This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Showing posts with label CATATAN KAKI. Show all posts
Showing posts with label CATATAN KAKI. Show all posts

Monday 4 January 2016

Komandan Minta Bereskan Korupsi di NTB

TAHUN lalu Polda NTB cukup banyak menangani kasus korupsi di NTB. Sebagai kejahatan luar biasa atau ekstra ordinary crime, korupsi memang tidak boleh dibiarkan. Akibat prilaku korup, banyak proyek atau anggaran yang dihajatkan untuk masyarakat menjadi tidak tepat sasaran.
Terhadap masalah korupsi Kapolda NTB Brigjen Pol Umar Septono cukup serius memberantas tindak pidana korupsi. Jenderal bintang satu ini memerintahkan anak buahnya menggarap maksimal kasus korupsi kelas kakap. Tidak hanya kasus baru, kasus lama pun diharapkan bisa dituntaskan. Kapolda tidak ingin penyidik tindak pidana korupsi fokus menyelesaikan tunggakan, sementara kasus korupsi yang baru tak diurus maksimal.
Korupsi kelas kakap yang tengah ditangani Polda NTB seperti pembangunan PLTU Jeranjang, Tanggul Kali Unus BWS, Kantor Dukcapil Kota Mataram, Gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES) Lombok Utara, Kategori dua (K2) Bima, dan Bansos Dompu tetap digarap.
Untuk penanganan korupsi memang tidak bisa sim salabim. Penyidik harus memperkuat bukti-bukti yang mengarah kepada tersangka. Butuh waktu, mulai dari pengumpulan data, keterangan, ahli, hingga penetapan tersangka. Jadi, tidak serta merta disangka korupsi maka langsung ada tersangka dan disidang. Tidak jarang dalam penanganan korupsi, polisi juga butuh tim ahli untuk memastikan korupsi yang dilakukan.
Meski membutuhkan waktu, bukan berarti polisi bisa berleha-leha untuk menangani. Sekarang masyarakat bisa memantau setiap perkembangan korupsi. Bila ada sesuatu yang janggal, pasti memicu kasak-kusuk di masyarakat. Belum lagi aktivis anti korupsi yang tetap lantang meneriakkan perlawanan pada korupsi. Kalau ada penanganan korupsi yang masuk angin atau lelet, petisi perlawanan bakal muncul.
Perintah dari Kapolda NTB harus menjadi ultimatum bagi seluruh anggota. Bila kepala menginginkan namun tubuh tak mau bergerak, maka semuanya tidak akan berjalan. Untuk menangani korupsi, korps baju coklat harus sekata dan seperbuatan dari atas sampai bawah.
Kapolda NTB sendiri tidak segan meminta masyarakat untuk melaporkan dan mengawasi setiap tindakan korupsi. Jika perlawanan korupsi sudah berjalan antara aparat dan masyarakat, tentu ini menjadi momen yang bagus. Seperti diketahui, kasus korupsi yang terjadi di Indonesia tidak hanya terjadi di pusat saja. Kasus tersebut juga banyak terjadi di daerah.(*)

Sunday 3 January 2016

Kapolda NTB Mengagumkan

PERAN kepolisian dalam penanggulangan kriminalitas sangat penting. Korps Bhayangkara menjadi palang pintu utama menekan kejahatan. Tidak hanya kejahatan, polisi memiliki peran penting dalam pemberantasan korupsi. Beberapa tahun terakhir, kepolisian di Indonesia terus mendapat pandangan miring. Salah satu yang menghebohkan adalah "pertengkaran" dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ramai-ramai publik memberi opini miring pada polisi. Apalagi saat terjadi kriminalisasi pada pimpinan KPK. Sebelumnya, sejumlah petinggi Polri pun diguncang dengan tindak pidana korupsi. Ini kemudian yang membuat pandangan terhadap polisi kian menurun.
Beberapa tahun lalu, almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam guyonannya mengatakan hanya tiga polisi baik di Indonesia. Pertama, Jendral (purn) Hoegeng mantan Kapolri. Kedua, patung polisi. Ketiga adalah polisi tidur. Jelas guyonan ini merupakan sindiran soal kondisi di kepolisian yang belum mendapat hati di masyarakat. Korps baju coklat dinilai belum bisa menjadi sahabat rakyat.
Ibarat tanaman rusak dalam pertanian. Tetap saja ada yang baik dan layak konsumsi. Begitupula di tubuh Polri, masih banyak polisi baik yang memiliki dedikasi tinggi untuk bangsa dan negara. Tengok saja Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar) Brigjen Pol Arif Sulistiyanto. Jendral bintang satu itu tegas terhadap jajarannya. Tidak segan menindak anggota yang korupsi. Dalam beberapa kesempatan Brigjen Arif rajin menyapa masyarakat. Ia pun tidak segan-segan menyebut posisi sebagai kapolda adalah titipan. Ucapan yang luar biasa.
Tidak hanya di Kalbar saja. Sekarang ini Kapolda NTB Brigjen Pol Umar Septono sedang menjadi buah bibir di masyarakat. Publik menyebutnya polisi baik. Sikapnya membuat kagum.

