This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday 21 October 2015

Lombok Menjaring Timur Tengah

INDONESIA baru saja meraih tiga penghargaan World Halal Travel Summit 2015 di Abu Dhabi. Penghargaan yang diraih Indonesia ini didapatkan dari The World Halal Travel Summit & Exhibition 2015, Model The Fastest Growing Tourism Sector, yang digelar 19-21 Oktober 2015, di Abu Dhabi, Uni Arab Emirate (UAE). Total awards-nya sendiri ada 14 kategori.
Malam penganugerahaan atas event yang didukung Abu Dhabi Tourism and Culture Authority ini dilangsungkan di The Emirates Palace Ballroom, Abu Dhabi. Event yang sering disingkat WHTS 2015 itu adalah lanjutan dari acara Global Islamic Economy Summit (GIES) pada bulan November 2013 di Dubai, UEA. Dua tahun lalu, kegiatan ini disponsori oleh Dubai Chamber, dengan pelindung HH. Syaikh Muhammad bin Rashid Al Maktoum, Wakil Presiden dan sekaligus Perdana Menteri UAE.
Membanggakan, dua dari tiga award yang diraih Indonesia berasal dari Pulau Lombok (NTB). Pulau seribu masjid menyabet penghargaan World's Best Halal Honeymoon Destination dan World's Best Halal Tourism Destination. Dua gelar ini tentu prestisius bagi NTB.
Pulau Lombok dengan destinasi pariwisata yang luar biasa, selama ini berusaha lepas dari bayang-bayang pulau tetangga yaitu Bali. Lombok yang sering disebut sebagai surga kecil di bumi, memiliki gunung, laut, air terjun, dan wisata budaya menggoda. Bayang-bayang dari pulau tetangga itu sepertinya bakal semakin menjauh dengan penghargaan dari Abu Dhabi. Penghargaan itu akan mengundang wisatawan dari timur tengah. Masyarakat di timur tengah memang tidak sembarangan  memilih daerah wisata. Orang-orang tajir itu suka dengan daerah yang memiliki religiusitas tinggi atau bersahabat terhadap wisatawan timur tengah.
Dua brand yaitu World's Best Halal Honeymoon Destination dan World's Best Halal Tourism Destination bagi Lombok bakal memberi image luar biasa buat Pulau Lombok. Wisatawan dari Timur Tengah pun bakal berbondong-bondong dengan membawa rasa penasaran, apa yang membuat Lombok mendapat brand tersebut.
Ini menjadi kesempatan besar bagi Lombok untuk menjaring sebanyak-banyaknya wisatawan dari timur tengah. Tugas pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tidak ringan. Setelah keluarnya penghargaan tersebut, tugas selanjutnya adalah membuktikan bila Pulau Lombok memang layak mendapatkan penghargaan tersebut. Segala aspek yang berkaitan dengan identitas “kehalalan” harus dipikirkan.(*)


Jual Perusahaan untuk Anak Jalanan Lombok

Dedikasi Chaim Fetter ”Bule Belanda” Bagi Lombok (1)

BILA melintas di Langko, Kecamatan Lingsar Lombok Barat, ada bangunan luas dengan cat berwarna hijau. Itu adalah bangunan milik Yayasan Peduli Anak (YPA) NTB. Yayasan ini cukup dikenal di nasional, beberapa tahun silam mantan Menteri Pendidikan M Nuh bertandang kesana. Baru-baru ini, pendiri yayasan Chaim Joel Fetter hadir di salah satu televisi nasional untuk menceritakan perjalanan berdirinya YPA.
Chaim bercerita, yayasan yang didirikannya konsen untuk mengurus anak-anak jalanan. Awalnya, ketika berlibur ke Pulau Lombok tahun 2005, ia melihat sejumlah anak meminta di jalanan. Saat itu ada satu anak minta uang tidak diberi.
“Satu anak itu saya bawa ke sekolah untuk bisa sekolah. Saya sampaikan ke guru dia ingin sekolah dan butuh tempat tinggal,” katanya.

Setelah itu, Chaim pun kembali ke negeri asalnya di Belanda. Selama di Belanda tetap aktif berhubungan dengan anak yang dititipkan. Namun, ia merasa apa yang dilakukan belum cukup. Masih banyak anak jalanan di Pulau Lombok yang membuatnya miris.
“Saya putuskan untuk menjual perusahaan saya di Belanda. Membeli tanah 1,5 hektare, kemudian membuat panti dan fasilitas untuk anak-anak jalanan,” beber pria kelahiran Baam, Belanda ini.
Dikatakan, kerasnya kehidupan anak jalanan dan kecilnya kesempatan untuk hidup yang lebih baik, alasan ia menolong mereka. Bersama rekannya dari Belanda dan beberapa rekan dari Lombok mendirikan YPA.  Disana dibangun rumah tinggal, sekolah, klinik, kantor, tempat olahraga.
“Semua dari nol,” ucapnya. 

