This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday 6 December 2015

Singapura Membuat Orang Pintar Seperti Mesin

Melihat Kondisi Singapura Terkini (3-Habis)


MALAM kedua di Singapura, rasa penasaran menggelayut di kepala saat mendengar kisah bagusnya pendidikan di negeri singa. Tour guide rombongan jurnalis asal Indonesia membeberkan kalau di Singapura pendidikannya sangat maju. Rasa penasaran itu terobati. Beruntung bisa bertemu M Roil Bilad, dosen Nanyang Technological University. Darinya banyak informasi pendidikan di Singapura. Pria asli Lombok Tengah ini sebenarnya tidak asing bagi Lombok Post, beberapa waktu lalu profilnya pernah dibuat. Setelah meluangkan waktunya, ia menjemput di Hotel Ibis Bencoolen. Meski perjumpaan pertama, tidak ada kesan kaku. Dengan senyum mengembang dia langsung menyapa.
"Halo, ayo mau kemana?" katanya menyapa.
Pilihan untuk berbincang pun jatuh di Bugis Street, jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 300 meter dari hotel. Sepanjang jalan ia banyam bertanya tentang kedatangan para wartawan dari Indonesia. Dan seperti gaya khas orang timur, latar belakang masing-masing menjadi topik pembuka sepanjang jalan. Gayanya sangat bersahabat. Setelah berkeliling membelah Bugis Street kami memutuskan memilih satu kedai untuk nongkrong.
"Disini kemana-mana enak, naik kendaraan umum cepat," bebernya.
Seperti tulisan sebelumnya, tidak banyak orang Singapura memiliki kendaraam pribadi. Untuk bisa punya motor menyiapkam 7 ribu SGD ( Rp 9.700 tiap dollar) sementara mobil 70 ribu SGD. Kalau tidak benar-benar kaya enggan punya kendaraan. Toh, transportasi umum disana sangat bagus. Setelah bincang santai 15 menit, topik pun mulai beralih soal pendidikan. Roil bercerita pelajar maupun mahasiswa di Singapura pintar-pintar. Dari kecil mereka sudah berusaha memacu diri supaya pintar. Orang tuanya sangat mendukung. Bahkan mereka rela mencarikan guru les khusus. Mencari guru les di Singapura tidak mudah. Sampai banyak yang menyebar brosur ke kampus untuk mencari guru. Tarifnya dihitung per jam. Tiap jam harus bayar 45 SGD. Mahal untuk ukuran Indonesia, lebih Rp 400 ribu.
"Itupun nyari guru tidak mudah. Belum tentu dapat cepat," ucap Roil.
Doktor jebolan Belgia ini bercerita, sebenarnya belum terlalu lama masuk Singapura. Menjadi dosen Maret 2015. Tapi, ia sudah bisa menggambarkan sistem pendidikan di Singapura. Biaya pendidikan mahal. Kuliah tiap semester harus bayar hampir Rp 300 juta. Orang tua tidak mampu langsung membayar. Maka pilihannya adalah pinjam bank. Sebagian besar orang tua pinjam uang di bank untuk pendidikan. Setelah anak lulus kuliah, harus cepat kerja. Dengan begitu uang pinjaman di bank bisa dilunasi.
"Untuk pendidikan memang mahal. Masuk TK saja harus les, mampu bahasa dengan baik," urainya.
Itu kemudian yang membuat tingkat kompetisi di Singapura begitu tinggi. Hidupnya benar-benar ditekan. Orang pintar diciptakan bak "mesin". Pikirannya hanya memacu diri dan memacu diri. Disana juga yang akhirnya menjadi kekurangan. Tingkat individual warga begitu tinggi. Jarang yang peduli dengan sekitar. Roil menyebut, kepintaran warga dipupuk sejak dini. Kalau otaknya tidak top, mereka tidak bisa kuliah. Kualitas pendidikan pertama dan menengahnya memang cukup maju.
"Kalau yang tidak kuliah akhirnya pilih kejuruan atau vocasi," lanjut pria asli Lombok Tengah ini.
Saat kuliah, lanjutnya, pola di Singapura langsung berkumpul, di dalamnya bisa antara 1.200-1.600 mahasiswa. Tidak ada istilah mereka tidak mengerti. Dosen cukup memberi silabus. Kemudian mahasiswa belajar sendiri.
"Disini pintar-pintar," tandas Roil.
Ia menepis keraguan soal belajar dengan banyak orang tidak akan terserap. Justru kuncinya bukan pada pembelajaran di kelas. Kompetisi yang tinggi, membuat mahasiswa mandiri. Mereka belajar keras. Tidak ada tengok kanan-kiri, pokoknya belajar, belajar, dan belajar. Etos belajar tinggi mahasiswa, ikut ditunjang kualitas dosen. Dosen universitas di Singapura memiliki nama besar. Para dosen rajin menulis di jurnal internasional. Apapun tulisannya, nama besarnya sudah menyihir dunia pendidikan.
"Pendidikan, Singapura akan terus leading. Tidak hanya Asia, bahkan dunia," ungkap Roil.
Kemampuan tinggi mahasiswa ini, benar-benar terwujud nyata di dunia kerja. Singapura terkenal dengan negara mudah investasi. Tidak perlu menunggu bulanan, hitungan jam izin beres. Orang pintar ini juga yang kemudian membuat ekonomi tetap bagus. Sampai saat ini Singapura masih menerapkan bea masuk barang nol persen. Pengusaha hanya dikenai pajak 7 persen. Para sarjana itu juga yang kemudian mengkonsep transportasi masal yang baik.
"Disini sangat efisien," tambahnya.
Penjelasan Roil ini melengkapi cerita soal pendidikan di Singapura dari Harbans Suki. Tour guide tersebut mengurai, pendidikan di Singapura adalah segalanya. Mereka dipacu supaya pintar. Bila tidak pintar dampaknya tentu ke negara. Lagi-lagi posisi tawar negara yang tinggi, menjadi pemicu. Singapura tidak ingin dibebani warganya. Dengan menjadi pintar, berarti mereka bisa menolong dirinya sendiri. Jadi jangan heran, kalau pendapatan rata-rata paling rendah adalah 2 ribu SGD.
"Harus pintar, tidak boleh tidak," katanya.
Perempuan keturunan India ini menyebut, kondisi warga Singapura yang di atas rata-rata membuat kompetisi begitu kuat. Tidak mudah orang bisa masuk. Kalaupun masuk kebanyakan menjadi tenaga kasar. Seperti warga India yang banyak menjadi sopir atau buruh di pelabuhan.
"Anak saya sendiri yang terakhir kuliah di Australia. Supaya pintar," aku ibu tiga anak ini.
Pola pendidikan Singapura memang tidak harus ditiru oleh Indonesia. Namun, etos belajar dan tingginya kompetisi layak menjadi acuan. Bukankah selama ini kita belum menomor satukan pendidikan. Kita terlalu sibuk dengan urusan konsumtif mulai motor, gadget, sampai urusan dompet.(*)

