Pilihan pemerintah
Provinsi NTB menjadikan sapi sebagai salah satu program unggulan melalui sapi,
jagung, dan rumput laut (Pijar) sebagai sebuah langkah yang tepat. Peternakan
sapi merupakan usaha banyak orang. Sapi bisa membawa
kesejahteraan bagi banyak orang.Itu berarti dari sapi NTB membawa kesejahteraan.
Ahli Peternakan
Universitas Mataram Prof Yusuf Akhyar Sutaryono mengatakan, dari Badan Pusat
Statistik (BPS) 2013 silam, jumlah sapi di NTB sudah mencapai 700 ribu ekor.
Jumlah tersebut membuat NTB menjadi salah satu sumber sapi nasional. Padahal di
NTB yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, ditunjang dengan populasi
penduduk yang besar jumlah sapi sampai 700 ekor itu cukup besar. Terlebih ada
sekitar 200 ribu orang yang bisa masuk dalam gerbong peternakan sapi.
‘’Bicara sapi itu
komoditas yang besar dengan nilai ekonomi tinggi,’’ katanya.
Mantan Dekan Fakultas
Peternakan Unram ini menjelaskan, jenis sapi yang dikembangkan peternak jenis
Sapi Bali. Pola peternakan sudah berjalan cukup bagus, tapi belum dalam skala
komersial. Pola peternakan masih tradisional. Para peternak di NTB harus
diarahkan untuk menjadi peternak komersial. Berbicara mengenai peternakan
komersial, tentu harus memikirkan pakan hingga pemeliharaan sapi.
‘’Ya, bicara mulai
tingkat sapi lahir, kematian sapi, dan jumlah indukan,’’ ucapnya.
Yusuf mengatakan,
sapi bisa beranak setiap tahun. Problem
di lapangan banyak peternak yang kurang memikirkan soal peningkatan populasi
yang besar. Lebih-lebih untuk peternak yang menggunakan pola lepas seperti di
Sumbawa. Bila dihitung secara cermat, sapi mengandung selama sembilan bulan.
Setiap tahun bisa menghasilkan satu anak sapi. Kenyataan sapi para peternak
beranak antara 18-24 bulan, tentu itu waktu yang sangat panjang.
‘’Itu berarti dalam
tiga tahun hanya beranak satu atau dua pedet (anak sapi). Semestinya tiga tahun
bisa tiga pedet,’’ bebernya.
Bapak 55 tahun ini
menjabarkan, campur tangan pemilik sapi supaya setiap tahun bisa beranak cukup
penting. Setelah sembilan bulan beranak, sapi betina akan kembali mengalami
masa birahi. Dalam interval tiga bulan, peternak harus memperhatikan masa
birahi sapi. Pada kurun waktu 40 hari sampai maksimal 60 hari, sapi harus sudah
dikawinkan lagi.
‘’Banyak peternak yang
mengabaikan masa birahi sapi,’’ terangnya.
Kendala di
lapangan, untuk mengawinkan betina yang tengah birahi tentang keberadaan
pejantan sapi. Jumlah pejantan di NTB dinilai memang sudah ideal. Namun, tidak
semua pemilik mau ‘’meminjamkan’’ pejantan untuk mengawini betina sapi.
kebanyakan pemilik sapi pedaging enggan mengizinkan sapi jantan mereka
mengawini betina. Sapi pedaging jantan menjadi liar dan kurus bila dikawinkan.
‘’Sapi jantan yang
untuk pedaging itu dibiarkan dalam kandang dan diberi makan saja. Karena memang
dijual untuk dagingnya,’’ ujarnya.
Ini perlunya ada
pemerataan pejantan di kelompok peternak sapi.
Karena kalangan peternak ketika kesulitan mendapat pejantan untuk
dikawinkan juga enggan menggunakan insemininasi buatan (IB). Alasannya butuh
biaya untuk IB. Setidaknya Rp 50-250 ribu harus dikeluarkan oleh peternak.
Kondisinya saat ini pejantan dengan betina sapi di kelompok tidak merata. Ada
beberapa kelompok peternak sapi yang memiliki pejantan terbatas.
‘’Menurut saya
perlu adanya sapi pemacek. Sapi jantan yang tugasnya khusus mengawini betina
birahi,’’ ucapnya.
Dalam peningkatan
populasi sapi di NTB, kata Yusuf, selain
kelahiran pedet yang lambat, persoalan lain yang menghadang peningkatan
populasi adalah tingginya kematian pedet. Angka kematian pedet sebelum disapih
antara 6-8 bulan di NTB cukup tinggi sekitar 15 persen. Lebih tinggi lagi untuk
api yang dibiarkan hidup bebas di padang rumput seperti di Pulau Sumbawa,
kematian pedet di Pulau Sumbawa bisa sampai 30 persen lebih.
‘’Penyebabnya pedet rentan mati ini harus bisa
diminimalisir,’’ urainya.
Peraih Doktoral
dari Monash University, Australia ini menyebutkan, ada beberapa faktor yang
membuat kematian pedet cukup tinggi di NTB. Pertama soal asupan nutrisi dari
indukan, ada persoalan pakan, apalagi ketika musim kemarau tiba. Ini terutama terjadi pada sapi-sapi di Pulau
Sumbawa.
‘’Indukannya
memikirkan makannya sendiri juga repot. Rendahnya nutrisi berpengaruh pada susu
yang dihasilkan,’’ bebernya.