Suami Martina Natratilova ini mengaku, tidak memiliki pengalaman membuat yayasan sosial. Namun, itu tidak membuatnya mengurungkan niatnya membantu anak jalanan di Pulau Lombok.  
“Bersama tim tetap bertekad dan menggunakan keahlian masing-masing untuk membangun yayasan,” akunya.
Diceritakan, dukungan orang tua di Belanda pula yang membuatnya tetap bersemangat untuk meneruskan perjuangan. Chaim sendiri memiliki masa kecil susah. Sedari kecil sudah kreatif untuk mencari uang.
“Saya sudah punya semuanya sejak muda. Tapi tidak bahagia, membantu (anak jalanan) ini salah satu cara saya bahagia,” ucapnya.
Misi yang diusung Chaim, memang benar-benar sosial. Semua anak-anak yang masuk disana gratis. Ada misi mengembalikan anak dijalan ke sekolah dan tidak turun ke jalan. Mereka selain mendapat pendidikan umum, pendidikan agama, juga mendapat pembekalan pengembangan keterampilan.
“Di panti memiliki masalah yang sama, orang tua menikah muda dan tidak sanggup mengurus anak,” terangnya.

Pria kelahiran 15 Maret 1981 ini mengungkapkan, meski bersifat sosial dan menyelamatkan anak jalanan, YPA tidak sembarangan mengambil anak. Ada seleksi, harus dari keluarga benar-benar tidak mampu, direkomendasikan masyarakat, atau dari pemerintah.
“Ada tiga panti, satu untuk SD laki, satu untuk lagi dewasa, dan satu perempuan. Ada yang lulus dan sekarang sudah bekerja,” imbuhnya.
Saat ini, lanjutnya, YPA mengasuh 100 anak di residential care (program anak dalam panti) dan sekitar 200 anak di family care (program kesejahteraan sosial anak dalam keluarga). Separuh dari anak-anak yang diasuh sekarang berada di jenjang SMP dan SMA sehingga biaya pendidikan untuk mereka relatif tinggi.
“Biaya operasional sebagian bisa dipenuhi dari sumbangan dan sponsor anak,” kata Chaim lagi.
Ditanya soal masalah anak jalanan di Pulau Lombok saat ini, Chaim mengaku, masalah yang dihadapi masih sama seperti sepuluh  tahun yang lalu. Kemiskinan dan disfungsi keluarga atau broken-home adalah penyebab utama anak-anak menjadi terlantar, terabaikan, dan putus sekolah. Akhirnya mereka ngamen, ngemis, dan menikah di usia dini. 
Pria bernama muslim Abdul Hayat ini berharap baik individu, bisnis kecil sampai besar, LSM, dan pemerintah mau bekerja sama untuk mencapai misi yaitu memberikan pengasuhan, pendidikan dan tempat tinggal bagi anak-anak yang membutuhkan di seluruh Indonesia. Setiap anak berhak untuk hidup bahagia, sehat, bebas dari kemiskinan, eksploitasi dan kekerasan.
“Saat ini ada sekitar 30 anak tanpa sponsor, sehingga ini menambah beban biaya operasional kami dan mengancam kelangsungan kerja yayasan,” imbuhnya.

Setelah sepuluh tahun berdiri, YPA memiliki 50 staf dan memberikan rumah, layanan keluarga, sekolah, pendidikan, dan kesehatan kepada ratusan mantan anak jalanan dan anak terlantar. Tentu, biaya untuk menjalankan roda ini butuh biaya yang tidak sedikit.(bersambung)