Papa Minta Saham Ruwet

SUGUHAN media massa beberapa hari ini masih soal pencatutan nama Presiden Jokowi oleh Ketua DPR Setya Novanto. Kasus yang dikenal di khalayak dengan kasus papa minta saham ini membuat publik pusing. Penuntasan seolah dibuat lambat. Keputusan yang seharusnya bisa segera terjadi, seolah berlarut-larut. Pemberitaan pun membentuk dua arus. Arus yang membela Ketua DPR dan arus yang menuntut supaya kasus tersebut segera selesai.

Mereka yang membela menyebut, laporan dari Menteri ESDM Sudirmam Said tidak tepat. Mahkamah Kehormatan DPR hanya boleh menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Bukan dari pejabat pemerintah. Kebetulan kubu pembela Setya Novanto adalah barisan koalisi merah putih (KMP). Koalisi yang selama ini dianggap sebagai rival pemerintah. Pembelaan tersebut, memunculkan image di masyarakat, pertemanan adalah segalanya. Urusan benar atau salah belakangan. Munculah pembelaan mati-matian.

Substansi masalah yang seharusnya menyoroti dugaan pencatutan nama presiden untuk meminta saham ke PT Freeport, beralih pada masalah sah dan tidaknya pengaduan Sudirman Said. Tidak itu saja, MKD pun sedang mempertontonkan kekonyolan dengan mempersoalkan bukti rekaman pembicaraan antara Ketua DPR dengan Presiden Freeport. Rekaman itu dikaitkan dengan sah tidaknya penyadapan. Padahal sudah jelas itu rekaman bukan penyadapan.

