This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday 30 September 2016

Lotim Penyangga Cabai Nasional

Tahun ini Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dipercaya menjadi daerah penyangga cabai nasional. Ini tidak terlepas dari luas area tanam cabai di Lotim yang mecapai 5 ribu hektare setiap tahunnya. Tahun ini Pemkab Lotim mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian untuk bibit cabai, pupuk, serta obat-obatan untuk area tanam sekitar 450 hektare. Kepercayaan Lotim sebagai penyangga cabai ini tentu cukup menggembirakan. Lotim adalah kabupaten di NTB yang memiliki wilayah paling luas. Tidak hanya luas wilayahnya, jumlah penduduknya pun paling banyak diantara kabupaten/kota lain. Dengan adanya kepercayaan nasional itu, bisa semakin mengembangkan pertanian di Lotim. Efeknya dirasakan langsung oleh petani. Karena selama ini cabai komoditi harganya cukup bagus di pasar. Harganya jatuh saat banjir panen saja. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lotim L Zaini menilai petani di Lotim sudah mulai pintar. Petani sudah tahu harga tanaman pangan itu tidak bisa melonjak tinggi. Petani pun memutuskan untuk berpindah ke tanaman hortikultura. Petani tidak sembarangan menanam. Mereka sudah belajar mekanisme tanam yang tepat. Menghindari membanjirnya cabai di pasaran. Penuturan pengusaha cabai Lotim, hasil tanaman cabai di Lotim bukan saja dipasarkan di dalam negeri saja. Pangsa pasarnya sudah menembus manca negara. Cabai-cabai panen petani di Lotim dikirim ke Batam, Tanjung Pinang, Pontianak, dan Banjarmasin. Sementara untuk luar negeri, biasanya pesanan banyak datang dari Singapura, Malaysia, dan negara Asia Tenggara lainnya. Setelah mendapat status sebagai penyangga cabai nasional, pemerintah pusat memang harus memperhatikan serius nasib petani. Selama ini salah satu faktor yang membuat petani kurang bersemangat adalah soal daya jual. Daya jual sejumlah produk pertanian kerap hancur disaat hasil pertanian bagus. Ketika memberikan bantuan, pemerintah tidak sampai mengawal ke distribusi. Pengembangan sektor pertanian, tidak hanya proses produksi saja. Mengawal sampai ke penjualan paling utama. Pasalnya, bila penjualan pertanian bagus, petani akan semangat untuk mengembangkan dunia pertanian. Seringkali petani dihadapkan dengan tengkulak atau pengusaha nakal. Semoga pemerintah memperhatikan rantai perdagangan komoditi pertanian. Membuat petani untung.

Bukit Sinyal Penolong di Pantai Kaliantan

Keindahan Pantai Pulau Lombok memang tidak ada habisnya. Selain indah, ada cerita yang lain yang ada di Pantai Lombok. Cerita itu datang dari pantai bagian selatan. Sekali dalam setahun ada festival yang dikenal dengan Bau Nyale. Ada dua lokasi yang menjadi arena Bau Nyale yaitu Pantai Kuta dan Pantai Kaliantan. Apa sih Bau Nyale? Sedikit mengulas, festival ini mengajak masyarakat panen cacing laut (nyale). Ratusan bahkan ribuan orang tumpah ke pinggir pantai. Bahkan, banyak turis asing yang ikut dalam Bau Nyale.Event ini disebut-sebut hanya ada di Pulau Lombok. Pengalaman berharga saya bisa terlibat dalam event ini di tahun 2012 silam. 