Terbaru adalah saat menolong korban kecelakaan di lingkar selatan Kota Mataram. Untuk posisi orang nomor satu di Polda NTB, Umar sebenarnya cukup telpon anggota dan meminta untuk diurus. Tapi, polisi ini menunjukkan sikap humanis. Meski sudah melintasi lokasi kecelakaan, ia meminta kembali. Kapolda NTB langsung menolong, bahkan sempat menggendong anak kecil korban kecelakaan. Kapolda bahkan hendak mengantar ke rumah sakit langsung. Sayang, karena mobil sedan tidak semua korban bisa diangkut. Ia pun menyetop mobil yang melintas dan meminta korban diantar ke rumah sakit. Tidak berhenti disana, Umar bahkan kembali menengok korban ke rumah sakit dan meminta supaya dokter menangani serius.
Sikap humanis Kapolda NTB bukan kali ini saja. Sebelumnya dalam upacara di lapangan Polda NTB, ia mengajak tukang sapu. Dihadapan anggota terang-terangan mengatakan, belum tentu semua polisi yang hadir di lapangan lebih baik dari tukang sapu di mata Tuhan. Langkah tidak biasa yang ditunjukkan seorang polisi dengan jabatan tertinggi. Bukan sekadar gaya-gayaan dan pencitraan. Karena Kapolda Umar memang menampilkan citra polisi sederhana. Dalam acara buka bersama dengan napi di Lapas Mataram, Umar tidak segan makan nasi bungkus. Nasi yang juga dikonsumsi oleh napi.
Lebih dari semua sikap itu, pernyataan Umar yang berani meninggalkan acara sepenting apapun saat azan berkumandang menunjukkan ia bukan polisi biasa. Meski Kapolri dan orang penting hadir dalam acara tersebut. Umar konsisten dengan kata "Jabatan di dunia tidak menjamin manusia itu lebih baik di mata Tuhan".(*)

Saturday 2 January 2016

Mengurus Sampah Rumah Tangga

PERKEMBANGAN penduduk dalam suatu daerah wajib terjadi. Jumlahnya dari tahun ke tahun semakin banyak. Pertumbuhan penduduk akan membawa imbas dalam segala hal. Mulai dari kepadatan transportasi, kepadatan pemukiman, limbah industri, sampai sampah rumah tangga.

Untuk sampah rumah tangga, ini problem yang dihadapi hampir semua kota, baik kecil, berkembang, ataupun kota besar. Kita tentu menyaksikan, kehebohan yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu. Warga Bantar Gebang menutup akses sampah dari Jakarta. Truk sampah tidak mengangkut tiga hari saja, rupa Jakarta langsung kumuh. Sampah ribuan kubik berserakan di pinggir jalan. Baunya, sudah tidak usah ditanya lagi, setiap pengendara yang melintas pasti tutup hidung.

Hal serupa bisa saja terjadi di Kota Mataram, ibukota NTB ini masih berjibaku dengan sampah. Tata kelola sampahnya masih buruk. Sampah yang berserakan itu tidak melulu dari warga kota. Sejumlah warga dari kabupaten tetangga pun kerap membuang sampah di wilayah Kota Mataram. Karena memang dari sisi infrastruktur, di kota lebih memadai.

Pola angkut buang yang diberlakukan di Kota Mataram, tidak bisa terus dipertahankan. Masalahnya, armada yang dimiliki Dinas Kebersihan belum seimbang. Setiap tahun selalu ada pengadaan dump truk, namun saat itu juga truk lawas harus dikandangkan. Pola yang terjadi dalam penyiapan armada hanya tambal sulam.

Lalu apa terobosan masal yang bisa dilakukan? Sebenarnya terobosan sudah dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat. Program itu bernama lisan atau lingkungan dengan sampah nihil. Di awal program, memang terlihat mumpuni. Tidak perlu diteriaki, masyarakat bersama-sama menghalau sampah. Sampah plastik bisa menghasilkan rupiah. Sayangnya, pola ini tidak bisa bertahan lama. Penanganannya belum seimbang dari hulu sampai hilir. Sampah memang terkumpul. Sayang, uangnya mampet. Masyarakat berpikir pragmatis,"ngapain ngumpulin sampah plastik kalau tidak jadi uang,".