Sementara itu, rakyat yang penasaran menuntut supaya kasus Setya Novanto diusut secara proporsional. Aneh memang rasanya, ketika pokok persoalan dikaburkan oleh hal-hal remeh. Esensi dari pengaduan Sudirman Said ke MKD sesungguhnya, soal pelanggaran etika. Bagaimana seorang pimpinan wakil rakyat bertemu pimpinan perusahaan, kemudian lobi-lobi. Hal tersebut yang mestinya diperjelas kebenarannya. Bukti sudah jelas, dari rekaman pembicaraan. MKD seharusnya menanggapi secara gentle. Jika memang tidak ada pelanggaran, berikan alasan yang masuk akal. Jangan malah menjalankan proses yang membuat masyarakat mengeryitkan dahi. Menilai kalau isi Senayan sama saja.

Bila Setya Novanto terbukti salah, MKD pun harus terbuka ke masyarakat. Di zaman yang serba terbuka, tidak ada lagi hal yang ditutup-tutupi. Anggota DPR adalah representasi rakyat Indonesia. Mereka duduk di Senayan karena dipilih rakyat. Janganlah menjadi cemen. Rakyat Indonesia sudah cerdas. Tidak perlu lagi dibohongi dengan alibi-alibi konyol. MKD harus membuktikan mereka bertindak secara fair dan proporsional. Penuntasan dugaan papa minta saham ini akan menjaga marwah wakil rakyat. Dugaan pemburu rente di Senayan harus ditangkal.

Saturday 5 December 2015

Hiburan di Singapura Keren Abis



Melihat Kondisi Singapura Terkini (2)


STATUS negara kecil tidak membuat Singapura minder. Dengan sumber daya alam terbatas, negara ini gila-gilaan mengembangkan diri. Pembangunan besar-besaran dimulai di tahun 1980 an. Salah satu pembangunan yang mencolok adalah destinasi wisata. Fasilitas pariwisata dibangun tidak hanya menyenangkan warganya. Destinasi baru dibangun sekaligus untuk menjaring pemasukan. Nilai investasi pariwisata mencapai puluhan juta SGD (dollar Singapura). Langkah Singapura ini membuatnya layak untuk dikunjungi wisatawan. Beberapa lokasi menarik yang dikunjungi disana diantaranya Gardens by the Bay. Terletak di sebelah Marina Reservoir, Gardens by the Bay menawarkan pemandangan pantai yang luar biasa. Destinasi holtikulturanya luar biasa.
Tour guide yang mendampingi wartawan Harbans Kaur mengatakan, luas mencapai  101 hektare. Lahan reklamasi, tanahnya dibeli dari Indonesia. Terdiri dari dua area utama - Bay South Garden dan Bay East Garden, Cloud Forest.
"Dengan taman-taman di dalamnya, gunung setinggi 35 meter diselimuti kabut dan tanaman yang rimbun mengelilingi air terjun dalam ruangan tertinggi di dunia," terang Harbans.
Ya, di dalam bangunan ini, tanamannya bukan hanya khas daerah tropis. Mereka yang datang bisa melihat tanaman khas Afrika, Amerika, maupun Australia. Pengunjungnya cukup padat. Banyak yang kagum dan menjadikan pohon-pohon langka untuj berfoto. Air terjun buatan di dalamnya membuat kebun ini sejuk. Untuk masuk pengunjung harus membayar tiket 28 SGD (Rp 9.700 per dollar).
Lokasi lain yang juga spektakuler disana adalah Universal Studios Singapore (USS) yang dibuka pada Januari 2010, merupakan wahana bermain Universal Studios yang pertama kali dibuka di wilayah Asia Tenggara, dan merupakan yang kedua di wilayah Asia setelah Universal Studios Jepang. Taman bermain bertema film-film terkenal Hollywood produksi Universal Studios ini berlokasi di Pulau Sentosa. Beberapa wahana yang telah dibuka, al.The Lost World, Far and Away, New York, Sci-Fi City, Hollywood Boulevard, Madagascar, Ancient Egypt dan masih banyak lagi. Untuk masuk kesana tiketnya 78 SGD. masyarakat bisa bermain sepuasnya di dalam. Harbans menjelaskan, USS menjadi lokasi kunjungan wajib para turis. Belum ke Singapura jika belum masuk. Dan benar, saat datang di hari libur di USS begitu padat.
Di sekitar USS juga ada Kasino di Resort World Sentosa. Kawasan judi yang disebut-sebut mirip Macau, Hongkong. Begitu masuk di dalam, suasanya mirip dengan kasino yang terpampang di televisi. Tidak hanya kaum adam, banyak juga kaum hawa yang asik bermain. Malah ada kakek dan nenek yang terlihat serius. Sayang, di dalamnya sangat ketat, tidak boleh mengambil gambar. Bahkan ada satu wartawan yang tidak bisa masuk karena lupa membawa paspor.
Untuk malam hari, masih di kawasan Pulau Sentosa juga menawarkan hiburan menarik. Dikenal dengan Wings of time. Pertunjukan di tepi laut itu menampilkan tarian air. Untuk masuk harus membayar 18 SGD.
Harbans bercerita, semua destinasi wisata buatan itu ramai saat akhir pekan. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat melepas lelah. Warga Singapura memang dituntut bekerja keras. Pendapatan rata-rata sekitar 2 ribu SGD. Mereka kerja pagi sampai malam demi uang. Sampai banyak yang melajang tak kunjung menikah karena mengejar karir.
"Kalau tidak kerja keras disini, tidak bisa hidup," ucapnya.
Menjadi penduduk Singapura memang seperti dicambuk. Tekanan kerja tinggi. Aturan tenaga kerja ketat. Tidak ada istilah protes atau demo. Makanya Harbans menyebut lokasi hiburan benar dimanfaatkan melepas kepenatan. Pemerintahnya pun gila-gilaan untuk menyenangkan warganya. Gajinya dipaksa dipotong pemerintah, uang ini disimpan pemerintah bisa diambil setelah pensiun. Pemerintah tidak mau dibebani warganya. Kebanyakan bekerja dobel. Warga Singapura 80 persen tinggal di rumah susun. 