Kebetulan saya sedang bertugas di Lombok Timur, maka sasarannya adalah Pantai Kaliantan. Lokasinya bagian Selatan dari Kabupaten Lombok Timur. Jarak dari Kota Mataram sekitar 72 kilometer. Untuk mencapai pantai ini tidak bisa dengan kendaraan umum. Harus memakai kendaraan pribadi. Perjalanan dari Selong, pusat kota Lombok Timur memakan waktu hampir dua jam. Menuju lokasi cukup melelahkan. Kawasan ini pun terkenal panas luar biasa. Tapi, sebagai jurnalis apapun kendala bisa dihadapi. Begitu sampai di Pantai Kaliantan menyaksikan topografi pantai unik. Kombinasi teluk-teluk kecil dan beberapa bukit. Pantai Kaliantan juga berpasir putih, namun agak kasar seperti butiran gula pasir. Istimewanya dari pantai ini adalah pantai pasir putihnya yang bersih dan bebas sampah. Maklum pantai ini tidak begitu banyak dikunjungi. Itu membuat pantai bersih. Bau Nyale sendiri berlangsung dini hari. Sebelum festival itu dimulai, beragam kegiatan digelar. Acara tradisional daerah ditampilkan oleh banyak anak muda. Beberapa turis pun terlihat ikut menikmati beragam hiburan. Semua kegiatan pengiring festival Bau Nyale ini tentu menjadi berita yang menarik. 

Begitu acara usai, tanpa menunggu lama saya mengetik semua berita. Saat itu saya berbekal handphone dan BlackBerry (BB). Dengan dua nomor beda provider yaitu XL dan Telkomsel. Tidak sampai satu jam, semua berita kegiatan Bau Nyale selesai. Dan masalah pun muncul, saya tidak bisa mengirimkan semua berita. Handphone dan BlackBerry tanpa sinyal. Sebagai jurnalis yang baru sebulan bertugas di Lombok Timur, saya tidak pernah menduga kalau daerah bagian selatan minim sinyal. Apapun providernya nihil sinyal. Saya dibuat bingung. Bertugas di media cetak harian, tidak boleh telat mengirimkan berita. Apalagi acaranya besar dan nasional. Untuk menuju kota sudah tidak mungkin, jaraknya cukup jauh. Disaat bersamaan ribuan orang tumpah ruah, susah untuk bisa menerobosnya. Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wita. Deadline terus mengejar. 

Semua serba nanggung. Peluang bisa mengirimkan berita kian menipis. Sampai akhirnya muncul kabar baik dari salah satu warga. Ditengah kepanikan saya, ada warga yang membantu. Warga yang tinggal tidak jauh dari Pantai Kaliantan itu menyarankan saya naik ke bukit. Warga menyebutnya dengan “bukit sinyal”. Saya mengikuti arahan dari warga itu. Lokasinya tepat di pinggir pantai. Cukup tinggi untuk mencapainya. Begitu tiba diatas, saya terkejut. Ada belasan warga yang sedang asyik dengan handphone. Saya mengecek handphone dan BB. Senang bukan main, keduanya memiliki sinyal. Berita bisa segera terkirim. Seandainya tidak ada “bukit sinyal”, kegiatan Bau Nyale itu tidak akan muncul di koran. Peristiwa Pantai Kaliantan ini juga memberi pengalaman berharga buat saya. Sebagai wartawan yang baru masuk ke daerah baru, yang harus dicek pertama kali adalah keberadaan jaringan telekomunikasi.(*)




Suasana di pinggir Pantai Kaliantan, Lombok Timur.
Bukit Sinyal, itulah sebutan untuk perbukitan di pinggir Pantai Kaliantan

Saturday 24 September 2016

Waspadai Kedok Ahli Agama Palsu

URUSAN agama jangan sembarangan. Sebagai pedoman sumbernya adalah Alquran dan hadist. Bila sudah keluar dari keduanya, awas dibawa ke jalur sesat. Siapapun yang mengaku alim ulama, kyai, ataupun tuan guru sepanjang mengajak kepada kesesatan, segera tinggalkan. Belum lama ini kita semua dibuat heboh dengan Gatot Brajamusti. Ia mengklaim diri sebagai ahli spiritual. Murid yang datang beragam. Termasuk kalangan selebritis. Namanya melambung karena menjadi guru artis. Belakangan citra buruk ditampilkan oleh Aa Gatot. Guru spiritual ini kedapatan pesta narkoba di Kota Mataram. Penangkapan ini mengungkap borok lainnya. Ternyata Aa Gatot kerap mengaku melawan jin di padepokannya. 