Saturday 17 October 2015

Ingin Air PDAM Langsung Minum

Direktur Utama PDAM Giri Menang

HL Ahmad Zaini


Perusahaan air minum PDAM Giri Menang, melayani distribusi air untuk Lombok Barat dan Kota Mataram. Kinerja PDAM kerap disoal ketika air ngadat. Tantangan besar bagi jajaran PDAM Giri Menang bisa memberi pelayanan optimal. Direktur Utama PDAM Giri Menang HL Ahmad Zaini kembali terpilih untuk periode kedua memimpin perusahaan pelat merah ini. Dalam beberapa kesempatan Zaini mengatakan, tahun 2015 bakal ada revitalisasi pipa-pipa PDAM di Lombok Barat maupun Kota Mataram. Dikatakan, banyak pipa yang usianya sudah uzur. Idealnya 20 tahun usia maksimal pipa air beroperasi.
“Kenyataan ada usia pipa antara 35-45 tahun. Ini perlu pembenahan,” katanya.
Bukan perkara mudah, kata Zaini, mengganti pipa uzur. Dengan perkembangan pembangunan di Lombok Barat dan Mataram, ada kendala dihadapi. Khusus di Mataram jalur pipa banyak di tengah jalan. Sementara PDAM tidak bisa asal pasang. Perlu koordinasi dengan Balai Jalan Nasional (BJN) maupun PLN Wilayah NTB.
“Di bawah tanah kondisinya sudah semerawut. Tantangan buat PDAM untuk pembaruan pipa,’’ akunya.
Dijelaskan, anggaran penggantian pipa tak jadi soal. Pusat menggelontorkan Rp 50 miliar tahun ini. Justru PDAM Giri Menang berpikir keras supaya kompromi pemasangan bisa dilakukan. Tidak dipungkiri saat ini jalan di Mataram sudah mulus. Kondisi pipa pun sekarang berbeda. Dahulu pipa ada di pinggir. Banyak jalan dibangun dan diperlebar. Posisi pipa PDAM yang semula di pinggir pun kini pindah di tengah jalan.
“Jalan mulus penting. Rumah tangga dapat air tidak kalah pentingnya,” tambah suami Eryuwati ini.
Kegalauan Zaini cukup beralasan. Di awal memimpin PDAM Giri Menang empat tahun silam, jumlah pelanggan air masih 69 ribu baik dari Lombok Barat maupun Mataram. Di periode kedua menjadi dirut konsumennya tembus 100.949 rumah tangga. Rinciannya Mataram 63.323 rumah tangga dan Lombok Barat 37.626 rumah tangga. Lonjakan konsumen harus diantisipasi. Sebaran pipa untuk menyalurkan air harus ditingkatkan kemampuannya.
“Untuk kawasan yang belum masuk ditambah pipa baru,” bebernya.
Salah satu cita-citanya sebagai dirut, lanjutnya, seluruh warga Lombok Barat dan Mataram bisa menikmati air PDAM. Tidak dipungkiri, dengan jumlah konsumen saat ini belum seluruhnya puas. Terlebih di beberapa kawasan, air tidak mengalir deras.
“Setiap masukan ada pelayanan kurang segera diperbaiki. Tapi, bukan berarti masalah membuat saya tidak berani terus mengembangkan jangkauan pelayanan,” bebernya.
Menurutnya, selain beberapa kawasan yang alirannya kurang optimal, bisa diperbaiki dengan penggantian pipa. Ukuran pipa lebih besar. Otomatis debit air mengalir kian besar. Pipa lama memang kurang ideal melayani seiring pertumbuhan konsumen. Sedangkan rumah tangga yang belum mendapat aliran air PDAM, harus diatasi. Seperti di Mataram, kondisi air sumur tidak layak konsumsi.
“Makanya perlu ada kompromi supaya jaringan pipa bisa ditambah ataupun diganti,” imbuhnya.
Ayah dua anak ini mengungkapkan, banyak tantangan baru perlu segera dituntaskan. Sebelumnya, ia sudah “mencuci otak” jajarannya. Pegawai PDAM Giri Menang bergaya birokrat diubah menjadi entrepreneur alias pengusaha. Pola pikir pengusaha adalah selalu memberikan pelayanan terbaik. Tahap awal dimulai dengan merombak tatanan kantor. Bangunan di Jalan Pendidikan dipermak. Pelayanan konsumen lebih terbuka.
“Image PDAM mulai berubah. Masih ada kekurangan saya akui, tapi perubahan sudah nyata,” sebutnya.
Langkah Zaini itu tidak sia-sia. Sepanjang 2013-2014, Australia memberikan bantuan untuk sambungan air minum gratis. Tidak tanggung-tanggung, sambungan gratis untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) jumlahnya sampai 13 ribu sambungan. Warga Mataram mendapat 6 ribu sambungan dan Lombok Barat 7 ribu sambungan.
“Sekarang dari pusat ikut memberikan bantuan sambungan gratis,” tambahnya.
Bapak kelahiran Praya, Lombok Tengah ini menyebut, aset PDAM Giri Menang naik signifikan. Dari semula Rp 88 miliar, sekarang tembus Rp 232 miliar. Anggaran APBN tetap dikucurkan. Itu berarti bisa memberikan keyakinan di pusat. Sementara penyertaan modal daerah naik dari Rp 51 miliar menjadi Rp 122 miliar.
“Pemkab Lombok Barat, Pemkot Mataram, dan Pemprov NTB memiliki perhatian tinggi,” imbuhnya.
PDAM Giri Menang, lanjut Zaini, ingin ke depan air PDAM bisa langsung minum. Banyak kalangan menyebut, keinginan ini terlalu muluk. Tapi, menurutnya justru dari sekarang harus mulai ada keberanian. PDAM Giri Menang telah mempersiapkan lokasi di Lombok Barat dan Mataram. Ada titik dengan proteksi khusus. Dimulai dari kualitas air cukup. Memahami tupografi wilayah. Mengantisipasi tingginya utilitas kawasan.
“Ini mimpi besar, pasti berat. Prosesnya harus dimulai,” terang Bapak 45 tahun ini.
Di kota-kota besar, sambungnya, tidak sekadar menyediakan air pam siap minum. Perusahaan air sanggup mengolah air rumah tangga menjadi air konsumsi. PDAM sudah sanggup mengolah air. Tidak cuma mengandalkan air dari mata air. Ke depan, PDAM Giri Menang pun harus berani mengadopsi.
“Itu air untuk mandi atau mencuci piring kan sumbernya dari air PDAM. Seharusnya memang PDAM harus bisa mengolahnya, disana sanggup kenapa kita tidak,” tukas Zaini tertawa..