Ada terobosan menarik yang sebenarnya harus digali lagi untuk penanganan sampah. Ada orang Jepang yang sempat datang ke Kota Mataram mengajarkan mengelola sampah. Menariknya, pengelolaan dimulai dari rumah tangga. Dimulai dari sampah dapur. Memilah antara sampah organik dan anorganik. Jadi sampah organik dikumpulkan khusus dalam tong, kemudian diberi "kuman". Sampah sisa sayuran, sisa nasi, ataupun sisa lauk bisa bermanfaat. Melalui proses tersebut sampah organik itu bisa diubah menjadi pupuk. Setelah beberapa hari dan tidak lagi berbau, jadilah pupuk cair.

Sementara untuk sampah anorganik, ini sebenarnya tidak perlu repot. Kalau mau mengumpulkan, ada saja pemulung siap menampung. Tapi, sampah ini juga bisa dijadikan untuk pemanis di rumah. Untuk bekas botol, bisa dibuat pot tanaman. Sementara bungkus makanan, bisa dirangkai menjadi taplak meja atau tas.

Mendorong pengelolaan sampah rumah tangga dari masing-masing rumah diangao berat, karena mengambil jangkauan terluas. Pemerintah bisa mencoba dengan dimulai di satu RT. Setelah sukses, baru diagendakan lebih luas lagi menjadi tingkat RW, kelurahan, bahkan kecamatan. Tentu saja untuk upaya ini, harus ada langkah simultan dan pemberian reward. Bagaimana pemerintah, berani coba?.(*)


Friday 1 January 2016

2016 Penuh Harapan Besar

Pergantian tahun selalu jadi momen pengingat diri. Yap, biasa sambil mengingat hal apa yang sudah dilakukan atau yang baru sebatas cita-cita di tahun yang lama.
2016 ini, menurut saya sebagai tahun penuh harapan. Karena tahun ini saya sudah tidak lagi sendiri. Ada istri yang menemani. Jelas harapan besar selalu didengungkan untuk pasangan rumah tangga baru.
Pertanyaannya jelas, apa harapan saya? Harapan yang pertama adalah soal pendidikan, sejak tahun lalu saya memasang target bisa kuliah lagi, mengambil jurusan yang saya cintai master komunikasi. Saya sangat ingin mengembangkan kemampuan saya. Latar belakang pekerjaan berkaitan erat dengan jurusan saya nanti. Jelas, untuk menggapai harapan yang satu ini tidak mudah. Langkah awal, saya harus memulai dengan memperdalam bahasa Inggris. Karena untuk bisa sekolah lagi, toefl harus bagus. Kuliah nanti rencana mengandalkan beasiswa, jadi kudu hebat toeflnya.
Berikutnya, mulai mengembangkan diri untuk menjadi wirausaha. Apapun usahanya, yang jelas sampai sekarang saya belum ketemu "nyawa" yang pas. Tahun sebelumnya, belum berani usaha sendiri. Dompleng temen, kasih uang dan gak jelas kabar uangnya sampai sekarang. Lebih baik usaha sendiri, uangnya habis sendiri. Hehehe
Saya cukup ngotot untuk wirausaha. Karena ingin mengembangkan kemampuan. Ada waktu longgar dari pagi sampai sore. Kok rasanya sia-sia kalau tidak dimanfaatkan dengan baik. Cari pengalaman sekaligus dapat uang. Salah satu yang berpotensi untuk menjadi ladang amal dan ladang uang adalah rajin menulis di blog. Ya, banyak cerita sukses cerita blogger. Target sehari bisa nulis dua, lebih banyak lebih baik. Karena menulis di blog ini sekaligus sebagai warisan masa depan.
Harapan besar lainnya, semoga segera ada tangis anak kecil di keluarga baru. Supaya keluarga menjadi makin lengkap. Istri pun tak lagi sendiri. Harta tidak bisa mengganti tawa, tangis, dan keceriaan seorang anak kecil.
Harapan besar yang utama, semoga ibadah kepada Allah semakin baik. Itu tujuan utama dan paling hakiki dalam hidup. Bahagia luar biasa yang harus diwujudkan. Jangan lagi menyepelakan ibadah seperti tahun sebelumnnya. Amiiiin

Lalu apa lagi? Jelas, mengejar target terlepas di 2015. Mengembangkan diri dan kemampuan. 2015 ada capaian tidak terduga, saat saya menang lomba menulis Astra Motor. Sebagai Hadiah saya berangkat ke Singapura. Lumayan gratisaaan bisa keluar negeri. Ini capaian tanpa target. Semoga hal serupa terjadi di 2016.