Untuk memberi makan jin, Gatot memberi makan aspat. Belakangan makanan jin ini diketahui adalah narkoba. Di kediaman Gatot diamankan senjata api ilegal dengan ratusan amunisi. Serangkaian ulah negatif itu makin memalukan dengan kasus asusila. Gatot disebut kerap berbuat mesum dengan muridnya. Dalihnya itu perbuatan jin. Belum selesai kasus Aa Gatot, menyusul lagi kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Pria yang mengklaim diri sebagai tokoh agama dari Probolinggo. Beritanya tidak kalah ramai. Penangkapan Dimas Kanjeng sampai melibatkan 1.400 lebih polisi. Dimas Kanjeng memiliki santri puluhan ribu. Pengikutnya pun mati-matian menjaganya. Dimas Kanjeng dikenal karena kemampuannya menggandakan uang. Orang berbondong-bondong datang ke padepokan untuk mendapatkan banyak uang. 

Nyatanya Dimas Kanjeng hanya pembual belaka. Kedoknya diketahui santrinya. Untuk menghilangkan jejak, ia pun membunuh santrinya. Hal itu yang membuat aparat bertindak. Kesamaan antara Gatot dan Dimas Kanjeng adalah kemampuannya memanipulasi diri. Ahli spiritual hanya kedok semata. Ritual keagamaan seperti pengajian, zikir, istighotsah, dan masih banyak lagi sebagai pembungkus. Ritual itu untuk meyakinkan orang bahwa apa yang diajarkan adalah baik. Padahal bila jeli, dengan mudah kedok itu bisa diketahui. Hal-hal negatif seperti permainan Gatot dengan jin atau penggandaan uang Dimas Kanjeng tidak pernah diajarkan dalam agama. Manusia tentu saja, urusannya dengan sesama manusia. Menata hubungan yang baik. Agama juga mengajarkan hidup butuh kerja keras. Ingin mendapat uang banyak, tentu bekerja dengan giat. Tidak ada istilah penggandaan uang. Intinya jangan mudah ditipu ahli spiritual.