Mata Air Terus Berkurang

Sumber air di rumah tangga pelanggan PDAM berasal dari mata air. Jumlah mata air di Hutan Sesaot dan sekitarnya terus berkurang. Dirut PDAM Giri Menang HL Ahmad Zaini menyadari pentingnya menjaga hulu. Memperhatikan hilir air saja tidak cukup. Perusahaan air bersama masyarakat, terutama di sekitar mata air penting memelihara air. Perusahaan memiliki corporate social responsibility (CSR). Dana itu didorong sampai ke kelompok masyarakat.

“Perusahaan tidak bisa survive tanpa peduli lingkungan,” katanya.
Dikatakan, Hutan Sesaot kini tidak selebat dahulu. Jumlah pohon terus berkurang. Selain karena penebangan liar, kurangnya vegetasi akibat pertambahan penduduk. Kondisi itu ikut mempengaruhi keberadaan mata air. Pohon menjadi penjaga kelestarian mata air.
“Itu pentingnya gerakan reboisasi bersama masyarakat,” sambungnya.
Belum lama ini, lanjutnya, bersama Pemkab Lombok Barat dan kelompok masyarakat ia menggelar penanaman ribuan pohon di kawasan Hutan Sesaot. Masyarakat yang terlibat menanam pohon, memiliki kontribusi besar. Langkah itu menjaga keberadaan air. Dirasakan hingga beberapa tahun mendatang.
“Itu bisa dikatakan termasuk shadaqah jariyah untuk air,” imbuhnya.
Saat ini, lanjut Zaini, tidak banyak masyarakat sadar pentingnya air. Kondisi air berlimpah kerap diabaikan. Padahal, akibat air bisa memicu konflik. Masyarakat rela berkelahi sampai bertukar nyawa demi air.

“Ada nanti waktunya harga air lebih mahal dari apapun. Perlu dari sekarang kita menjaga air,” pintanya.(*)

Sebelah Mata untuk Pendidikan Informal

NAMANYA pendidikan itu berarti harus belajar di kelas khusus dan mendapat ijazah. Itu pemahaman masyarakat umum di Indonesia. Pemahaman ini kemudian yang mereduksi talenta-talenta berbakat untuk muncul. Skill atau keahlian tidak dihasilkan melalui pembelajaran di kelas. Keahlian hadir karena perbuatan berulang-ulang dilakukan. Bisa karena biasa, begitu istilahnya.
Ya, melihat pendidikan informal di Indonesia, yang dipandang sebelah mata sesungguhnya cukup ironi. Karena di pendidikan informal itulah dipacu minat dan bakat masing-masing individu. Minat dan bakat individu selama ini memang kurang mendapat porsi besar di sekolah formal.
Dari pendidikan informal, masyarakat yang kurang fasih berbahasa asing, bisa menjadi fasih. Kurang terampil berbicara di depan publik, berubah menjadi handal. Tidak mahir mengotak-atik mesin motor, berubah menjadi mekanik handal.
Nah, pola pikir kurang terbuka ini muncul karena dipengaruhi pikiran pragmatis. Masyarakat Indonesia kebanyakan suka memilih zona nyaman dunia kerja. Pekerjaan yang tidak butuh skill lebih dan kemampuan luar biasa. Ini yang akhirnya membuat “malas” untuk mengeskplore kemampuan. Akhirnya outputnya pun begitu-begitu saja.
Ada beberapa contoh sukses di Indonesia yang lahir dari pendidikan informal. Seorang youtuber, belajar dari koleganya. Terbukti sanggup menghasilkan uang melebihi rata-rata. Itu bila mengacu orientasi uang. Ada juga penulis blog yang sanggup membuat bisnis besar, karena penghasilan google adsanse. Termasuk marketing network yang bekerja beberapa jam, namun seperti bergaji setahun.
Dengan mendorong masyarakat untuk masuk dalam pendidikan informal, selain soal materi, tentu peningkatan sumber daya manusia (SDM) menjadi target. NTB termasuk daerah yang punya potensi berkembang besar di Indonesia. Untuk menghentikan pengiriman tenaga kasar ke luar negeri, pemberian pendidikan informal kepada masyarakat luas bisa menjadi solusi.
Perlu dicatat, tidak semua lembaga informal memang memberikan pendampingan yang mantap. Ada lembaga informal yang hanya mengeruk untung. Tidak memberikan pendidikan dan keterampilan secara optimal. Kejelian masyarakat memilih lembaga patut diperhatikan. Karena tidak semua lembaga informal bisa memenuhi harapan peningkatan skill.(*)



Keahlian Diasah Diluar Pendidikan Formal

Langkah kakinya sudah tidak lagi gesit. Wajahnya yang sepuh terlihat lelah. Namun saat bicara soal pendidikan informal nada suaranya masih lantang. Pria paruh baya ini adalah Prof Dr H Bambang Marsono, mendapat mandat dari Kementerian Kebudayaan Nasional (Kemendiknas) untuk menilai lembaga lembaga pendidikan seluruh Indonesia. Kedatangannya ke Kota Mataram untuk menilai LKP Dende. 