Semoga Allah memudahkan semuanya. Yakin ada usaha, ada kuasa. Amiiin

2 JANUARI 2016

Tahun Baru, Tantangan Baru untuk NTB

TAHUN telah berganti. Januari 2016 sudah dimulai. Tahun lalu tinggal kenangan. Cerita baru harus dimulai di tahun yang baru ini. Di NTB sepanjang 2015 diwarnai berbagai pencapaian. Ada yang bagus, ada yang kurang bagus. Untuk yang bagus, NTB baru saja mendapar predikat lokasi pariwisata halal. Dua penghargaan diberikan oleh Dubai. Prestasi lain, pertumbuhan ekonomi NTB berada di rel. Cukup bagus. Tidak seperti banyak daerah yang merosot. Dari sisi dunia perdagangan, produk asal NTB seperti jagung dan sapi tetap dibutuhkan daerah lain. Itu artinya, peluang ekonomi masyarakat NTB terbuka lebar.

Tantangan bagi NTB di 2016 makin berat. NTB bakal menjadi tuan rumah hari pers nasional (HPN) maupun MTQ nasional. Acara berskala nasional yang tidak boleh digelar sembarangan. Sukses penyelenggaraan harus dilakukan oleh pemerintah provinsi. Termasuk sukses ekonomi dan sukses branding daerah. NTB termasuk provinsi yang kerap menggelar acara nasional. Terbukti sukses dan berjalan baik.

Tantangan lain di 2016 bagi NTB adalah memastikan janji Presiden Joko Widodo untuk pengembangan Mandalika Resort. Pusat menjanjikan Rp 1,8 triliun. Harapan pengembangan Mandalika Resort mulai mendapat angin, setelah beberapa waktu lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla datang melihat kondisi terakhir.
Selain pembangunan, tantangan lain yang dihadapi NTB adalah soal pendidikan. Masih banyak anak putus sekolah. Perhatian pada pendidikan masih kurang. Masyarakat belum menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan. Ini tantangan yang harus dihadapi pemerintah, harus menyapu bersih kalangan tidak terdidik.
Untuk kalangan pendidik dan pelajar, tahun ini harus lebih baik. Jangan lagi seperti tahun lalu, Ujian Nasional (UN) diwarnai kecurangan. Padahal UN sudah tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Mari mengarahkan pendidikan di NTB jujur dan berintegritas.

Soal ketenagakerjaan patut diperhatikan. NTB masih menjadi lumbung tenaga kerja kasar di luar negeri. Ini tidak boleh dibiarkan. Meski menyumbang remitansi besar bagi daerah, tenaga kerja yang dikirim harus memiliki kualifikasi tinggi. Ingat, tahun ini mulai diberlakukan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Persaingan dunia kerja antar negara makin kompetitif. Jika tidak memiliki kemampuan lebih, bakal tergerus tenaga kerja negara lain.

Selain di luar negeri, tenaga kerja dalam negeri juga harus diperhatikan. Investasi masuk ke NTB semakin menggeliat. Provinsi NTB pun dinobatkan sebagai salah satu destinasi wisata terbaik dunia. Tantangan bagi masyarakat, supata tidak menjadi penonton di daerah sendiri. Harus mengembangkan diri. Meningkatkan skill dan kemampuan bahasa. Dunia kerja tidak melulu memikirkan soal warga lokal. Skill mumpuni tetap menjadi pilihan.

Tantangan lain bagi NTB soal pariwisata. Tahun 2015 pariwisata digoncang kejahatan. Turis menjadi korban kejahatan. Pemerintah harus berbenah. Segera membangun sinergi dengan polisi dan TNI untuk mengantisipasi kejahatan pariwisata. NTB mendunia karena pariwisatanya. Jangan karena cap tidak aman dan banyak penjahat, kemudian para wisatawan kabur.