Thursday 8 September 2016

Usaha Voice For Changes Membantu Tunanetra

PEMUDA berkacamata ini pendiam saat awal jumpa di Jakarta. Ia salah satu wakil dari sepuluh inspirator muda salah satu produsen laptop. Namanya Abdullah Faqih. Ketika ditanya apa kegiatannya sehingga bisa terpilih ke Jakarta. Ia langsung bersemangat. Bila sebelumnya pendiam, bicaranya berapi-api dan tanpa jeda. Nama organisasinya adalah Voice of Changes. Ia menjadi founder. Bergerak untuk membantu para tunanetra. “Saya terinspirasi oleh Srikant Bolla dari India. Tunanetra namun bisa membuktikan bisa berbuat banyak,” katanya membuka cerita. Sekilas tentang Srikant Bolla, Faqih menjelaskan, ia seorang penyandang tunanetra dengan umur yang masih muda berhasil mendirikan kerajaan bisnis yang kini bernilai 7,5 juta dolar AS atau hampir Rp 100 miliar. Srikanth terlahir dalam kondisi tunanetra. Srikanth masuk di sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Ia mendapatkan guru yang rela mengubah semua bahan pelajaran dalam bentuk audio yang membantunya lulus dalam ujian. Lulus dari SMA, Srikanth bercita-cita untuk belajar teknologi informasi di universitas ternama di India. Sayang meski hasil tes masuknya memuaskan, pemuda ini ditolak hanya karena di penyandang tuna netra. Dengan catatan akademisnya yang luar biasa, Srikanth malah diterima di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS dan lulus pada 2012. Setelah lulus, Srikanth langsung pulang kampung ke India dan mendirikan perusahaan yang akan mempekerjakan orang-orang berkebutuhan khusus seperti dirinya. “Sejak 2012 saya sudah punya ide. Tapi kesempatan itu baru datang April 2016,” terangnya. Kisah Srikant Bolla itu, menurutnya, sama seperti di Indonesia. Penyandang difabel, khususnya tunanetra belum mendapat asupan informasi yang lengkap. Diskriminasi masih sering dialami. Ditambah lagi jumlah buku braille terbatas. Di perpustakaan tunanetra terbesar di Indonesia saja hanya ada 300 judul buku braille. Banyak yang kemudian lepas tangan. “Padahal mereka punya kesempatan dan peluang yang sama. Seperti di India, akhirnya bisa sukses,” ucapnya. Mahasiswa Jurusan Sosiologi ini tidak menampik, pengerjaan buku braille cukup susah. Satu buku biasa seandainya dijadikan sebagai buku braille, bisa menjadi sepuluh buku braille. Betapa tebalnya. Bagi kita yang memiliki mata normal tentu geleng-geleng melihat tumpukan buku braille. Namun, bagi tunanetra setebal apapun buku braille itu tetap mereka butuhkan. Dari buku braille ini sumber pengetahuan dan informasi mereka dapatkan. “Kurang efisien untuk tunanetra. Waktunya banyak terbuang,” ceritanya. Menurut Faqih, ini bisa dibuktikan dengan sejumlah panti tunanetra yang memiliki stok buku braille. Tunanetra kurang memanfaatkannya. Jenis bukunya tidak sesuai dengan kebutuhan. Buku braille yang disajikan pun kerap jauh dari keseharian. Contohnya, penyandang tunanetra diberikan bacaan tentang pertikaian atau perpolitikan. Padahal mereka lebih butuh dengan cerita atau kisah yang menginspirasi. “Makanya perlu kita berikan terobosan bacaan,” ucapnya. Dari pengamatan selama beberapa waktu itulah, kata Faqih, April 2016 lalu idenya membuat audio books untuk tunanetra terealisasi. Kisah memulai pondasi organisasi sosial, dimulai dengan dua orang. Bersama rekannya, Valya Nurfadila mahasiswi Jurusan Matematika UGM awal 2016 dimulai. Ide membantu tunanetra itu tak kunjung terwujud. Masalahnya ada pada sumber daya manusia (SDM). Diputuskan menambah dua orang. Ditambah Angela Shinta sebagai Community Manager dan Ahadin Fahmi sebagai tim creative. Total sekarang ada empat orang. “Jumlah ini memang masih sedikit, namun yang coba dikejar adalah menyusun organisasi yang kokoh. Setelah dirasa sustainable, baru mulai menambah tim,” imbuhnya. Mahasiswa semester V Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengibaratkan lembaga yang dibentuknya itu seperti mata bagi para tunanetra. Pola kerjanya tidak ribet. Tugasnya membuat audio beragam jenis buku. Utamanya buku yang sedang diminati dan menarik. Buku itu direkam. Setelah direkam kemudian hasilnya dibahas oleh tim. “Dengan zaman yang semakin canggih, pola kerja yang dilakukan oleh tim kecil ini tidak terlalu rumit. Pola kerja 80 persen dengan online,” urai Faqih. “Koordinasi dan distribusi tugas dengan berkirim email dan diskusi di grup line. Bila ke panti tunanetra atau butuh survei dan uji audiobooks baru ke lapangan,” sambungnya. Sampai saat ini, imbuhnya, sudah ada sepuluh audio books yang rampung dibuat. Panti yang sudah dilibatkan antara lain Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta, Surabaya, Panti Tunanetra Yaketunis dan Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta. Alasan, baru memilih tiga panti karena memang masih butuh penambahan jumlah audio books. Selain itu, menyesuaikan dengan domisili tim. “Setelah audio books semakin banyak dan tiga panti merasakan manfaatnya baru mencoba ekspansi dan mencoba ke tempat lain,” ucapnya. Usaha yang dilakukan Voice of Changes ini, kata Faqih, tidak bisa berjalan sendiri. Butuh dukungan dari banyak pihak. Ia pun tidak menutup sukarelawan dari semua daerah yang ingin membantu. Polanya cukup mudah. Apalagi sekarang semua gadget dilengkapi dengan perekam suara. “Tinggal direkam saja,” jelasnya. Bulan depan Faqih mematok target audio books sudah bisa dikenal luas oleh publik. Ia tidak ingin niat baiknya untuk penyandang difabel terburu-buru. Setelah tahap produksi audio books lancar, baru promosi dilakukan. Ia berharap bisa menginspirasi anak-anak muda untuk peduli pada tunanetra.(*)

