Wednesday 21 October 2015

Jual Perusahaan untuk Anak Jalanan Lombok

Dedikasi Chaim Fetter ”Bule Belanda” Bagi Lombok (1)

BILA melintas di Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat, ada bangunan luas dengan cat berwarna hijau. Itu adalah bangunan milik Yayasan Peduli Anak (YPA) NTB. Yayasan ini cukup dikenal di nasional, beberapa tahun silam mantan Menteri Pendidikan M Nuh bertandang kesana. Baru-baru ini, pendiri yayasan Chaim Joel Fetter hadir di salah satu televisi nasional untuk menceritakan perjalanan berdirinya YPA.
Chaim bercerita, yayasan yang didirikannya konsen untuk mengurus anak-anak jalanan. Awalnya, ketika berlibur ke Pulau Lombok tahun 2005, ia melihat sejumlah anak meminta di jalanan. Saat itu ada satu anak minta uang tidak diberi.
“Satu anak itu saya bawa ke sekolah untuk bisa sekolah. Saya sampaikan ke guru dia ingin sekolah dan butuh tempat tinggal,” katanya.

Setelah itu, Chaim pun kembali ke negeri asalnya di Belanda. Selama di Belanda tetap aktif berhubungan dengan anak yang dititipkan. Namun, ia merasa apa yang dilakukan belum cukup. Masih banyak anak jalanan di Pulau Lombok yang membuatnya miris.
“Saya putuskan untuk menjual perusahaan saya di Belanda. Membeli tanah 1,5 hektare, kemudian membuat panti dan fasilitas untuk anak-anak jalanan,” beber pria kelahiran Baam, Belanda ini.
Dikatakan, kerasnya kehidupan anak jalanan dan kecilnya kesempatan untuk hidup yang lebih baik, alasan ia menolong mereka. Bersama rekannya dari Belanda dan beberapa rekan dari Lombok mendirikan YPA.  Disana dibangun rumah tinggal, sekolah, klinik, kantor, tempat olahraga.
“Semua dari nol,” ucapnya. 

Suami Martina Natratilova ini mengaku, tidak memiliki pengalaman membuat yayasan sosial. Namun, itu tidak membuatnya mengurungkan niatnya membantu anak jalanan di Pulau Lombok.  
“Bersama tim tetap bertekad dan menggunakan keahlian masing-masing untuk membangun yayasan,” akunya.
Diceritakan, dukungan orang tua di Belanda pula yang membuatnya tetap bersemangat untuk meneruskan perjuangan. Chaim sendiri memiliki masa kecil susah. Sedari kecil sudah kreatif untuk mencari uang.
“Saya sudah punya semuanya sejak muda. Tapi tidak bahagia, membantu (anak jalanan) ini salah satu cara saya bahagia,” ucapnya.
Misi yang diusung Chaim, memang benar-benar sosial. Semua anak-anak yang masuk disana gratis. Ada misi mengembalikan anak dijalan ke sekolah dan tidak turun ke jalan. Mereka selain mendapat pendidikan umum, pendidikan agama, juga mendapat pembekalan pengembangan keterampilan.
“Di panti memiliki masalah yang sama, orang tua menikah muda dan tidak sanggup mengurus anak,” terangnya.

Pria kelahiran 15 Maret 1981 ini mengungkapkan, meski bersifat sosial dan menyelamatkan anak jalanan, YPA tidak sembarangan mengambil anak. Ada seleksi, harus dari keluarga benar-benar tidak mampu, direkomendasikan masyarakat, atau dari pemerintah.
“Ada tiga panti, satu untuk SD laki, satu untuk lagi dewasa, dan satu perempuan. Ada yang lulus dan sekarang sudah bekerja,” imbuhnya.
Saat ini, lanjutnya, YPA mengasuh 100 anak di residential care (program anak dalam panti) dan sekitar 200 anak di family care (program kesejahteraan sosial anak dalam keluarga). Separuh dari anak-anak yang diasuh sekarang berada di jenjang SMP dan SMA sehingga biaya pendidikan untuk mereka relatif tinggi.
“Biaya operasional sebagian bisa dipenuhi dari sumbangan dan sponsor anak,” kata Chaim lagi.
Ditanya soal masalah anak jalanan di Pulau Lombok saat ini, Chaim mengaku, masalah yang dihadapi masih sama seperti sepuluh  tahun yang lalu. Kemiskinan dan disfungsi keluarga atau broken-home adalah penyebab utama anak-anak menjadi terlantar, terabaikan, dan putus sekolah. Akhirnya mereka ngamen, ngemis, dan menikah di usia dini. 
Pria bernama muslim Abdul Hayat ini berharap baik individu, bisnis kecil sampai besar, LSM, dan pemerintah mau bekerja sama untuk mencapai misi yaitu memberikan pengasuhan, pendidikan dan tempat tinggal bagi anak-anak yang membutuhkan di seluruh Indonesia. Setiap anak berhak untuk hidup bahagia, sehat, bebas dari kemiskinan, eksploitasi dan kekerasan.
“Saat ini ada sekitar 30 anak tanpa sponsor, sehingga ini menambah beban biaya operasional kami dan mengancam kelangsungan kerja yayasan,” imbuhnya.

Setelah sepuluh tahun berdiri, YPA memiliki 50 staf dan memberikan rumah, layanan keluarga, sekolah, pendidikan, dan kesehatan kepada ratusan mantan anak jalanan dan anak terlantar. Tentu, biaya untuk menjalankan roda ini butuh biaya yang tidak sedikit.(bersambung)




1 comment:

  1. nice share! salam kenal :D

    regards,

    http://smandamania05.blogspot.co.id/

    ReplyDelete