Tantangan-tantangan di tahun yang baru bukan rintangan. Tantangan ini menjadi target yang harus dibereskan. Kalaupun tidak bisa selesai total, setidaknya menjadi lebih baik.(*)

Tuesday 15 December 2015

Kerja Bersama untuk NTB

NUSA Tenggara Barat, provinsi dengan dua pulau besar, Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Dahulu merupakan bagian dari sunda kecil. Provinsi yang mendapat anugrah alam luar biasa dari Sang Pencipta. Sepuluh kabupaten/kota di NTB memiliki potensi luar biasa. Mulai alamnya yang indah, tanahnya yang subur, sampai perut buminya yang menghasilkan tambang.
Besok usia NTB tepat 57 tahun. Mengusung jargon di hari jadi,"ayo kerja, NTB maju". Makna mendalam dalam jargon tersebut. Segala potensi memang bajal sia-sia tanpa upaya. Selamanya NTB akan begini saja, bila masyarakatnya tidak memiliki semangat kerja tinggi. Tentu saja bukan sekadar kerja biasa, tapi kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas.
Menapak usia 57 tahun, NTB tidak bisa dikatakan mudah. Wajar, di usianya saat ini, banyak rencana besar yang harus diwujudkan. Mulai dari Lombok Utara, ada desain raksasa pembangunan pelabuhan internasional. Pelabuhan spektakuker dengan fasilitas mumpuni. Sementara di Lombok Tengah, sudah menanti kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika. Pembangunan besar yang diperkirakan menyaingi Nusa Dua di Bali. Di Lombok Timur ada balai latihan kerja internasional. Balai latihan yang disebut-sebut bisa menjadi pionir pembekalan tenaga kerja lokal di Indonesia. Sementara di Pulau Sumbawa ada Samota (Teluk Saleh, Pulau Moyo, dan Tambora), potensi eksotik yang bakal menjadi poros maritim. Samota yang berada dibawah "kuasa" tiga kabupaten, Sumbawa, Dompu, dan Bima bakal menyihir dunia. Julukannya pun sebagai akuarium raksasa.
Diluar rencana besar itu, yang jelas kabupaten/kota di NTB sangat seksi untuk dikembangkan. Di Lombok Barat, selain kawasan Senggigi, banyak gili-gili istimewa. Pesona pulaunya, pasirnya, dan bawah airnya tidak kalah dengan Gili Trawangan. Kota Mataram sendiri sebagai ibukota provinsi, sudah menjelma menjadi kawasan strategis investasi. Hotel dan pusat perbelanjaan terus merangsek. Jasa dan perdagangan memegang sumbangan tertinggi.
Namun, semua potensi yang dimiliki NTB tidak artinya sepanjang warganya hanya jadi penonton. Kenapa jadi penonton? karena tidak ada skill memadai. Prospek besar yang ada di kabupaten/kota tidak bisa dimanfaatkan. Akhirnya orang luar daerah dengan skill memadai, diberi kesempatan untuk bekerja. Apa ini salah?. Diluar penonton yang paling parah ada yang malah ngure (bikin onar), ini jelas yang repot. Bukannya ikut mendukung kemajuan daerah, mereka sibuk berkelahi. Masalah remeh-temeh jadi perang antar kampung. Kalau bukan soal perang kampung, maka tindak kejahatan pada wisatawan terjadi. Mereka yang seharusnya ikut menjaga nama baik daerah, malah menjarah harta wisatawan. Investor menjadikan keamanan sebagai kartu AS sebelum menanamkan modal. Mereka tidak mau hanya membuang uang. Kalau kondisinya sudah begini, bagaimana membuat NTB maju.
Ayo kerja untuk NTB harus dimaknai kerja bersama. Kerja untuk NTB bukan hanya dilakukan pemerintah, polisi, TNI, ataupun LSM. Kerja bersama itu dilakukan oleh seluruh masyarakat NTB. Mereka yang merasa memiliki NTB. Mereka yang merasa NTB adalah rumahnya. Dan tentu saja, mereka yang lahir, besar, hidup, dan mencari makan di NTB. Ayo kerja, kerja bersama, dan NTB akan maju.(*)

Sunday 6 December 2015

Papa Minta Saham Ruwet

SUGUHAN media massa beberapa hari ini masih soal pencatutan nama Presiden Jokowi oleh Ketua DPR Setya Novanto. Kasus yang dikenal di khalayak dengan kasus papa minta saham ini membuat publik pusing. Penuntasan seolah dibuat lambat. Keputusan yang seharusnya bisa segera terjadi, seolah berlarut-larut. Pemberitaan pun membentuk dua arus. Arus yang membela Ketua DPR dan arus yang menuntut supaya kasus tersebut segera selesai.

Mereka yang membela menyebut, laporan dari Menteri ESDM Sudirmam Said tidak tepat. Mahkamah Kehormatan DPR hanya boleh menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Bukan dari pejabat pemerintah. Kebetulan kubu pembela Setya Novanto adalah barisan koalisi merah putih (KMP). Koalisi yang selama ini dianggap sebagai rival pemerintah. Pembelaan tersebut, memunculkan image di masyarakat, pertemanan adalah segalanya. Urusan benar atau salah belakangan. Munculah pembelaan mati-matian.

