PILIHAN orang memulai usaha selalu berusaha menguasai daerah asalnya. Setelah sukses, berikutnya tentu ekspansi ke luar daerah. Kebiasaan tersebut diterobos oleh Owner Muma Apparel Ikhsan Dediansyah Putra. Fashion karyanya justru lebih dikenal diluar daerah dibanding di NTB, daerah asalnya.
“Muma Apparel ini asli Lombok. Bukan buatan Jakarta, soalnya ada yang mikir produk luar daerah,” katanya membuka pembicaraan.
Jika berkunjung ke Muma Store di
depan Makam Karang Medain, Karang Bedil terlihat biasa-biasa saja, tidak
ada yang terlalu istimewa. Tapi, jika mencermati lebih teliti lagi, ada
logo-logo yang kerap wara-wiri di televisi. Ya, itu adalah logo Mahkota
milik Muma Apparel. Kok bisa?.
Pria
yang akrab disapa Ikhsan ini mengatakan, produknya memang kerap dipakai
sejumlah bintang layar kaca seperti Ruben Onsu, Yama Carlos, Aziz
Gagap, DJ Riri, dan sejumlah artis lainnya. Istilah yang dipakai, artis
menjadi meng-endorse (promosi) produk Muma Apparel.
“Setiap acara, mereka kenakan produk saya. Itu mereka yang minta,” akunya.
Apa yang terjadi saat ini, lanjutnya, bukan dicapai sekejap mata. Prosesnya panjang. Ia menggeluti dunia clothing bermula karena suka. Hobinya sedari remaja memang mengikuti trend fashion. Saking cintanya, dengan modal nekat ia berani membuka usaha clothing 2006.
“Saat itu belum muncul nama Muma. Jualannya masih campur-campur, beli putus produk clothing,” bebernya.
Saat itu, lanjut ayah satu anak ini, belum ada pihak yang berminat untuk kongsi. Hingga 2007-2008 masih pola beli putus. Bandung menjadi sasarannya. Di kota berjuluk Paris Van Java itu banyak pengetahuan didapat. Melihat perkembangan, ia memutuskan 2008 belajar di Jakarta. Mencari konveksi hingga bahan fashion dengan kualitas terbaik.
“Di 2008 kebetulan di Lombok bisnis distro mulai menggeliat. Tapi, kebanyakan bernama bahasa Inggris,” aku Ikhsan.
Akhirnya, sambung Ikhsan, diputuskan memberi nama Muma yang dalam bahasa Dompu sendiri berarti bangsawan. Logo mahkota pun disematkan pada produk Muma. Produk awalnya tidak banyak, dimulai dari kaos. Apakah langsung sukses?
Karena berangkat dari hobi, diakui suami Rafika Nanda Suryani ini, bukan kesuksesan lebih dahulu diincar. Saat itu yang dipikirkan, fashion jalan dan operasional tertutupi. Modal awalnya kala itu Rp 10 juta.
“Masuk September 2009, mulai ada peminat,” ujarnya.
Diputuskan pada 2009 menyematkan nama apparel di belakang Muma. Pasalnya, produk yang dihasilkan tidak hanya kaos. Muma mulai memproduksi baju hem, dompet, topi, tas, dan sepatu. Keuntungan memulai belajar dari Jakarta dirasakan dalam update model.
“2010 produk Muma Apparel naik daun. Saya putuskan juga membuka store di Jakarta, awalnya hanya konveksinya saja,” terangnya.
Bersinarnya nama Muma Apparel di Ibukota Indonesia, lanjut Ikhsan, berpengaruh besar dalam pendapatan bulanan. Jika di 2009 omset antara Rp 12-20 juta, maka omsetnya sejak 2011 sudah tembus ratusan juta.
Diakuinya, keterlibatan artis dalam endorse produk memiliki dampak besar. Perkenalan dengan artis sendiri berawal dari manajer artis Aziz Gagap. Saat itu harus bayar belasan juta dan menyiapkan produk yang selalu dipakai oleh si artis. Langkah ini diakuinya cukup strategis untuk semakin mengenalkan Muma Apparel ke masyarakat. Puncaknya 2011, Ikhsan mengaku, tidak perlu lagi repot-repot menyiapkan budget supaya produknya dipromosikan artis.
“Mereka yang minta. dari sisi omset pun meningkat signifikan setelah sering dipakai artis,” bebernya.
Bukan bisnis namanya kalau tidak pernah mengalami jatuh bangun dan perjuangan penuh darah. Ikhsan mengingat, pernah datang ke store saat awal promosi Muma. Tidak langsung diterima. Manajer menyebut ada 12 produk yang masuk daftar tunggu. Karena belum nama Muma belum dikenal, orang pun ragu untuk menerima.
“Ada 22 toko yang saya ajak kerjasama,” akunya.
Disaat bisnis fashionnya tengah
menanjak, Ikhsan pun kembali diuji. Tahun lalu salah satu storenya di
Yogyakarta dibobol maling. Tidak tanggung-tanggung, kerugiannya mencapai
ratusan juta. Sejatinya, bila tidak ada kejadian tersebut, Muma Apparel
memiliki store di Jakarta, Kota, Balikpapan, dan Yogyakarta.
“Untuk di Yogyakarta sementara off dulu. Nanti sambil menunggu situasi lagi,” tukasnya.
Persaingan Membuat Karya Kompetitif
Bisnis clothing di NTB sekarang ini kian menggeliat. Tidak hanya karya lokal, produk luar daerah pun merangsek ke NTB. Kondisi tersebut dianggap oleh Owner Muma Apparel Ikhsan Dediansyah Putra sebagai masalah. Justru semakin banyaknya produk, itu membuat pilihan penggemar fashion makin beragam. Tentu saja, bagi para pemilik clothing lebih meningkatkan kemampuan dan kualitasnya.
“Pada dasarnya produk clothing ini memiliki pasar masing-masing,” katanya.
Ikhsan menyebut, sepanjang menjaga kualitas bahan, memperhatikan jahitan, dan menyesuaikan harga, konsumen tidak bakal berpaling ke lain hati. Persaingan jangan malah membuat kualitas produk turun. Penyebabnya tentu saja perang harga.
“Update model itu juga harus diperhatikan,” sambungnya.
Dalam hal busana, kata Ikhsan, masyarakat NTB mulai makin paham. Jika beberapa tahun sebelumnya fashion booming diluar lama, baru kemudian menyusul di NTB. Sekarang ini kondisinya tidak terpaut jauh.
“Ya, sudah semakin mengerti. Makanya jadi tantangan juga bagi pemiliki store atau distro lokal,” ucapnya.
Usaha clothing, tambah pria kelahiran Dompu ini, sebagai bisnis kreatif. Perkembangan fashion berjalan begitu pesat. Bila tidak sanggup mengikuti, maka akan ditinggalkan konsumennya.(*)