Setelah sedikit berbincang ringan, ia pun langsung bertanya soal LKP Dende. Dimulai dari soal pendirian lembaga, prestasi lembaga, sumber daya manusia (SDM) lembaga, hingga prestasi dari anak didik lembaga ditanya dengan detail. Tidak sekadar bertanya, Bambang pun meminta bukti prestasi tersebut. Seperti ketika disebut ada prestasi nasional rias pengantin, Bambang melihat sertifikatnya.
Dari cara bicaranya mengenai pendidikan informal, Bambang terlihat menguasai. Tidak seperti umumnya penilai yang menilai secara umum, ia pun memberikan gambaran secara umum mengenai lembaga pendidikan  informal. Dunia pendidikan informal bagi Bambang bukan hal baru. Ia sudah menekuninya sejak 45 tahun silam. Ia mendirikan lembaga pendidikan informal bahasa Inggris. Tidak tanggung-tanggung lembaga pendidikan informal tersebut menyebar di semua cabang di Indonesia. Keseluruhan ada 98 cabang.
"Karena bahasa Inggris ini penting. Dari bahasa Inggris juga membuka peluang bekerja di luar negeri," bebernya.
Profesor ini mengatakan, bahasa masih menjadi salah satu kendala dari warga Indonesia. Kemampuan bahasa  Inggris masih rendah, itu membuat mereka tidak bisa masuk di banyam sektor. Itu juga membuat banyak anak bangsa yang bekerja menjadi tenaga kasar. Disinilah peran pendidikan informal untuk memberi pembekalan.
"Pendidikan informal ini penting sekali, olimpiade fisika itu bisa juara karena ada pendidikan informal," ucapnya.
Kakek 15 cucu ini menilai keberadaan sekolah formal penting, namun sekolah informal juga harus menjadi penopang. Melalui sekolah informal kemampuan menjadi semakin terasah. Karena banyak yang terjadi ijazah tinggi namun skill tidak menunjang. Keahlian dari masing individu tentu tidak didapat instan. Perlu dilatih di lembaga informal. Itu pula alasan Bambang mendorong supaya pendidikan informal terus berbenah.
"Masukan saya ini maksudnya tentu saja supaya pendidikan informal menjadi semakin baik. Dari pendidikan informal akan melengkapi kemampuan," akunya.
Pria paruh baya ini sebenarnya bertanya-tanya ketika minat masyarakat ke lembaga informal kian menurun. Contohnya pun langsung diambil dari lembaga Oxford yang didirikannya. Dari 98 cabang, tinggal separuh yang eksis. Padahal dahulu lembaga ini begitu diburu, bahkan banyak orang penting Indonesia belajar disana. Padahal soal bahasa Inggris tidam bisa diremehkan, karena itu menjadi bahasa pergaulan dunia. Pekerja dengan kemampuan bahasa Inggris bagus pun sanggup diterima pasar kerja. Seperti masyarakat Filipina di sekitar pangkalan udara Amerika yang galau saat pangkalan berhenti. Mereka bingung dimana lagi harus mendapat uang.
"Karena bahasa sehari-hari mereka bahasa Inggris, pemerintah Filipina tidak pusing. Mereka tinggal diberi kemampuan berdagang tiga bulan, kemudian dikirim ke timur tengah. Dan mereka sukses dengan banyak uang," ceritanya.
Itulah kenapa, lanjut bapak yang lama di Inggris ini, mendorong anak bangsa mahir berbahasa Inggris. Selain bahasa tentu saja meningkatka  keahlian, seperti mengetik, menjahit, berbicara, maupu  keahlian lainnya. Tentu saja peningkatan keahlian ini untuk melengkapi ijazah formal yang dimiliki. 
"Jangan kemudian sekolahnya sudah tinggi, merasa puas. Kelihatan bagus luarnya dalamnya kosong," ujar Bambang.

Pengalamannya pernah menempuh pendidikan di 11 universitas baik dalam negeri maupunnluar negeri menunjukkan, pendidikan informal sanggup menunjang pencapaian pendidikan formal. Apalagi tahun ini Indonesia memasuki masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), tenaga kerja Indonesia tidak sekadar bersaing dengan sesama anak bangsa, mereka bakal bersaing pula dengan tenaga kerja asal Asia Tenggara. Tenaga kerja dari luar Indonesia seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam mereka tidak hanya cakap di bidang formal, mereka juga cakap di berbagai kemampuan informal. Hebatnya mereka sudah berlomba memiliki sertifikat keahlian. 
"Nah, chef disana saja punya sertifikat. Sedangkan chef di hotel yang ada di Indonesia banyak belum bersertifikat," ucapnya.
Kakek 72 tahun ini mengingatkan, sebenarnya penambahan keahlian di tiap individu itu memiliki pengaruh yang besar. Selagi masih ada kesempatan, ia mendorong masyarakat berlomba masuk pendidikan informal. Kepada lembaga pendidikan informal sendiri tidak main-main. Lembaga pendidikan informal harus sanggup mengasah potensi tiap individu. Begitu keluar tidak sekadar terampil, tapi juga terdidik.
"Selama ini image lembaga pendidikan informal hanya membuat terampil, belum mendidik," tukasnya.(*)


