This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday 6 May 2017

Jurnalisme Bisa Menjinakkan Hoax Dunia Maya



Kecepatan informasi abad ini begitu luar biasa. Tidak perlu lagi komputer besar, cukup dengan gadget dan paket data maka semua hal bisa terakses. Seperti pisau bermata dua, hadirnya perangkat digital nan canggih ini ada kekurangan dan kelebihan. Untuk daerah yang sedang menggeliat pariwisatanya seperti NTB, perangkat digital ini sangat membantu. Masyarakat lebih cerewet mengenalkan daerah. Disaat bersamaan melalui layar ponsel mereka bisa mengetahui prospek daerah di masa depan dan arah pengembangannya. Jika pengguna gadget ini benar-benar pintar seperti nama perangkatnya smartphone (telepon pintar), perangkat digital yang dimiliki bisa menjadi ladang empuk mengais rupiah.
 
Disaat kehidupan masyarakat terus berkelindan dengan dunia digital. Ada sisi negatif hadir. Perangkat digital begitu lekat dengan dunia maya. Dan saat ini dunia maya jejaring sosial twitter, facebook, instagram, path, dan lainnya ramai dengan tulisan bernada provokatif. Informasi dibuat seolah benar, setelah dicek ternyata hanya hoax (bohong) belaka. Hoax dan fitnah paling sering mengangkat isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Seruan provokatif berbau SARA sebenarnya noda di negeri ini. Beberapa kali negeri ini diuji konflik berbau SARA. Tengok saja peristiwa Poso di Maluku, peristiwa Sampit di Kalimantan Tengah, atau di Kota Mataram sendiri ada peristiwa 171. Kita harus banyak belajar dari peristiwa tersebut.

Dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) serentak, dunia maya menjadi media kampanye hitam (black campaign) antar calon. Jangan kaget bila menjelang kontestasi pemilukada isi media sosial begitu semerawut dan penuh fitnah. Paling terkini bisa dilihat saat Pemilukada DKI Jakarta dari putaran pertama sampai putaran kedua. Sumpah serapah antar pendukung calon muncul silih berganti. Menjadi kian pelik, ketika ada sebagian kelompok masyarakat meragukan kebenaran berita media massa. Muncul sikap tidak percaya yang berujung apatisme. Mereka lebih suka dan gandrung pada narasi-narasi fitnah di media sosial atau portal. Dunia maya pun kini menjelma menjadi pabrik hoax dan fitnah

Pers tidak boleh tinggal diam. Media massa harus ada di garda terdepan membendung hoax dan fitnah yang beredar, utamanya dari media sosial. Bila dalam bukunya Fred S Siebert (1963) menyatakan pers sebagai pilar keempat demokrasi, selain eksekutif, legislatif dan yudikatif. Di buku berjudul Four Theories of the Press yang mengisyaratkan pentingnya keikutsertaan pers dalam melakukan kontrol atas tiga pilar kekuasaan. Maka peran pers berikutnya adalah mengontrol dunia maya. Peran dan kontrol pers membuat masyarakat menyikapi persoalan secara proporsional. Tidak emosional dan lekas naik darah. Contoh bisa diambil saat kasus menimpa Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi belum lama. Gubernur yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) dihina oleh pria keturunan Tionghoa di Bandara Changi, Singapura. Bukti permintaan maaf dari pria berinsial SHS itu cepat beredar. Kamis malam (13/4) di facebook, penulis melihat  surat itu sudah dibagikan lebih dari 10 ribu kali. Ditengah tensi Pemilukada DKI Jakarta yang lekat dengan isu SARA, penghinaan pada TGB menggelinding bak bola salju di twitter, facebook, maupun instagram. Untuk diketahui, TGB selain Gubernur NTB adalah ulama yang juga pemimpin ormas terbesar di NTB Nahdlatul Wathan. Penghinaan ini jelas memicu amarah publik. 