Substansi masalah yang seharusnya menyoroti dugaan pencatutan nama presiden untuk meminta saham ke PT Freeport, beralih pada masalah sah dan tidaknya pengaduan Sudirman Said. Tidak itu saja, MKD pun sedang mempertontonkan kekonyolan dengan mempersoalkan bukti rekaman pembicaraan antara Ketua DPR dengan Presiden Freeport. Rekaman itu dikaitkan dengan sah tidaknya penyadapan. Padahal sudah jelas itu rekaman bukan penyadapan.

Sementara itu, rakyat yang penasaran menuntut supaya kasus Setya Novanto diusut secara proporsional. Aneh memang rasanya, ketika pokok persoalan dikaburkan oleh hal-hal remeh. Esensi dari pengaduan Sudirman Said ke MKD sesungguhnya, soal pelanggaran etika. Bagaimana seorang pimpinan wakil rakyat bertemu pimpinan perusahaan, kemudian lobi-lobi. Hal tersebut yang mestinya diperjelas kebenarannya. Bukti sudah jelas, dari rekaman pembicaraan. MKD seharusnya menanggapi secara gentle. Jika memang tidak ada pelanggaran, berikan alasan yang masuk akal. Jangan malah menjalankan proses yang membuat masyarakat mengeryitkan dahi. Menilai kalau isi Senayan sama saja.

Bila Setya Novanto terbukti salah, MKD pun harus terbuka ke masyarakat. Di zaman yang serba terbuka, tidak ada lagi hal yang ditutup-tutupi. Anggota DPR adalah representasi rakyat Indonesia. Mereka duduk di Senayan karena dipilih rakyat. Janganlah menjadi cemen. Rakyat Indonesia sudah cerdas. Tidak perlu lagi dibohongi dengan alibi-alibi konyol. MKD harus membuktikan mereka bertindak secara fair dan proporsional. Penuntasan dugaan papa minta saham ini akan menjaga marwah wakil rakyat. Dugaan pemburu rente di Senayan harus ditangkal.

Wednesday 25 November 2015

Jabatan hanya Titipan Pak!



PERGESERAN dalam birokrasi menjadi hal yang lumrah. Aturan pergeseran sudah diatur jelas dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN). Di dalamnya jelas disebutkan, pergeseran jabatan bila sudah menduduki posisi yang sama selama lima tahun. Tujuannya jelas, supaya roda birokrasi tetap berjalan dengan baik. Munculah istilah pergeseran jabatan dalam birokrasi sebagai bentuk penyegaran. Maksudnya bisa jadi supaya segar pikirannya, supaya segar kinerjanya, dan segar segala-galanya.

Secara manusiawi, ada istilah titik jenuh. Dimana bila seseorang menduduki posisi yang sama dalam waktu lama, melaksanakan tugas yang sama, dan bekerja dengan lingkungan yang sama mengalami stagnasi. Apa yang dikerjakan yang begitu-begitu saja lah.
Dalam kerangka yang sama, posisi atau jabatan yang terlalu lama bisa memunculkan dampak yang buruk. Seperti munculnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Ada kecenderungan untuk bekerja dengan kelompoknya saja. Ini kemudian yang melahirkan abuse of power atau penyalahgunaan wewenang. Ada upaya untuk memperkaya diri sendiri. Ego merasa paling benar pun muncul.
Padahal, roda birokasi berputar cukup dinamis. Dimana ada ASN yang waktunya naik golongan dan pangkat. Disaat itu pula berarti waktunya mereka naik eselon. Jika eselon yang diatasnya enggan bergeser, jelas saja roda itu tidak berputar. Itulah kenapa Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dituntut serius untuk memantau perkembangan golongan dan pangkat ASN, tujuannya supaya bila waktunya naik, si ASN bisa segera naik.
Itulah kenapa dikatakan jabatan hanya titipan. Namanya titipan, ya sewaktu-waktu bisa diambil. Tidak perlu dipertahankan mati-matian atau diperjuangkan sampai berdarah. Toh, cepat atau lambat, hari ini atau besok, akhirnya kita tidak lagi menjadi “pejabat”. Tidak perlu dibuat jabatan itu sebagai hal yang spektakuler.
Lagi-lagi, publik boleh kritis, boleh menyoroti kegaduhan soal jabatan yang terjadi di semua daerah. Salah satu yang cukup panas beberapa waktu ini di Kota Mataram dan Provinsi NTB. Untuk di Kota Mataram mutasi eselon II dan pergantian sekretaris daerah (Sekda) menjadi begitu fenomenal karena sampai menyeret legislatif terus berkomentar. Sementara untuk di Provinsi NTB pergantian Sekda saja, tidak gaduh. Cukup smooth, karena sudah memasuki masa pensiun.
Kalau sadar jabatan titipan, meski tidak menjabat, hidup jalan terus. Pengabdian berjalan tiada henti. Posisi ASN bukanlah pada jabatan yang diemban, tapi kepada sejauh mana manfaat yang diberikan pada masyarakat. Jadi kalau hari ini, sudah tidak jadi kepala dinas dan sekda lagi, anggap titipannya waktunya diambil.(*)

