhnya.
Saat ini, lanjutnya, YPA mengasuh 100 anak di residential care (program anak dalam panti) dan sekitar 200 anak di family care (program kesejahteraan sosial anak dalam keluarga). Separuh dari anak-anak yang diasuh sekarang berada di jenjang SMP dan SMA sehingga biaya pendidikan untuk mereka relatif tinggi.
“Biaya operasional sebagian bisa dipenuhi dari sumbangan dan sponsor anak,” kata Chaim lagi.
Ditanya soal masalah anak jalanan di Pulau Lombok saat ini, Chaim mengaku, masalah yang dihadapi masih sama seperti sepuluh  tahun yang lalu. Kemiskinan dan disfungsi keluarga atau broken-home adalah penyebab utama anak-anak menjadi terlantar, terabaikan, dan putus sekolah. Akhirnya mereka ngamen, ngemis, dan menikah di usia dini. 
Pria bernama muslim Abdul Hayat ini berharap baik individu, bisnis kecil sampai besar, LSM, dan pemerintah mau bekerja sama untuk mencapai misi yaitu memberikan pengasuhan, pendidikan dan tempat tinggal bagi anak-anak yang membutuhkan di seluruh Indonesia. Setiap anak berhak untuk hidup bahagia, sehat, bebas dari kemiskinan, eksploitasi dan kekerasan.
“Saat ini ada sekitar 30 anak tanpa sponsor, sehingga ini menambah beban biaya operasional kami dan mengancam kelangsungan kerja yayasan,” imbuhnya.

Setelah sepuluh tahun berdiri, YPA memiliki 50 staf dan memberikan rumah, layanan keluarga, sekolah, pendidikan, dan kesehatan kepada ratusan mantan anak jalanan dan anak terlantar. Tentu, biaya untuk menjalankan roda ini butuh biaya yang tidak sedikit.(bersambung)