Soal etos kerja tinggi, dibenarkan oleh Dr Roil Bilad. Warga asli Lombok yang sekarang menjadi dosen disana menyebut, biaya hidup di Singapura tinggi. Sebulan untuk tinggal saja butuh 600 SGD. Untuk makan dan transortasi sehari bisa butuh 8 SGD, kalau masih lajang. Jika berkeluarga lebih mahal lagi.
"Memang untuk tempat hiburan mahal-mahal. Tapi ada juga gratisan, karena banyak dibangun ruang terbuka publik," katanya.
Roil sendiri tidak mengelak kalau warganya berlomba-lomba memburu uang. Tidak perlu memikirkan kendaraan pribadi. Sebagian besar pendapatan habis untuk konsumtif. Khusus untuk kendaraan pribadi, untuj motor harus membayar "pajak" atau deposit uang 7 ribu SGD. Sementara mobil sampai 70 ribu SGD. Tidak semua orang tertarik membeli kendaraan pribadi.
"Ini negara yang memang butuh kerja keras," sambungnya.
 Untuk tempat hiburan sendiri tidak semuanya memang bayar. Ada turis yang hanya mengincar destinasi tertentu. Salah satunya Marina Bay ialah sebuah teluk dekat Central Area di daerah selatan Singapura dan berada di sebelah timur dari Downtown Core. Disini terdapat berbagai fasilitas dan infrastruktur yang inovatif seperti "terowongan infrastruktur terpadu" dibangun dan aktivitas luar biasa mengambil tempat untuk tampil. Di sekitar sana ada patung Merlion yang menjadi objek berfoto andalan.(bersambung)

Saturday 28 November 2015

Disiplin di Singapura Lahir dari Sanksi Tegas



Melihat Kondisi Singapura Terkini (1)