Thursday 19 November 2015

Tinggalkan Pola Angkut Buang Sampah



SAAT hujan kerap turun seperti ini, dengan mudah kita jumpai sampah berserakan saluran air. Sampah tersebut meluber hingga ke jalan raya. Ini masalah tahunan yang tidak kunjung usai. Sampah membuat pemandangan tidak elok. Sebagus apapun pembangunan kota, kalau masih banyak sampah, tidak enak dipandang.
Sampah yang masih berserakan ini, bukan berarti tidak diangkut pemerintah. Tidak semua sampah rumah tangga, bisa terangkut oleh pasukan kuning. Sampah yang tidak terangkut inilah kemudian yang bertebaran saat hujan. Dengan volume sampah yang tinggi, mustahil bisa terangkut semuanya. Selain keterbatasan armada, tenaga kebersihan tidak bisa menyapu hingga masuk ke lingkungan.
Salah satu contoh di Kota Mataram, dengan jumlah sampah sekitar 1.300 meter kubik lebih, hanya 80 persen lebih terangkut. Sisanya itu yang kemudian bertebaran. Dinas Kebersihan Kota Mataram tetap rajin membeli kendaraan baru setiap tahun. Sayang, begitu ada kendaraan baru datang, maka kendaraan yang lama harus diistirahatkan. Penambahan armada hanya berpola tambal sulam.
Gaya penanganan sampah banyak daerah di Indonesia memang masih konvensional. Angkut dan buang. Belum ada terobosan secara masif di masyarakat untuk penanganan sampah. Ada memang yang mengolah sampah organik menjadi pupuk. Beberapa kelompok pun membuat pengolahan sampah anorganik menjadi beragam kerajinan mulai tas, taplak meja, sampai beraneka model dompet. Sayang, pengolahan itu masih terbatas, baru pada tataran yang kecil.
Melihat tingginya pertumbuhan sampah rumah tangga, terutama di perkotaan. Pola angkut buang sudah ketinggalan zaman atau kuno. Meski anggaran pengelolaan sampah terus ditambah setiap tahun, tetap selalu kurang. Tidak tepat juga bila urusan sampah menyedot anggaran besar. Masih banyak sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan yang lebih penting butuh anggaran.
Menggerakkan masyarakat dalam pengelolaan sampah, menjadi langkah maju. Sampah dipandang sebagai barang berharga. Mengolahnya menjadi produk bermanfaat. Tentu saja bisa menghasilkan uang. Orientasi menggerakkan sektor ini berlum berjalan terpadu. Pergerakan pengelolaan sampah masih parsial. Kalaupun terjadi hanya karena ada anggaran. Setelah anggaran habis, tuntas pula pengelolaan sampah.
Jauh lebih besar manfaatnya bila sampah tidak begitu saja dibuang, diolah secara berkelanjutan. Bukan dalam lingkup besar berupa kelompok. Sampah dikelola dari bagian terkecil yaitu rumah tangga. Sampah organik sisa makanan dikelola menjadi pupuk yang bermanfaat untuk tanaman. Sedangkan anorganik dimanfaatkan untuk beragam keperluan rumah tangga. Bila ada ratusan rumah tangga di perkotaan menerapkan ini, akan luar biasa. Ini bukan hal mustahil.(*)