Saturday 17 October 2015

Ingin Air PDAM Langsung Minum

Direktur Utama PDAM Giri Menang

HL Ahmad Zaini


Perusahaan air minum PDAM Giri Menang, melayani distribusi air untuk Lombok Barat dan Kota Mataram. Kinerja PDAM kerap disoal ketika air ngadat. Tantangan besar bagi jajaran PDAM Giri Menang bisa memberi pelayanan optimal. Direktur Utama PDAM Giri Menang HL Ahmad Zaini kembali terpilih untuk periode kedua memimpin perusahaan pelat merah ini. Dalam beberapa kesempatan Zaini mengatakan, tahun 2015 bakal ada revitalisasi pipa-pipa PDAM di Lombok Barat maupun Kota Mataram. Dikatakan, banyak pipa yang usianya sudah uzur. Idealnya 20 tahun usia maksimal pipa air beroperasi.
“Kenyataan ada usia pipa antara 35-45 tahun. Ini perlu pembenahan,” katanya.
Bukan perkara mudah, kata Zaini, mengganti pipa uzur. Dengan perkembangan pembangunan di Lombok Barat dan Mataram, ada kendala dihadapi. Khusus di Mataram jalur pipa banyak di tengah jalan. Sementara PDAM tidak bisa asal pasang. Perlu koordinasi dengan Balai Jalan Nasional (BJN) maupun PLN Wilayah NTB.
“Di bawah tanah kondisinya sudah semerawut. Tantangan buat PDAM untuk pembaruan pipa,’’ akunya.
Dijelaskan, anggaran penggantian pipa tak jadi soal. Pusat menggelontorkan Rp 50 miliar tahun ini. Justru PDAM Giri Menang berpikir keras supaya kompromi pemasangan bisa dilakukan. Tidak dipungkiri saat ini jalan di Mataram sudah mulus. Kondisi pipa pun sekarang berbeda. Dahulu pipa ada di pinggir. Banyak jalan dibangun dan diperlebar. Posisi pipa PDAM yang semula di pinggir pun kini pindah di tengah jalan.
“Jalan mulus penting. Rumah tangga dapat air tidak kalah pentingnya,” tambah suami Eryuwati ini.
Kegalauan Zaini cukup beralasan. Di awal memimpin PDAM Giri Menang empat tahun silam, jumlah pelanggan air masih 69 ribu baik dari Lombok Barat maupun Mataram. Di periode kedua menjadi dirut konsumennya tembus 100.949 rumah tangga. Rinciannya Mataram 63.323 rumah tangga dan Lombok Barat 37.626 rumah tangga. Lonjakan konsumen harus diantisipasi. Sebaran pipa untuk menyalurkan air harus ditingkatkan kemampuannya.
“Untuk kawasan yang belum masuk ditambah pipa baru,” bebernya.
Salah satu cita-citanya sebagai dirut, lanjutnya, seluruh warga Lombok Barat dan Mataram bisa menikmati air PDAM. Tidak dipungkiri, dengan jumlah konsumen saat ini belum seluruhnya puas. Terlebih di beberapa kawasan, air tidak mengalir deras.
“Setiap masukan ada pelayanan kurang segera diperbaiki. Tapi, bukan berarti masalah membuat saya tidak berani terus mengembangkan jangkauan pelayanan,” bebernya.
Menurutnya, selain beberapa kawasan yang alirannya kurang optimal, bisa diperbaiki dengan penggantian pipa. Ukuran pipa lebih besar. Otomatis debit air mengalir kian besar. Pipa lama memang kurang ideal melayani seiring pertumbuhan konsumen. Sedangkan rumah tangga yang belum mendapat aliran air PDAM, harus diatasi. Seperti di Mataram, kondisi air sumur tidak layak konsumsi.
“Makanya perlu ada kompromi supaya jaringan pipa bisa ditambah ataupun diganti,” imbuhnya.
Ayah dua anak ini mengungkapkan, banyak tantangan baru perlu segera dituntaskan. Sebelumnya, ia sudah “mencuci otak” jajarannya. Pegawai PDAM Giri Menang bergaya birokrat diubah menjadi entrepreneur alias pengusaha. Pola pikir pengusaha adalah selalu memberikan pelayanan terbaik. Tahap awal dimulai dengan merombak tatanan kantor. Bangunan di Jalan Pendidikan dipermak. Pelayanan konsumen lebih terbuka.
“Image PDAM mulai berubah. Masih ada kekurangan saya akui, tapi perubahan sudah nyata,” sebutnya.
Langkah Zaini itu tidak sia-sia. Sepanjang 2013-2014, Australia memberikan bantuan untuk sambungan air minum gratis. Tidak tanggung-tanggung, sambungan gratis untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) jumlahnya sampai 13 ribu sambungan. Warga Mataram mendapat 6 ribu sambungan dan Lombok Barat 7 ribu sambungan.
“Sekarang dari pusat ikut memberikan bantuan sambungan gratis,” tambahnya.
Bapak kelahiran Praya, Lombok Tengah ini menyebut, aset PDAM Giri Menang naik signifikan. Dari semula Rp 88 miliar, sekarang tembus Rp 232 miliar. Anggaran APBN tetap dikucurkan. Itu berarti bisa memberikan keyakinan di pusat. Sementara penyertaan modal daerah naik dari Rp 51 miliar menjadi Rp 122 miliar.
“Pemkab Lombok Barat, Pemkot Mataram, dan Pemprov NTB memiliki perhatian tinggi,” imbuhnya.
PDAM Giri Menang, lanjut Zaini, ingin ke depan air PDAM bisa langsung minum. Banyak kalangan menyebut, keinginan ini terlalu muluk. Tapi, menurutnya justru dari sekarang harus mulai ada keberanian. PDAM Giri Menang telah mempersiapkan lokasi di Lombok Barat dan Mataram. Ada titik dengan proteksi khusus. Dimulai dari kualitas air cukup. Memahami tupografi wilayah. Mengantisipasi tingginya utilitas kawasan.
“Ini mimpi besar, pasti berat. Prosesnya harus dimulai,” terang Bapak 45 tahun ini.
Di kota-kota besar, sambungnya, tidak sekadar menyediakan air pam siap minum. Perusahaan air sanggup mengolah air rumah tangga menjadi air konsumsi. PDAM sudah sanggup mengolah air. Tidak cuma mengandalkan air dari mata air. Ke depan, PDAM Giri Menang pun harus berani mengadopsi.
“Itu air untuk mandi atau mencuci piring kan sumbernya dari air PDAM. Seharusnya memang PDAM harus bisa mengolahnya, disana sanggup kenapa kita tidak,” tukas Zaini tertawa..

Mata Air Terus Berkurang

Sumber air di rumah tangga pelanggan PDAM berasal dari mata air. Jumlah mata air di Hutan Sesaot dan sekitarnya terus berkurang. Dirut PDAM Giri Menang HL Ahmad Zaini menyadari pentingnya menjaga hulu. Memperhatikan hilir air saja tidak cukup. Perusahaan air bersama masyarakat, terutama di sekitar mata air penting memelihara air. Perusahaan memiliki corporate social responsibility (CSR). Dana itu didorong sampai ke kelompok masyarakat.

