(Indonesian
South Sea Pearl sudah menjadi perhiasan/febri-dokumen pribadi)
|
INDONESIA sebagai penghasil Indonesian South Sea Pearl (ISSP)
atau mutiara laut selatan terbesar dunia. Data Direktorat Jenderal Penguatan
Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (Ditjen PDSPKP) Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) sebaran produksi tiram Pinctada
Maxima dari Sumatera Barat, Lampung, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Tengah,
Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, dan Papua
Barat.
Salah
satu lokasi produksi Pinctada Maxima
di NTB adalah di Lombok Utara, tepatnya di Teluk Nara, Kecamatan Pemenang. Dari
Ibukota NTB (Kota Mataram) butuh waktu sekitar 45 menit untuk kesana. Potensi Indonesian South Sea Pearl
dikembangkan oleh Autore Pearl Farm & Showroom. Disini bisa melihat mutiara
dari hulu sampai hilir. Tak banyak di Indonesia lokasi budi daya mutiara jenis
Pinctada Maxima yang dibuka untuk umum.
Penjelasan
mengenai Indonesian South Sea Pearl
saya dapat secara runut dari Asisten Manajer Autore Pearl Farm & Showroom M
Khalil Gibran. Pria yang akrab disapa Gibo ini menceritakan, menghasilkan
mutiara yang bagus prosesnya cukup panjang. Butuh empat tahun untuk sebutir
mutiara. Pada moment “6th Indonesian Pearl Festival 2016” acungan
jempol patut diberikan pada produksi Indonesian South Sea Pearl dari Teluk Nara. Ekspor Autore Pearl
Farm & Showroom telah menembus empat benua, Eropa, Amerika, Asia, dan
Australia. Kemilau mutiara di Eropa menyebar mulai London, Milan, Spanyol,
hingga Monaco. Sementara di Amerika, diminati pasar New York. Sementara untuk
Asia dari Dubai dan Arab Saudi salah satu pasar potensial. Termasuk pelelangan
di Hongkong.
Budi
daya Indonesian South Sea Pearl
di Lombok Utara, dari penuturan Gibo diuntungkan oleh akses. Tak seperti daerah
lain di Indonesia seperti di Sulawesi, Bali, dan Papua. Permintaan pasar luar
negeri, tak bisa dipenuhi semua oleh Autore Pearl Farm & Showroom.
Permintaan ekspor ditambah produksi negara lain. Diantara faktor yang membuat
produksi mutiara belum memenuhi seluruh permintaan ekspor karena iklim.
Seringnya hujan, ditambah gelombang laut, serta cuaca tak stabil membuat Pinctada Maxima sulit berkembang.
Budi daya Indonesian South Sea Pearl
itu tak seperti membuat roti. Setelah mengeluarkan modal, membeli bahan baku,
kemudian roti langsung jadi dan tinggal menjualnya. Budi daya Indonesian South Sea Pearl
butuh modal besar. Modal yang dikeluarkan tak bisa langsung balik. Panen
mutiara setiap tahun pun tak selalu bagus dan bisa dijual. Butuh beberapa tahun
menutup modal yang sudah dikeluarkan.
Pasar
memberi kepercayaan pada mutiara dari Teluk Nara selain kualitas, pecinta
mutiara bisa melihat langsung prosesnya. Ada pecinta mutiara yang jauh-jauh
datang dari Eropa, Amerika, Timur Tengah, serta beberapa negara Asia Tenggara
untuk melihat budi daya tiram dan panen mutiara.
Mutiara
yang dihasilkan, warnanya tak selalu sama. Ada yang berwarna emas, putih,
sedikit kekuningan, dan silver. Setiap Pinctada
Maxima memiliki warna dalam cangkang berbeda. Mutiara yang telah dipanen
tak langsung dijual. Masih ada pengecekan oleh ahli mutiara. Bukan sembarang
ahli, ahli mutiara ini bersertifikat khusus. Hal-hal yang dicek dari mutiara
adalah kilau (shine), kemulusan permukaan (surface), bias warna (shade), bentuk
(shape), ukuran (size). Untuk bentuk sendiri, ada yang tak beraturan (baroque).
Setelah itu akan ada tingkatan (grade) mutiara. Dasar inilah kemudian harga Indonesian South Sea Pearl ditetapkan.
Untuk mutiara sempurna, dengan kilau, kemulusan permukaan, bias warna, bentuk,
dan ukuran yang baik sebutir bisa jutaan. Ukuran 10 milimeter lebih bisa Rp 6
juta. Meski begitu, ada juga sebutir Indonesian South Sea Pearl bentuk baroque dijual Autore Pearl Farm & Showroom Rp 30 juta
lebih dengan berat antara 1,5-2 gram. Dengan harga yang cukup tinggi, wajar
nilai perdagangan Indonesian South Sea
Pearl dari tahun ke tahun terus meningkat. Data Ditjen PDSPKP melansir
perdagangan 2013 mencapai 26,3 juta US Dollar, meningkat di 2014 menjadi 28,9
juta US Dollar, dan tahun 2015 mencapai 31,2 juta US Dollar. Ekspor mutiara NTB
berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Disperindag NTB mulai Januari hingga
Agustus 2016 terbesar ke Malaysia dengan nilai ekspor sebesar 47.192 US
Dollar. Selain itu, Hong Kong menjadi negara ekspor mutiara terbesar kedua yang
berasal dari NTB dengan nilai 40.000 US Dollar. Mutiara NTB juga masuk hingga
ke Kuwait dan China tetapi pangsanya tidak sebesar Malaysia dan Hong Kong.
Masing-masing nilai ekspor mutiara ke Kuwait dan China sebesar 1.765 US Dollar
dan 2.038 US Dollar.