Sunday 4 October 2015

Perang Api Penuh Ketegangan



Menjelang Hari Raya Nyepi selain pawai ogoh-ogoh, ritual yang banyak menyedot perhatian adalah perang api. Bobok yang dibakar dijadikan sebagai senjata. Ini pengalaman yang cukup menegangkan ketika berada di tengah-tengah perang api, bagaimana tidak, api yang panas itu bakal dipukulkan. Jumat, 20 Maret matahari di Kota Mataram sudah temaram, sejumlah muda-mudi yang baru mengikuti pawai ogoh-ogoh melintas. Sementara taman di pertigaan Negara Sakah, jalur dari Cakranegara ke Sweta mulai dipadati masyarakat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sebelum Nyepi, di pertigaan ini memang selalu menyedot perhatian dari masyarakat.
Puluhan polisi berseragam lengkap berjaga. Puluhan pemuda muncul dari timur sembari membawa daun kelapa kering yang diikat (bobok). Mereka saling mengingatkan supaya mengikat bobok dengan erat.
Sementara.dari bagian barat, pemuda yang muncul tidak sebanyak yang di timur.
"Sebentar, tunggu kumpul," kata salah satu pria.
 
Setelah menunggu, sekitar 10 menit akhirnya jumlah personil dari Lingkungan Negara Sakah bertambah. Sementara dari arah timur, kelompok dari Sweta sudah tidak sabar untuk memulai "pertarungan". Bobok mulai dibakar. Jilatan api pun berkobar. Asap mulai mengudara. Bagi yang pertama kali menyaksikan ini tentu begidik. Bagaimana tidak, pembawa bobok yang membara langsung beradu di tengah jalan.
"Ayo, serbuuuu," teriaknya.
Bobok yang berkobar langsung mati disaat menghantam tubuh lawan. Disaat bersamaan bara di bobok bertebaran. Penonton yang awalnya merapat di tengah jalan, langsung kocar-kacir melihat bara api itu beterbangan. Pertempuran ini tidak lama, hanya 5 menit. Begitu saling serang usai, tokoh dari dua kubu dan polisi segera memisahkan diri.
Penonton di sekitar perang api memiliki tanggapan beragam. Ada yang menilai ritual tersebut mengerikan, ada juga yang menilai penuh keberanian.
Menurut Zulfikar salah satu penonton, perang api menunjukkan keberanian. Pasalnya, tanpa ragu pembawa bobok dengan api membara saling hantam. Karena baru pertama kali menyaksikan, raut mukanya tegang begitu perang api dimulai.
"Pasti kena badan panas itu," katanya.
Perang api memang menyedot perhatian masyarakat luas. Ada yang datang jauh-jauh dari luar Kota Mataram, seperti Lombok Timur dan Lombok Tengah. Perang api dianggap selalu menarik setiap tahunnya. Tidak heran, fotografer dan kameramen berkumpul secara khusus. Bahkan perang api ini selalu mendapat liputan khusus dari media nasional.
Ritual perang api antara Lingkungan Sweta dengan Negara Sakah. Dari ceritanya lokasi perang, dahulu adalah tempat perang antara Kerajaan Singosari dan Kerajaan Karang Asem. Setelah perang usai, tidak ada dendam diantara mereka, mereka pulang ke rumah masing masing dengan suasana damai.
Sejatinya  perang api bukan sekadar perang perangan dalam rangka peringatan menyambut Hari Raya Nyepi, melainkan memiliki makna yang lebih dalam, yaitu untuk membersihkan bumi dari segala malapetaka yang terjadi.
 

Kapolsek Cakranegara Kompol I Gusti Putu Suarnaya yang memantau perang api mengatakan, tidak ada pertikaian usai  jalannya perang api. Semua berjalan dengan baik tidak ada dendam.
"Kembali ke rumah dengan suasana damai," katanya.
Meski terlihat memanas, kata Suarnaya, itu hanya terjadi saat perang api. Kedua kubu diakuinya cukup bersemangat. Itu membuat sepanjang perang api, bobok membara sempat beterbangan.
"Ya, setelah itu selesai. Semua membubarkan diri," ucapnya.
Perang api di Kota Mataram pantas untuk terus dipertahankan. Tradisi yang menunjukkan keberagaman dan kemajemukan warga ibukota NTB. Perang api di Kota Mataram menjadi salah satu aset daerah.(*)