“Perusahaan tidak bisa survive tanpa peduli lingkungan,” katanya.
Dikatakan, Hutan Sesaot kini tidak selebat dahulu. Jumlah pohon terus berkurang. Selain karena penebangan liar, kurangnya vegetasi akibat pertambahan penduduk. Kondisi itu ikut mempengaruhi keberadaan mata air. Pohon menjadi penjaga kelestarian mata air.
“Itu pentingnya gerakan reboisasi bersama masyarakat,” sambungnya.
Belum lama ini, lanjutnya, bersama Pemkab Lombok Barat dan kelompok masyarakat ia menggelar penanaman ribuan pohon di kawasan Hutan Sesaot. Masyarakat yang terlibat menanam pohon, memiliki kontribusi besar. Langkah itu menjaga keberadaan air. Dirasakan hingga beberapa tahun mendatang.
“Itu bisa dikatakan termasuk shadaqah jariyah untuk air,” imbuhnya.
Saat ini, lanjut Zaini, tidak banyak masyarakat sadar pentingnya air. Kondisi air berlimpah kerap diabaikan. Padahal, akibat air bisa memicu konflik. Masyarakat rela berkelahi sampai bertukar nyawa demi air.

“Ada nanti waktunya harga air lebih mahal dari apapun. Perlu dari sekarang kita menjaga air,” pintanya.(*)

Sebelah Mata untuk Pendidikan Informal

NAMANYA pendidikan itu berarti harus belajar di kelas khusus dan mendapat ijazah. Itu pemahaman masyarakat umum di Indonesia. Pemahaman ini kemudian yang mereduksi talenta-talenta berbakat untuk muncul. Skill atau keahlian tidak dihasilkan melalui pembelajaran di kelas. Keahlian hadir karena perbuatan berulang-ulang dilakukan. Bisa karena biasa, begitu istilahnya.
Ya, melihat pendidikan informal di Indonesia, yang dipandang sebelah mata sesungguhnya cukup ironi. Karena di pendidikan informal itulah dipacu minat dan bakat masing-masing individu. Minat dan bakat individu selama ini memang kurang mendapat porsi besar di sekolah formal.
Dari pendidikan informal, masyarakat yang kurang fasih berbahasa asing, bisa menjadi fasih. Kurang terampil berbicara di depan publik, berubah menjadi handal. Tidak mahir mengotak-atik mesin motor, berubah menjadi mekanik handal.
Nah, pola pikir kurang terbuka ini muncul karena dipengaruhi pikiran pragmatis. Masyarakat Indonesia kebanyakan suka memilih zona nyaman dunia kerja. Pekerjaan yang tidak butuh skill lebih dan kemampuan luar biasa. Ini yang akhirnya membuat “malas” untuk mengeskplore kemampuan. Akhirnya outputnya pun begitu-begitu saja.
Ada beberapa contoh sukses di Indonesia yang lahir dari pendidikan informal. Seorang youtuber, belajar dari koleganya. Terbukti sanggup menghasilkan uang melebihi rata-rata. Itu bila mengacu orientasi uang. Ada juga penulis blog yang sanggup membuat bisnis besar, karena penghasilan google adsanse. Termasuk marketing network yang bekerja beberapa jam, namun seperti bergaji setahun.
Dengan mendorong masyarakat untuk masuk dalam pendidikan informal, selain soal materi, tentu peningkatan sumber daya manusia (SDM) menjadi target. NTB termasuk daerah yang punya potensi berkembang besar di Indonesia. Untuk menghentikan pengiriman tenaga kasar ke luar negeri, pemberian pendidikan informal kepada masyarakat luas bisa menjadi solusi.
Perlu dicatat, tidak semua lembaga informal memang memberikan pendampingan yang mantap. Ada lembaga informal yang hanya mengeruk untung. Tidak memberikan pendidikan dan keterampilan secara optimal. Kejelian masyarakat memilih lembaga patut diperhatikan. Karena tidak semua lembaga informal bisa memenuhi harapan peningkatan skill.(*)



Keahlian Diasah Diluar Pendidikan Formal

Langkah kakinya sudah tidak lagi gesit. Wajahnya yang sepuh terlihat lelah. Namun saat bicara soal pendidikan informal nada suaranya masih lantang. Pria paruh baya ini adalah Prof Dr H Bambang Marsono, mendapat mandat dari Kementerian Kebudayaan Nasional (Kemendiknas) untuk menilai lembaga lembaga pendidikan seluruh Indonesia. Kedatangannya ke Kota Mataram untuk menilai LKP Dende. 

