Sunday 6 December 2015

Papa Minta Saham Ruwet

SUGUHAN media massa beberapa hari ini masih soal pencatutan nama Presiden Jokowi oleh Ketua DPR Setya Novanto. Kasus yang dikenal di khalayak dengan kasus papa minta saham ini membuat publik pusing. Penuntasan seolah dibuat lambat. Keputusan yang seharusnya bisa segera terjadi, seolah berlarut-larut. Pemberitaan pun membentuk dua arus. Arus yang membela Ketua DPR dan arus yang menuntut supaya kasus tersebut segera selesai.

Mereka yang membela menyebut, laporan dari Menteri ESDM Sudirmam Said tidak tepat. Mahkamah Kehormatan DPR hanya boleh menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Bukan dari pejabat pemerintah. Kebetulan kubu pembela Setya Novanto adalah barisan koalisi merah putih (KMP). Koalisi yang selama ini dianggap sebagai rival pemerintah. Pembelaan tersebut, memunculkan image di masyarakat, pertemanan adalah segalanya. Urusan benar atau salah belakangan. Munculah pembelaan mati-matian.

Substansi masalah yang seharusnya menyoroti dugaan pencatutan nama presiden untuk meminta saham ke PT Freeport, beralih pada masalah sah dan tidaknya pengaduan Sudirman Said. Tidak itu saja, MKD pun sedang mempertontonkan kekonyolan dengan mempersoalkan bukti rekaman pembicaraan antara Ketua DPR dengan Presiden Freeport. Rekaman itu dikaitkan dengan sah tidaknya penyadapan. Padahal sudah jelas itu rekaman bukan penyadapan.

Sementara itu, rakyat yang penasaran menuntut supaya kasus Setya Novanto diusut secara proporsional. Aneh memang rasanya, ketika pokok persoalan dikaburkan oleh hal-hal remeh. Esensi dari pengaduan Sudirman Said ke MKD sesungguhnya, soal pelanggaran etika. Bagaimana seorang pimpinan wakil rakyat bertemu pimpinan perusahaan, kemudian lobi-lobi. Hal tersebut yang mestinya diperjelas kebenarannya. Bukti sudah jelas, dari rekaman pembicaraan. MKD seharusnya menanggapi secara gentle. Jika memang tidak ada pelanggaran, berikan alasan yang masuk akal. Jangan malah menjalankan proses yang membuat masyarakat mengeryitkan dahi. Menilai kalau isi Senayan sama saja.

Bila Setya Novanto terbukti salah, MKD pun harus terbuka ke masyarakat. Di zaman yang serba terbuka, tidak ada lagi hal yang ditutup-tutupi. Anggota DPR adalah representasi rakyat Indonesia. Mereka duduk di Senayan karena dipilih rakyat. Janganlah menjadi cemen. Rakyat Indonesia sudah cerdas. Tidak perlu lagi dibohongi dengan alibi-alibi konyol. MKD harus membuktikan mereka bertindak secara fair dan proporsional. Penuntasan dugaan papa minta saham ini akan menjaga marwah wakil rakyat. Dugaan pemburu rente di Senayan harus ditangkal.

0 10 komentar:

Post a Comment