Sapi NTB Membawa Kesejahteraan



Pilihan pemerintah Provinsi NTB menjadikan sapi sebagai salah satu program unggulan melalui sapi, jagung, dan rumput laut (Pijar) sebagai sebuah langkah yang tepat. Peternakan sapi merupakan usaha banyak orang. Sapi bisa membawa kesejahteraan bagi banyak orang.Itu berarti dari sapi NTB membawa kesejahteraan.
Ahli Peternakan Universitas Mataram Prof Yusuf Akhyar Sutaryono mengatakan, dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 silam, jumlah sapi di NTB sudah mencapai 700 ribu ekor. Jumlah tersebut membuat NTB menjadi salah satu sumber sapi nasional. Padahal di NTB yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, ditunjang dengan populasi penduduk yang besar jumlah sapi sampai 700 ekor itu cukup besar. Terlebih ada sekitar 200 ribu orang yang bisa masuk dalam gerbong peternakan sapi.
‘’Bicara sapi itu komoditas yang besar dengan nilai ekonomi tinggi,’’ katanya.
Mantan Dekan Fakultas Peternakan Unram ini menjelaskan, jenis sapi yang dikembangkan peternak jenis Sapi Bali. Pola peternakan sudah berjalan cukup bagus, tapi belum dalam skala komersial. Pola peternakan masih tradisional. Para peternak di NTB harus diarahkan untuk menjadi peternak komersial. Berbicara mengenai peternakan komersial, tentu harus memikirkan pakan hingga pemeliharaan sapi.
‘’Ya, bicara mulai tingkat sapi lahir, kematian sapi, dan jumlah indukan,’’ ucapnya.
Yusuf mengatakan, sapi bisa beranak setiap tahun.  Problem di lapangan banyak peternak yang kurang memikirkan soal peningkatan populasi yang besar. Lebih-lebih untuk peternak yang menggunakan pola lepas seperti di Sumbawa. Bila dihitung secara cermat, sapi mengandung selama sembilan bulan. Setiap tahun bisa menghasilkan satu anak sapi. Kenyataan sapi para peternak beranak antara 18-24 bulan, tentu itu waktu yang sangat panjang.
‘’Itu berarti dalam tiga tahun hanya beranak satu atau dua pedet (anak sapi). Semestinya tiga tahun bisa tiga pedet,’’ bebernya.
Bapak 55 tahun ini menjabarkan, campur tangan pemilik sapi supaya setiap tahun bisa beranak cukup penting. Setelah sembilan bulan beranak, sapi betina akan kembali mengalami masa birahi. Dalam interval tiga bulan, peternak harus memperhatikan masa birahi sapi. Pada kurun waktu 40 hari sampai maksimal 60 hari, sapi harus sudah dikawinkan lagi.
‘’Banyak peternak yang mengabaikan masa birahi sapi,’’ terangnya.

Kendala di lapangan, untuk mengawinkan betina yang tengah birahi tentang keberadaan pejantan sapi. Jumlah pejantan di NTB dinilai memang sudah ideal. Namun, tidak semua pemilik mau ‘’meminjamkan’’ pejantan untuk mengawini betina sapi. kebanyakan pemilik sapi pedaging enggan mengizinkan sapi jantan mereka mengawini betina. Sapi pedaging jantan menjadi liar dan kurus bila dikawinkan.
‘’Sapi jantan yang untuk pedaging itu dibiarkan dalam kandang dan diberi makan saja. Karena memang dijual untuk dagingnya,’’ ujarnya.
Ini perlunya ada pemerataan pejantan di kelompok peternak sapi.  Karena kalangan peternak ketika kesulitan mendapat pejantan untuk dikawinkan juga enggan menggunakan insemininasi buatan (IB). Alasannya butuh biaya untuk IB. Setidaknya Rp 50-250 ribu harus dikeluarkan oleh peternak. Kondisinya saat ini pejantan dengan betina sapi di kelompok tidak merata. Ada beberapa kelompok peternak sapi yang memiliki pejantan terbatas.
‘’Menurut saya perlu adanya sapi pemacek. Sapi jantan yang tugasnya khusus mengawini betina birahi,’’ ucapnya.
Dalam peningkatan populasi sapi di NTB, kata Yusuf,  selain kelahiran pedet yang lambat, persoalan lain yang menghadang peningkatan populasi adalah tingginya kematian pedet. Angka kematian pedet sebelum disapih antara 6-8 bulan di NTB cukup tinggi sekitar 15 persen. Lebih tinggi lagi untuk api yang dibiarkan hidup bebas di padang rumput seperti di Pulau Sumbawa, kematian pedet di Pulau Sumbawa bisa sampai 30 persen lebih.
‘’Penyebabnya  pedet rentan mati ini harus bisa diminimalisir,’’ urainya.
Peraih Doktoral dari Monash University, Australia ini menyebutkan, ada beberapa faktor yang membuat kematian pedet cukup tinggi di NTB. Pertama soal asupan nutrisi dari indukan, ada persoalan pakan, apalagi ketika musim kemarau tiba.  Ini terutama terjadi pada sapi-sapi di Pulau Sumbawa.
‘’Indukannya memikirkan makannya sendiri juga repot. Rendahnya nutrisi berpengaruh pada susu yang dihasilkan,’’ bebernya.
Pakan alternatif, tambah Yusuf, harus dipikirkan para peternak. Sehingga dengan pemenuhan pakan yang sesuai, ikut menunjang nutrisi sapi. Dampaknya angka kematian pedet bisa terus ditekan. Selama ini sumber pakan utama masih mengandalkan rumput. Ketika kemarau tiba, rumput ikut mengering karena rumput hanya mengandalkan air permukaan.
‘’Beda ketika sudah mulai diarahkan sumber pakannya dari pepohonan,’’ katanya lagi.