Setelah sedikit berbincang ringan, ia pun langsung bertanya soal LKP Dende. Dimulai dari soal pendirian lembaga, prestasi lembaga, sumber daya manusia (SDM) lembaga, hingga prestasi dari anak didik lembaga ditanya dengan detail. Tidak sekadar bertanya, Bambang pun meminta bukti prestasi tersebut. Seperti ketika disebut ada prestasi nasional rias pengantin, Bambang melihat sertifikatnya.
Dari cara bicaranya mengenai pendidikan informal, Bambang terlihat menguasai. Tidak seperti umumnya penilai yang menilai secara umum, ia pun memberikan gambaran secara umum mengenai lembaga pendidikan  informal. Dunia pendidikan informal bagi Bambang bukan hal baru. Ia sudah menekuninya sejak 45 tahun silam. Ia mendirikan lembaga pendidikan informal bahasa Inggris. Tidak tanggung-tanggung lembaga pendidikan informal tersebut menyebar di semua cabang di Indonesia. Keseluruhan ada 98 cabang.
"Karena bahasa Inggris ini penting. Dari bahasa Inggris juga membuka peluang bekerja di luar negeri," bebernya.
Profesor ini mengatakan, bahasa masih menjadi salah satu kendala dari warga Indonesia. Kemampuan bahasa  Inggris masih rendah, itu membuat mereka tidak bisa masuk di banyam sektor. Itu juga membuat banyak anak bangsa yang bekerja menjadi tenaga kasar. Disinilah peran pendidikan informal untuk memberi pembekalan.
"Pendidikan informal ini penting sekali, olimpiade fisika itu bisa juara karena ada pendidikan informal," ucapnya.
Kakek 15 cucu ini menilai keberadaan sekolah formal penting, namun sekolah informal juga harus menjadi penopang. Melalui sekolah informal kemampuan menjadi semakin terasah. Karena banyak yang terjadi ijazah tinggi namun skill tidak menunjang. Keahlian dari masing individu tentu tidak didapat instan. Perlu dilatih di lembaga informal. Itu pula alasan Bambang mendorong supaya pendidikan informal terus berbenah.
"Masukan saya ini maksudnya tentu saja supaya pendidikan informal menjadi semakin baik. Dari pendidikan informal akan melengkapi kemampuan," akunya.
Pria paruh baya ini sebenarnya bertanya-tanya ketika minat masyarakat ke lembaga informal kian menurun. Contohnya pun langsung diambil dari lembaga Oxford yang didirikannya. Dari 98 cabang, tinggal separuh yang eksis. Padahal dahulu lembaga ini begitu diburu, bahkan banyak orang penting Indonesia belajar disana. Padahal soal bahasa Inggris tidam bisa diremehkan, karena itu menjadi bahasa pergaulan dunia. Pekerja dengan kemampuan bahasa Inggris bagus pun sanggup diterima pasar kerja. Seperti masyarakat Filipina di sekitar pangkalan udara Amerika yang galau saat pangkalan berhenti. Mereka bingung dimana lagi harus mendapat uang.
"Karena bahasa sehari-hari mereka bahasa Inggris, pemerintah Filipina tidak pusing. Mereka tinggal diberi kemampuan berdagang tiga bulan, kemudian dikirim ke timur tengah. Dan mereka sukses dengan banyak uang," ceritanya.
Itulah kenapa, lanjut bapak yang lama di Inggris ini, mendorong anak bangsa mahir berbahasa Inggris. Selain bahasa tentu saja meningkatka  keahlian, seperti mengetik, menjahit, berbicara, maupu  keahlian lainnya. Tentu saja peningkatan keahlian ini untuk melengkapi ijazah formal yang dimiliki. 
"Jangan kemudian sekolahnya sudah tinggi, merasa puas. Kelihatan bagus luarnya dalamnya kosong," ujar Bambang.

Pengalamannya pernah menempuh pendidikan di 11 universitas baik dalam negeri maupunnluar negeri menunjukkan, pendidikan informal sanggup menunjang pencapaian pendidikan formal. Apalagi tahun ini Indonesia memasuki masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), tenaga kerja Indonesia tidak sekadar bersaing dengan sesama anak bangsa, mereka bakal bersaing pula dengan tenaga kerja asal Asia Tenggara. Tenaga kerja dari luar Indonesia seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam mereka tidak hanya cakap di bidang formal, mereka juga cakap di berbagai kemampuan informal. Hebatnya mereka sudah berlomba memiliki sertifikat keahlian. 
"Nah, chef disana saja punya sertifikat. Sedangkan chef di hotel yang ada di Indonesia banyak belum bersertifikat," ucapnya.
Kakek 72 tahun ini mengingatkan, sebenarnya penambahan keahlian di tiap individu itu memiliki pengaruh yang besar. Selagi masih ada kesempatan, ia mendorong masyarakat berlomba masuk pendidikan informal. Kepada lembaga pendidikan informal sendiri tidak main-main. Lembaga pendidikan informal harus sanggup mengasah potensi tiap individu. Begitu keluar tidak sekadar terampil, tapi juga terdidik.
"Selama ini image lembaga pendidikan informal hanya membuat terampil, belum mendidik," tukasnya.(*)