Pakan alternatif,
tambah Yusuf, harus dipikirkan para peternak. Sehingga dengan pemenuhan pakan
yang sesuai, ikut menunjang nutrisi sapi. Dampaknya angka kematian pedet bisa
terus ditekan. Selama ini sumber pakan utama masih mengandalkan rumput. Ketika
kemarau tiba, rumput ikut mengering karena rumput hanya mengandalkan air
permukaan.
‘’Beda ketika sudah
mulai diarahkan sumber pakannya dari pepohonan,’’ katanya lagi.
Ditambahkan,
kematian pedet yang tinggi juga dipicu sanitasi kandang yang buruk. Beberapa
kandang kumpul tidak memperhatikan kebersihan. Lumpur bercampur kotoran yang
ada di kandang bisa mencapal lutut sapi. Ini rentan memicu penyakit.
‘’Pedet ini masih
sangat rawan pada penyakit. Sanitasi harus dipikirkan betul,’’ ucapnya.
Hal lain yang bisa
mendorong peningkatan populasi sapi, peningkatan jumlah indukan sapi.
Dikatakan, bila dalam perhitungan jumlah indukan sapi masih berada di kisaran
40 persen, bisa digenjot menjadi 60 persen. Pasalnya, peningkatan indukan ini
pun ikut berpengaruh pada jumlah pedet yang dilahirkan.
‘’Indukan harus
dijaga terus populasinya. Bila perlu ditambah,’’ kata bapak kelahiran 25
Oktober 1961 ini.
Yusuf yang aktif
bertukar informasi dengan pengembangan peternakan di beberapa negara ini
menyebut, proses perkawinan incest atau imridging itu juga disebut-sebut ikut
berpengaruh pada produktifitas sapi. Kawin sapi antarsaudara ini yang
sebenarnya harus mulai dihindari oleh peternak. Banyak sapi jantan yang
mengawini induknya, karena kurangnya jumlah pejantan.
‘’Peternak
sebenarnya bisa menyiasati dengan pertukaran sapi dengan kelompok lain. Supaya
tidak ada kawin saudara,’’ imbuhnya.
Tentu saja, kata
Yusuf, berbagai upaya peningkatan populasi sapi di kalangan peternak, tidak
bisa hanya menunggu inisiatif peternak. Pemerintah harus ikut campur memberikan
edukasi dan pemahaman. Peternak harus mulai berpikir maju untuk mengembangkan peternakan
sapi.
Sumber Pakan Tidak
Hanya Rumput
SAPI yang
dikembangbiakkan di NTB merupakan jenis Sapi Bali. Sapi yang doyan memakan
berbagai jenis hijau-hijauan. Rumput bukan satu-satunya sumber pakan bagi sapi.
Prof Yusuf Akhyar
Sutaryono Phd mengatakan, kebanyakan peternak hanya mengandalkan rerumputan
sebagai sumber makanan. Hal ini membuat pusing peternak ketika musim paceklik
tiba.
‘’Saat musim panas
tiba, rerumputan semuanya kering. Sapi-sapi akhirnya dikatakan kesulitan
pakan,’’ katanya.
Pola pemberian
pakan sapi, sambungnya, tidak hanya merunduk, menyabit ke depan saja. Pemberian
makan sudah harus memikirkan mendongak dengan menyasar pepohonan.
Sapi bisa
‘’diajarkan’’ untuk memakan berbagai leguminosa sepohon seperti pohon lamtoro,
turi, dan gamal. Untuk lamtoro serta turi sudah mulai ada peternak yang
menjadikannya sebagai sumber makanan.
‘’Gamal yang masih
belum. Ini yang harus dikenalkan secara intensif,’’ sambungnya.
Ahli pakan ternak
ini menjelaskan, nutrisi yang dihasilkan hijauan pohon lebih tinggi dibanding
rumput kering saat paceklik melanda. Kadar berbagai jenis legum sebanding
dengan rerumputan basah yang menyumbang antara 13-15 persen protein untuk sapi.
‘’Tinggal bagaimana
terus mengedukasi para peternak,’’ imbuhnya.
Bahkan, lanjut
Yusuf, dedaunan dari tanaman Kaliandra yang dikembangkan Dahlan Iskan pun masuk
dalam kategori jenis hijauan. Sedikit diberi campuran, daunnya bisa diberikan
sebagai pakan sapi.
‘’Itu batangnya
untuk dibakar. Daunnya ketika diberi treatment bisa untuk sapi,’’ imbuhnya.
Untuk terus
mendorong pakan sapi dari jenis legume, berbeda antara warga di Pulau Lombok
dan Pulau Sumbawa. Perbedaan ini lantaran pola beternak sapi masyarakat di
Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa berbeda. Masyarakat Lombok menggunakan pola
kandang kumpul, sapi-sapi yang ada dicarikan makan. Berbeda dengan masyarakat
Sumbawa yang melepas kawanan sapi ke padang gembalaan. Masyarakat Lombok
tinggal mulai mencarikan berbagai jenis legume untuk pakan. Sementara
masyarakat Sumbawa harus banyak menanam lamtoro, turi, dan gamal di padang
gembalaan.
‘’Untuk menanam ini
peternak harus didorong pemerintah. Tidak bisa dilepas begitu saja,’’ terang
Yusuf.
Selain mengandalkan
legum, tambahnya, pakan ternak juga bisa dihasilkan dari jerami. Batang padi
yang sudah kering dibiarkan seminggu baru kemudian diberikan pada sapi. Untuk
meningkatkan nutrisi pakan dari jerami bisa dicampur dengan lamtoro, turi, dan
gamal.
‘’ Kalau hanya
jerami saja, nutrisi untuk sapi masih kurang,’’ tambahnya.(*)