ROMBONGAN jurnalis peraih penghargaan dari Astra Motor mendapat hadiah tour ke Singapura. Rombongan ini menjejak kaki di Singapura, Sabtu (28/11). Begitu tiba di Changi International Airport sekitar pukul 10.15 waktu setempat, para wartawan langsung memelototi kondisi bandara. Rombongan wartawan asal Indonesia dibuat kagum dengan kebersihan bandara. 
Kondisinya nyaman dan bersih. Kondisi yang jelas membuat penumpang yang datang nyaman. Layak bila bandara milik Singapura ini dinobatkan sebagai salah satu bandara terbaik di dunia.
Rombongan wartawan yang dipandu oleh tour guide bernama Harbans Kaur. Begitu bus yang ditumpangi melaju meninggalkan bandara, rombongan ini sudah dibuat heran dengan kondisi negara berlambang Merlion ini. Meski luasnya hanya 721 kilometer persegi, tidak terlihat ada kemacetan. Padahal jalan yang dimiliki tidak terlalu lebar. Untuk ukuran weekend di negara makmur seperti Singapura, jalanannya longgar Sepanjang jalan mata dimanjakan pohon teduh. Taman bunga di tengah jalan membentang. Semuanya bersih dan rapi.
"Untuk taman dan pohon Singapura memang mengupayakan serius," kata Harbans.
Perempuan berkacamata ini membeberkan, lalu lintas di Singapura tidak terlalu padat karena lebih banyak menggunakan kendaraan umum. Ada tiga kendaraan umum yang kerap dihunakan. Taksi maksimal dengan penumpang empat orang. Bisa digunakan dini hari, tarifnya memang mahal. Untuk yang lebih murah masyarakat bisa memilih bus umum. Bus jalan mulai pukul 06.30 sampai 24.00. Naik bus dengan uang pas. Jarak jauh dekat, tarifnya jelas. Pilihan kendaraan terakhir adalah kereta api di bawah tanah. Memiliki rute yang jelas. Tarifnya juga tidak terlalu mahal.
"Ini yang membuat lalu lintas teratur," lanjutnya.
Meski kendaraan umum jadi urat nadi penghubung, bukan berarti kendaraan pribadi jarang terlihat. Kendaraan pribadi dengan harga selangit berseliweran. Ferrari dan Lambhorgini beberapa kali melintas. Tapi, mereka tidak selalu memakai kendaraan pribadi setiap hari. Kendaraan kelas premium yang tidak sembarangan orang bisa memilikinya.
Selain kendaraan, faktor lain yang membuat lalu lintas di Singapura bagus adalah kedisiplinan pejalan kaki. Mereka tidak boleh menyeberang sembarangan. Ada jalur zebra cross yang khusus dipakai menyeberang. Jika ada masyarakat melanggar, bisa kena denda.
"Disini tidak bisa sembarangan menyeberang jalan. Semua yang memakai kendaraan pribadi sangat menghargai waktu, kalau kita menyeberang sembarangan bisa ditabrak," beber Harpans.
Pemandangan ini tentu sulit dijumpai di Indonesia khususnya di Pulau Lombok. Untuk menyeberang jalan bisa dilakukan di semua jalur. Malah jembatan penyeberangan saja tidak dihiraukan. Punismant bagi para pelanggar ini cukup berat, sudah diatur di undang-undang Singapura. Bicara soal sanksi, Singapura memang negerinya hukuman.
Menurut Harbans, semua hal yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat memiliki rambu jelas. Itu salah satu sebab Singapura menjadi tertib. Imbasnya pun mengarah pada soal kebersihan. Mereka yang membuang sampah sembarangan bakal diancam denda. Sanksi itu yang membuat nyali masyarakatnya ciut. Jangankan membuang bungkus makanan, snack atau boto air mineral. Buang puntung rokok sembarangan saja bisa kena masalah. Seperti cerita seorang bule yang kena denda karena membuang puntung rokok sembarangan. Ceritanya, ada bule tinggal di apartemen, dia asik merokok dan membuang puntung dari atas apartemen. Bule tersebut cuek saja, ia tidak tahu closed curcuit televisi (CCTV) tersebar di berbagai titik. Akibatnya  si bule harus menerima denda cukup besar. Setelah dihitung ada 37 buah puntung dibuang sembarangan.
"Kena denda 2.000 Dollar Singapura," ucapnya.
Bila dihitung satu Dollar Singapura Rp 9.700, bisa dibayangkan berapa rupiah harus dikeluarkan. Harbans pun menyarankan rombongan kuli tinta Indonesia meniru gaya warga Singapura.  Kebanyakan warga Singapura menyimpan bungkus makanan sebelum membuangnya. Sekalipun itu bungkus permen. Mereka menghindari terkena denda berat. Tidak semua titik bisa menjumpai tong sampah.
Aturan seperti ini juga berlaku pada perokok. Di Singapura bukan surga bagi perokok. Mereka yang merokok sangat dibatasi. Hanya di lokasi tertentu bisa menghisap rokok. Bagi yang perokok berat, ini menjadi masalah besar. Harbans pun mewanti-wanti rombongan jurnalis supaya mengindahkannya. 
Apakah warga Singapura sendiri disiplin? Dikatakan Harbans, tidak semuanya memiliki disiplin tinggi. Ada saja yang curi-curi pelanggaran di jalan, buang sampah sembarangan, ataupun merokok. Namun, jumlah mereka tidak banyak. Mereka yang melanggar ini harus hati-hati karena CCTV terus mengintasi.
“Sebaiknya jangan melanggar lah, nanti repot,” ucap perempuan keturunan India ini.
Kedisiplinan yang lahir karena ada sanksi tegas ini membuat Singapura tertib. Sendi-sendi kehidupan diatur dengan jelas. Pemerintah sendiri tidak sekadar memberi sanksi-sanksi saja. Pemenuhan fasilitas dipikirkan serius. Ada zona yang ditata dengan baik. Seperti zona perokok ataupun penyeberangan. Sudut-sudut padat disiapkan tempat sampah. Para wisatawan yang berkunjung pun nyaman. Tidak hanya di darat, di air pun bersih tanpa sampah. Seperti di muara sungai sekitar monumen Merlion, tidak ada satupun sampah mengambang. Jika awalnya kedisiplinan karena tekanan, lama-kelamaan menjadi gaya hidup.