Friday 2 September 2016

Lelucon Mukidi dan Gatot Brajamusti

SELERA humor masyarakat Indonesia sedang naik karena Mukidi. Nama yang Indonesia banget ini seolah menghiasi segala lini, mulai dari media massa, media sosial, sampai media komunikasi. Sosoknya yang sederhana dan konyol, membuat kita mesam-mesem. Tingkahnya polos. Orangnya tidak terlalu saleh, sedikit urakan. Ditengah himpitan dan beban ekonomi yang kian berat, rasanya sah-sah saja kalau Mukidi dianggap sebagai penghibur. Kita memang butuh banyak humor supaya hidup ini tidak kaku. Lelucon sendiri tidak selalu dari hal konyol dan jenaka. Kadang dari ulah-ulah tidak terduga bisa membuat terhibur. Apalagi kalau itu menyangkut pejabat, politisi, ataupun publik figur. Seperti lelucon dari Gatot Brajamusti yang diciduk oleh aparat karena narkoba. Pria yang akrab disapa Aa Gatot ini baru saja ditetapkan menjadi Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) 2016-2021. Lima tahun sebelumnya juga menjabat ketua. Tidak banyak memang yang mengenal Aa Gatot dalam dunia film. Namanya tidak sebeken aktor-aktor seperti Vino G Bastian, Reza Rahardian, Dedi Mizwar, atau Tora Sudiro. Aa Gatot memang main film, namun tidak terlalu meledak di pasaran. Namanya justru beken ketika menjadi penasehat penyanyi kenamaan Indonesia Reza Artamevia atau artis Elma Theana. Aa Gatot naik daun karena gencarnya pemberitaan pada artis-artis yang belajar spiritual padanya. Aa Gatot beberapa jam dilantik sebagai ketua, diamankan oleh polisi bersama istrinya. Di ruangan itu juga ada anak perempuannya. Penggerebekan itu membuat sejawatnya terkejut. Mereka mengira sedang ada akting, maklum saja disaat yang sama Aa Gatot sedang ulang tahun. Setelah narkoba dikeluarkan dari kantongnya, cerita dimulai. Pria yang selama ini dikenal sebagai penasehat spiritual para artis ini nyatanya positif pengguna narkoba. Penggerebekan yang terjadi di Kota Mataram ditindaklanjuti dengan penggerebekan di Jakarta. Hasilnya, senjata api ilegal dengan ratusan peluru aktif, hewan dilindungi yang diawetkan, dan sabu-sabu ikut diamankan. Boleh saja orang terdekat Aa Gatot mensinyalir ada politisasi kasus narkoba terkait pemilihan Parfi. Luar biasa, polisi di Jakarta dan Kota Mataram bisa digerakkan. Namanya juga orang film, pikirannya tidak pernah jauh dari soal skenario dan settingan. Namun yang tidak bisa disangkal hasil pemeriksaan menunjukkan positif pengguna narkoba.(*)