Belajar Menjaga
Hutan dari Dusun Aik Nyet, Lombok Barat
Hutan Sesaot,
Lombok Barat cukup ramai di akhir pekan. Mobil dan otor tampak terparkir begitu
memasuki area hutan. Meski diluar matahari cukup menyengat, masuk ke hutan
lebih sejuk. Penyebabnya tentu pohon besar dengan kanopi rapat yang berjajar. Motor
terus melaju memasuki Desa Buwun Sejati, begitu tertulis di gapura. Di kawasan
ini ada satu mata air yang mengalir sepanjang tahun meski tengah kemarau. Hujan
yang tak kunjung turun,membuat mata air dan sungai mengering. Lalu apa yang
membuat salah satu mata air di sekitar Hutan Sesaot, tetap mengalir dengan
deras?. Sejumlah pemuda yang dijumpai di sekitarHutan Sesaot mengarahkan untuk
mencari tahu soal mata air tersebut ke Kepala Dusun (Kadus) Aik Nyet. Tidak
sulit untuk mencapai rumah kadus.
“Silahkan masuk,
apa yang bisa dibantu,” sapa Kadus Aik Nyet Nurjayadi pada wartawan Lombok
Post.
Nurjayadi terdiam
sesaat, ketika ditanya soal mata air di wilayahnya yang mengalir sepanjang
tahun.
“Oh, itu Pancor
Enem atau bisa disebut mata air Batu Belah,’’ katanya.
Dari mata air itu, diceritakannya,
ratusan kepala keluarga (KK) di Dusun Aik Nyet mendapat penghidupan. Mulai dari
memasak, mandi, dan mencuci dipenuhi oleh mata air itu. Di musim kering seperti
saat ini, airnya begitu dibutuhkan masyarakat.
“Saat panas begini
memang banyak mata air kering. Pancor Enem tetap mengalir, meski tidak sederas
saat musim hujan,’ ujarnya.
Bapak berkumis
tipis ini mengungkapkan, kelestarian hutan rahasia yang membuat mata air Pancor
Enem tetap lestari. Mata air dikelilingi banyak pohon.
“Keterlibatan
masyarakat menjaga alam bagus, menanam dan mencegah adanya penebangan pohon
sembarangan. Untuk lebih jelas biar saya telpon ketua komunitas pemuda disini,”
lanjutnya.
Tidak sampai 10
menit, dua pemuda langsung masuk ke rumah kadus. Satu bernama Herman dan satu
lagi Wiramdi. Herman adalah Ketua Aliansi Pemuda Aik Nyet atau lebih dikenal
Alpa. Komunitas yang cukup aktif untuk menjaga kelestarian hutan. Para pemuda
bersama warga dari lima RT rajin membuat kegiatan di hutan. Beberapa waktu lalu
mereka gotong royong menanam pohon.
“Selain tanam
pohon. Kami bersama-sama membersihkan sampah,” kata Herman.
Herman mengakui,
debit air dari mata air Pancor Enem saat kemarau berkurang drastis. Kelestarian
hutan membuat mata air mengalir sepanjang tahun. Herman pun mengajak melihat
mata air Pancor Enem. Jarak dari parkir Aik Nyet hanya beberapa puluh meter.
Mata air dikelilingi pohon-pohon besar dan tinggi. Teduh dan sejuk suasananya.
“Saat musim hujan,
air dari Pancoran Enem bisa meluber sampai sekitar warung,”ucap Herman.
Airnya
bening seperti kaca. Rasanya segar sekali. Tidak mengherankan kalau beberapa
anak-anak asik mandi dibawah pancuran. Bahkan ada yang membawa bebek-bebekan seperti ketika ada di kolam renang umum. Anak-anak ini terlihat bahagia dengan adanya mata air tersebut.
Dalam obrolan
mengenai mata air itu, muncul anggota Alpa lainnya Juin Nurul Azmi. Pemuda
ramah yang akrab disapa Jo ini pun ikut nimbrung. Ia cukup bersemangat bercerita
nasib hutan di Dusun Aik Nyet. Beruntung hutan tersebut masih bisa lestari. Luput
dari perambahan hutan karena kesadaran warganya. Di dusun lainnya seperti Kumbi
dan Lembah Sempaga. Kayu-kayu hutan banyak ditebang untuk dijadikan uang.
“Padahal pohonnya itu, dirangkul orang lima
baru bisa. Saking besarnya,” katanya.
Setelah banyak
pohon ditebang, kata dia, tentu mata air ikut hilang. Akar pohon sebagai
penyimpan air. Beruntung, di sekitar mata air Pancoran Enem pohon Mahoni dan
Bajur masih ada. Meski ukurannya tidak sebesar seperti di Dusun Kumbi maupun
Lembah Sempaga. Kesadaran masyarakat menjaga hutan juga memberi penghasilan. Hutan
menjelma menjadi “mesin uang” bagi warga sekitar. Hutan di Dusun Aik Nyet
dilirik oleh masyarakat luar sebagai tempat wisata. Sering menjadi camping
ground.
“Ini kemudian yang
membuat masyarakat berinisiatif membuka warung-warung. Awalnya hanya satu,”
ceritanya.
Sekarang, kata Jo,
jumlah pedagang disekitar mata air cukup banyak. Kuncinya adalah karena
masyarakat sadar menjaga hutan. Ia yakin, bila kesadaran itu terus terjaga,
maka hutan akan menjadi penghidupan bagi masyarakat. Apalagi, kawasan itu sudah
dianggap sebagai ekowisata terpadu.
“Tinggal bagaimana
peduli kebersihannya saja mas,” sambungnya.
Apa yang
disampaikan oleh Jo tidak berlebihan, disaat bersamaan hadir Bhabinkamtibmas
Brigpol Ade yang sedang mengecek rencana kemah mahasiswa salah satu universitas
di Mataram. Anggota Polsek Narmada itu memastikan kebenaran rencana kemah.
“Koordinasi sama
Alpa, memastikan lagi,” ucap polisi ramah ini.
Warga Pagutan
Permai Mataram ini menyebut, kawasan hutan di sekitar mata air Pancoran Enem
ini masih terjaga. Masyarakat memiliki kesadaran tinggi menjaga lingkungan di
hutan. Tidak ada masyarakat yang menebang pohon. Itu yang membuat suasananya
asri dan sejuk.
“Makanya yang bosen
di kota bisa kesini, santai merasakan kesejukan. Sering juga ada yang kemah,”
ucapnya.
Kesadaran warga
Dusun Aik Nyet menjaga hutan ini perlu ditiru. Seperti kisah bebek bertelur
emas. Tidak perlu membunuh bebeknya untuk mengambil telurnya. Memeliharanya
dengan baik, maka telur emas akan keluar sendirinya.(*)