Tuesday 17 November 2015

Agama Jadi Komoditi Lagi



DUNIA guncang dengan aksi brutal di Paris, Prancis. Perhatian tercurah karena aksi pengeboman dan penembakan menewaskan ratusan orang. Terjadi tragedi kemanusiaan. Aksi tersebut dituding merupakan balasan atas meninggalnya tokoh ISIS, organisasi yang selalu dikait-kaitkan dengan islam. Kejadian di Paris memang memilukan. Tapi, menjadi tidak tepat saat kejadian tersebut dikait-kaitkan dengan agama.
Pemeritaan internasional yang beredar memang bikin begidik. Bagaimana dalam  satu negeri teror berlangsung beruntun. Amunisi yang digunakan mulai dari bom sampai senapan AK-47. Sasarannya tempat keramaian mulai kawasan sekitar stadion sampai gedung musik. Ini yang membuat jumlah korban jiwa baik yang meninggal maupun luka-luka cukup banyak.
Aksi teror selalu disematkan dengan islam. Bila ada kejadian yang merenggut nyawa, maka disebut islam tengah “berjihad”. Padahal islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dengan jihad. Ada banyak kategori untuk berjihad. Jihad tidak bisa dimaknai dengan pikiran sendiri.
Kembali pada kejadian Paris, lagi-lagi dunia memberi sorotan terhadap islam. Pemberitaan internasional pun seolah membangun stigma, bahwa kekerasan adalah islam. Tragedi yang membuat semua negara mengutuknya. Informasi seolah digiling begitu hebat dan masif, dengan menyebut sebelum aksi pelaku teror sempat mengumandangkan takbir.  
Jika berkaca pada tragedi di Prancis, agama sedang menjadi komoditi internasional. Dibangun citra mereka yang beragama tidak selalu baik. Tentu saja, soal komoditi agama ini tidak hanya menyasar islam semata, namun semua agama. Isu soal agama dianggap sesuatu yang seksi.
Sesungguhnya tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan. Agama hadir untuk memberi kedamaian. Mereka yang beragama memiliki toleransi. Agama mengajarkan menjadi manusia welas asih. Dari agama pula yang membawa manusia dari kegelapan menuju sisi terang. Agama sendiri adalah kebaikan untuk semua pemeluknya.(*)

Mengejar Janji Presiden untuk NTB



PROGRAM-program yang dijanjikan oleh pusat bagi NTB, tidak terealisasi. Salah satunya janji Presiden Jokowi memberikan suntikan untuk Mandalika Rp 1,8  triliun. Tidak itu saja, sejumlah program strategis pun anggarannya gagal turun. Apa yang terjadi?
Kelemahan juru lobi NTB disebut sebagai salah satu penyebab. Program yang sudah dijanjikan pusat, tidak bisa turun begitu saja. Janji itu perlu dikawal. Janji itu harus ditagih. Bila tidak, janji hanya sebatas janji. Disaat daerah lain mendapat suntikan dana besar dari pusat, maka di NTB gigit jari.
Kegagalan ini sempat direspon oleh wakil rakyat NTB. Mereka menyebut, wakil NTB di pusat tidak memiliki gairah mengawal program untuk NTB. Wakil NTB pun dituding kurang memperhatikan daerahnya. Tentu saja, komen ini segera mendapat respon dari wakil rakyat NTB di pusat. Menurut mereka, salah bila dikatakan tidak mengawal program asal NTB. Justru sebagai wakil rakyat asal NTB, yang patut diperjuangkan adalah masyarakat NTB. Budaya saling menyalahkan terjadi di antara wakil rakyat. Wakil yang dipilih oleh rakyat itu bukannya mencari solusi, malah sibuk menyalahkan. Sudah tidak zamannya saling tunjuk.
Bila melihat wakil rakyat NTB di pusat, cukup memiliki peran besar. Sebut saja Prof Farouk Muhammad yang merupakan Wakil DPD RI, belum lagi nama H Rachmat Hidayat yang berasal dari partai penguasa yaitu PDI Perjuangan. Yang jelas, wakil rakyat dari NTB lainnya baik di DPD dan DPR RI, ukan kacangan. Mereka sudah lama terjun di dunia politik maupun pemerintahan. Sudah hafal, seperti apa cara pusat supaya bisa menggelontorkan dana ke daerah.
Ketimbang debat kusir dan saling menyalahkan, wakil rakyat baik di provinsi maupun pusat, segera duduk bersama. Mencari solusi terbaik supaya program pusat bisa mengucur ke NTB. Karena dari program itu, ikut memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi NTB. Karena tidak menutup kemungkinan wakil rakyat di daerah, kurang aktif berkomunikasi. Banyak yang sibuk dengan urusan golongan atau kelompoknya. Lupa tugas awalnya.
Selain wakil rakyat, tentu pemerintah provinsi juga harus lebih tanggap. Harus lebih rajin untuk menunjukkan program ke pusat. Membeberkan persoalan yang masih terjadi di daerah. Percuma kalau hanya sekadar komplain dan protes di daerah. Pusat tidak mendengar jelas. Satu-satunya jalan supaya pusat mendengar dengan jelas adalah mengejarnya di Jakarta.(*)