Ditambahkan, kematian pedet yang tinggi juga dipicu sanitasi kandang yang buruk. Beberapa kandang kumpul tidak memperhatikan kebersihan. Lumpur bercampur kotoran yang ada di kandang bisa mencapal lutut sapi. Ini rentan memicu penyakit.
‘’Pedet ini masih sangat rawan pada penyakit. Sanitasi harus dipikirkan betul,’’ ucapnya.
Hal lain yang bisa mendorong peningkatan populasi sapi, peningkatan jumlah indukan sapi. Dikatakan, bila dalam perhitungan jumlah indukan sapi masih berada di kisaran 40 persen, bisa digenjot menjadi 60 persen. Pasalnya, peningkatan indukan ini pun ikut berpengaruh pada jumlah pedet yang dilahirkan.
‘’Indukan harus dijaga terus populasinya. Bila perlu ditambah,’’ kata bapak kelahiran 25 Oktober 1961 ini.
Yusuf yang aktif bertukar informasi dengan pengembangan peternakan di beberapa negara ini menyebut, proses perkawinan incest atau imridging itu juga disebut-sebut ikut berpengaruh pada produktifitas sapi. Kawin sapi antarsaudara ini yang sebenarnya harus mulai dihindari oleh peternak. Banyak sapi jantan yang mengawini induknya, karena kurangnya jumlah pejantan.
‘’Peternak sebenarnya bisa menyiasati dengan pertukaran sapi dengan kelompok lain. Supaya tidak ada kawin saudara,’’ imbuhnya.
Tentu saja, kata Yusuf, berbagai upaya peningkatan populasi sapi di kalangan peternak, tidak bisa hanya menunggu inisiatif peternak. Pemerintah harus ikut campur memberikan edukasi dan pemahaman. Peternak harus mulai berpikir maju untuk mengembangkan peternakan sapi.


Sumber Pakan Tidak Hanya Rumput
  
SAPI yang dikembangbiakkan di NTB merupakan jenis Sapi Bali. Sapi yang doyan memakan berbagai jenis hijau-hijauan. Rumput bukan satu-satunya sumber pakan bagi sapi.
Prof Yusuf Akhyar Sutaryono Phd mengatakan, kebanyakan peternak hanya mengandalkan rerumputan sebagai sumber makanan. Hal ini membuat pusing peternak ketika musim paceklik tiba.
‘’Saat musim panas tiba, rerumputan semuanya kering. Sapi-sapi akhirnya dikatakan kesulitan pakan,’’ katanya.
Pola pemberian pakan sapi, sambungnya, tidak hanya merunduk, menyabit ke depan saja. Pemberian makan sudah harus memikirkan mendongak dengan menyasar pepohonan.
Sapi bisa ‘’diajarkan’’ untuk memakan berbagai leguminosa sepohon seperti pohon lamtoro, turi, dan gamal. Untuk lamtoro serta turi sudah mulai ada peternak yang menjadikannya sebagai sumber makanan.
‘’Gamal yang masih belum. Ini yang harus dikenalkan secara intensif,’’ sambungnya.
Ahli pakan ternak ini menjelaskan, nutrisi yang dihasilkan hijauan pohon lebih tinggi dibanding rumput kering saat paceklik melanda. Kadar berbagai jenis legum sebanding dengan rerumputan basah yang menyumbang antara 13-15 persen protein untuk sapi.
‘’Tinggal bagaimana terus mengedukasi para peternak,’’ imbuhnya.
 Bahkan, lanjut Yusuf, dedaunan dari tanaman Kaliandra yang dikembangkan Dahlan Iskan pun masuk dalam kategori jenis hijauan. Sedikit diberi campuran, daunnya bisa diberikan sebagai pakan sapi.
‘’Itu batangnya untuk dibakar. Daunnya ketika diberi treatment bisa untuk sapi,’’ imbuhnya.

Untuk terus mendorong pakan sapi dari jenis legume, berbeda antara warga di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Perbedaan ini lantaran pola beternak sapi masyarakat di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa berbeda. Masyarakat Lombok menggunakan pola kandang kumpul, sapi-sapi yang ada dicarikan makan. Berbeda dengan masyarakat Sumbawa yang melepas kawanan sapi ke padang gembalaan. Masyarakat Lombok tinggal mulai mencarikan berbagai jenis legume untuk pakan. Sementara masyarakat Sumbawa harus banyak menanam lamtoro, turi, dan gamal di padang gembalaan.
‘’Untuk menanam ini peternak harus didorong pemerintah. Tidak bisa dilepas begitu saja,’’ terang Yusuf.
Selain mengandalkan legum, tambahnya, pakan ternak juga bisa dihasilkan dari jerami. Batang padi yang sudah kering dibiarkan seminggu baru kemudian diberikan pada sapi. Untuk meningkatkan nutrisi pakan dari jerami bisa dicampur dengan lamtoro, turi, dan gamal.
‘’ Kalau hanya jerami saja, nutrisi untuk sapi masih kurang,’’ tambahnya.(*)