Gerakan-gerakan menyikapi penghinaan TGB di akar rumput sampai elit terus menggema. Bagi pers jelas informasi menarik. Figur dan isu cukup kuat. Tidak heran beberapa media nasional di Jakarta menjadikan berita TGB sebagai isu seksi. Ditengah sentimen berbau SARA respon publik cukup cepat. Sementara di dunia maya, penghinaan pada TGB masuk kategori merah. Upaya penghasutan dan gerakan rasis menjadi viral. Muncul hoax yang mengatasnamakan pendukung TGB. Tensi yang meninggi, tidak lantas diikuti awak media. Media massa di NTB sabar dan hati-hati memberitakan. Hingga akhirnya Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi angkat bicara di Islamic Center NTB, Jumat (14/4). Pada kesempatan itu orang nomor satu di NTB itu memberi penjelasan soal kebenaran informasi yang beredar di dunia maya. Mengutip dari Jawa Pos.com 14 April 2017, Gubernur menegaskan, penghinaan yang terjadi pada 9 April tersebut telah sepenuhnya dia maafkan. Terlebih lagi, yang bersangkutan juga telah meminta maaf secara terbuka melalui media massa. TGB ini mengajak seluruh elemen masyarakat NTB untuk tetap menjaga harmoni dan kerukunan yang telah terwujud dengan sangat baik selama ini. Pernyataan TGB ini menyejukkan. Media massa lokal dan nasional memberitakan pernyataan TGB, di daerah isu adanya sweeping warga keturunan yang bersumber dari dunia maya terbantahkan.  

Masyarakat NTB menunjukkan protesnya dengan menggelar demonstrasi ke Polda NTB, menuntut supaya polisi memproses secara hukum. Di kesempatan ini pun kembali media mengarahkan pemberitaan pada penegakan hukum. Tindakan rasisme SHS bisa diproses. Ditengah upaya pencarian SHS, dunia maya kembali ramai dengan munculnya akun yang meragukan penghinaan terhadap TGB. Pada kesempatan ini juga media massa tidak gegabah dan terpancing viral. Bukti kebenaran kasus yang menimpa TGB selain foto surat permohonan maaf SHS, ada foto TGB dan SHS di pos polisi Bandara Soekarno-Hatta. Di sisi lain, ada laporan dari kelompok pengacara pada lima akun media sosial yang menuduh penghinaan TGB adalah fiktif. Kasus yang menimpa TGB diatas bisa jadi menjadi bahan bakar amarah. Selain tidak agresif dalam tataran isu rasisme. Pers lebih menyoroti soal penghinaan personal. Publik juga dicerahkan upaya menyampaikan protes dengan saluran yang tepat. Mulai dari demonstrasi hingga laporan resmi ke polisi. Dan paling utama langkah klarifikasi dari TGB menjadi amunisi utama meredakan ketegangan publik.

Dapat ditarik kesimpulan, pers bisa menjinakkan viral yang ada di dunia maya. Setiap kabar yang beredar ditelusuri secara tuntas. Pers mengkonfirmasi pada pihak terkait secara langsung. Tidak gegabah menyajikan berita khususnya yang terkait dengan SARA. Pers tidak lagi berkutat pada tataran sumber masalah, pers harus lebih mengarahkan pada hal-hal solutif. Tentu saja prinsip jurnalisme damai harus dikedepankan. Menghilangkan stigma bad news is good news,  tetap memegang good news is good news.
Bagi publik sendiri, dilarang keras cepat masuk dalam pusaran informasi di dunia maya. Utamanya yang menyangkut kasus atau isu-isu berbau SARA. Bila tanpa konfirmasi dan tidak ada kecocokan dengan berita di banyak media massa, informasi itu bisa masuk kategori hoax dan fitnah. Publik harus berani mengambil sikap mengambil informasi dan berita produktif. Masyarakat tidak boleh apatis dengan media massa. Sebenar apapun informasi yang viral di media massa, tetap saja pemberitaan media massa adalah acuan. Pers bekerja  diatur oleh Undang-Undang Pers. Wartawan harus bekerja mematuhi 11 pasal kode etik jurnalistik. Seperti termuat pada Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Kata berimbang dalam pasal penegasan setiap pemberitaan menjunjung tinggi konfirmasi dari semua pihak dalam berita.(*)