(Mutiara
laut selatan hasil produksi Lombok Utara-NTB/febri-dokumen pribadi)
|
Sulitnya Budi Daya Pinctada Maxima
Di
dunia ada empat jenis mutiara yang dikenal. Mutiara laut selatan yang
dihasilkan oleh tiram Pinctanda Maxima.
Produksinya dari Indonesia, Australia, Filipina, dan Myanmar. Setiap tahun
produksinya tembus 12 ton. Ada juga mutiara hitam dari tiram Pinctada Margaritifera.
Budi daya dilakukan di Tahiti, jumlah produksi setiap tahun antara 8-10 ton.
Kemudian mutiara Akoya dari China dan Jepang dengan produksi 15-20 ton.
Terakhir mutiara air tawar China dengan produksi 1.500 ton setiap tahun. Indonesian South Sea Pearl memiliki
kualitas premium dengan harga tinggi pasaran. Meski begitu tak gampang untuk
mendapatkan sebutir mutiara. Prosesnya panjang. Dari penuturan Asisten
Manajer Autore Pearl Farm & Showroom M Khalil Gibran empat tahun untuk
mendapatkan mutiara. Semuanya berawal dari budi daya tiram Pinctanda Maxima. Mengawinkan indukan
jantan dan betina untuk mendapat “bayi kerang”. Tempat budi daya memiliki
laboratorium khusus. Setiap hari, dua kali diberi makan plankton. Khusus
plankton, tak sembarangan. Makanan bayi kerang ini bibitnya dari perairan
Tasmania, Australia. Pembesaran bayi kerang berjalan dua tahun. Setelah
dua tahun, tak semua bisa ditanami nukleus. Persentasenya dari jutaan bayi
kerang, hanya 25 persen yang bisa ditanami nukleus. Di usia dua tahun tiram Pinctanda Maxima ditanami nukleus.
Kemudian ditenggelamkan di perairan Teluk Nara dengan kedalaman 7-10
meter.
(Tiram Pinctada Maxima yang siap ditanami nukleus/febri-dokumen pribadi) |
Penenggelaman
tiram Pinctanda Maxima tak
sembarangan. Ada jaring pelindung kerang. Bukan asal dilepas saja ke laut.
Selama dua tahun, harus rajin dipantau. Asupan makanan bergantung pada alam.
Kehidupan bawah air tak selalu mulus. Iklim kadang tak menentu. Ditambah lagi
gelombang air laut. Kalau iklim dan laut tak mendukung, mutiara yang dipanen
kurang maksimal. Ketika panen mutiara, dari 25 persen kerang dewasa yang
ditanami nukleus sekitar 20-25 persen bisa memberi mutiara. Sementara untuk
tiram Pinctanda Maxima dengan
kualitas mutiara yang bagus, bisa menghasilkan mutiara beberapa kali. Setelah
panen, tiram tinggal ditanam nukleus. Menunggu dua tahun bisa panen kembali.
(Pusat penjualan mutiara di Sekarbela, Kota Mataram/febri-dokumen pribadi) |
Mereka
yang datang ke Lombok selalu menjadikan mutiara sebagai pilihan oleh-oleh.
Mutiara Lombok dianggap sebagai mutiara berkelas. Sentra pengerajin mutiara di
Lombok tersebar di banyak tempat, salah satunya di Kecamatan Sekarbela. Di
kawasan ini penjual mutiara menjual mutiara dengan harga bervariasi. Dari mulai
yang rendah, sampai harga yang tinggi. Tapi, tak semua konsumen paham tentang Indonesian South Sea Pearl. Semua
mutiara dianggap sama. Malah tak sedikit yang berpikir, yang penting
mutiara. Hal ini semakin diperparah lagi dengan gempuran Chinese Fresh Water Pearl atau
mutiara air tawar asal China. Mutiara berharga murah dengan kisaran antara 15
ribu sampai 200 ribu tiap gram. Berbeda dengan Indonesian South Sea Pearl yang harga tiap gramnya bisa antara
2,5 juta hingga 10 juta. Pariwisata di Lombok kian berkembang. Diikuti
meningkatkannya kunjungan wisatawan. Masyarakat yang ingin memanfaatkan peluang
pariwisata memandang berjualan mutiara sebagai potensi. Jika datang ke Lombok
pedagang mutiara tak hanya dijumpai di toko-toko. Sekarang mulai muncul
pedagang mutiara keliling. Pedagang menjual mutiara dari satu hotel ke hotel
lain, atau dari satu rumah makan ke rumah makan yang lain. Jelas mutiara yang
dijual bukan Indonesian South Sea Pearl.
Tiap butir mereka hanya menjual di kisaran Rp 300-500 ribu. Itu adalah mutiara
air tawar asal China. Harga murah dengan kualitas rendah. Saat ditanya jenis
mutiara tersebut, jawaban pedagang hanya menjawab mutiara Lombok.
Melalui
ajang 6th Indonesian Pearl Festival 2016, kesempatan bagi
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggaungkan ke masyarakat luas
mengenai Indonesian South Sea Pearl.
Sasaran utama adalah daerah atau provinsi di Indonesia yang menjadi basis
budidaya Indonesian South Sea Pearl.
Hal ini salah satu cara menekan peredaran mutiara air tawar yang semakin
mendominasi. Pecinta mutiara bisa saja dengan mudah membedakan antara Indonesian South Sea Pearl dengan Chinese Fresh Water Pearl.
Sayangnya, tidak semua yang membeli mutiara tahu mutiara yang asli dari lautan
Indonesia. Indonesian South Sea Pearl tetap
mutiara terbaik dunia.(*)