Cara memberi sanksi untuk kebersihan, sebenarnya diterapkan di sejumlah kawasan di Indonesia. Salah satunya adalah Surabaya. Untuk di jalur utama ibukota Jawa Timur cukup bersih. Mereka yang membuang sampah dijalan dikenai pasal tindak pidana ringan (tipiring). Sanksinya mulai dari disita KTP, denda uang, sampai di penjara. Saya membayangkan, Kota Mataram menerapkan pola tersebut. Perangkat dan aturan sudah ada, sayang sanksinya masih lemah.(bersambung)

Wednesday 25 November 2015

Jabatan hanya Titipan Pak!



PERGESERAN dalam birokrasi menjadi hal yang lumrah. Aturan pergeseran sudah diatur jelas dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN). Di dalamnya jelas disebutkan, pergeseran jabatan bila sudah menduduki posisi yang sama selama lima tahun. Tujuannya jelas, supaya roda birokrasi tetap berjalan dengan baik. Munculah istilah pergeseran jabatan dalam birokrasi sebagai bentuk penyegaran. Maksudnya bisa jadi supaya segar pikirannya, supaya segar kinerjanya, dan segar segala-galanya.

Secara manusiawi, ada istilah titik jenuh. Dimana bila seseorang menduduki posisi yang sama dalam waktu lama, melaksanakan tugas yang sama, dan bekerja dengan lingkungan yang sama mengalami stagnasi. Apa yang dikerjakan yang begitu-begitu saja lah.
Dalam kerangka yang sama, posisi atau jabatan yang terlalu lama bisa memunculkan dampak yang buruk. Seperti munculnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Ada kecenderungan untuk bekerja dengan kelompoknya saja. Ini kemudian yang melahirkan abuse of power atau penyalahgunaan wewenang. Ada upaya untuk memperkaya diri sendiri. Ego merasa paling benar pun muncul.
Padahal, roda birokasi berputar cukup dinamis. Dimana ada ASN yang waktunya naik golongan dan pangkat. Disaat itu pula berarti waktunya mereka naik eselon. Jika eselon yang diatasnya enggan bergeser, jelas saja roda itu tidak berputar. Itulah kenapa Badan Kepegawaian Daerah (BKD), dituntut serius untuk memantau perkembangan golongan dan pangkat ASN, tujuannya supaya bila waktunya naik, si ASN bisa segera naik.
Itulah kenapa dikatakan jabatan hanya titipan. Namanya titipan, ya sewaktu-waktu bisa diambil. Tidak perlu dipertahankan mati-matian atau diperjuangkan sampai berdarah. Toh, cepat atau lambat, hari ini atau besok, akhirnya kita tidak lagi menjadi “pejabat”. Tidak perlu dibuat jabatan itu sebagai hal yang spektakuler.
Lagi-lagi, publik boleh kritis, boleh menyoroti kegaduhan soal jabatan yang terjadi di semua daerah. Salah satu yang cukup panas beberapa waktu ini di Kota Mataram dan Provinsi NTB. Untuk di Kota Mataram mutasi eselon II dan pergantian sekretaris daerah (Sekda) menjadi begitu fenomenal karena sampai menyeret legislatif terus berkomentar. Sementara untuk di Provinsi NTB pergantian Sekda saja, tidak gaduh. Cukup smooth, karena sudah memasuki masa pensiun.
Kalau sadar jabatan titipan, meski tidak menjabat, hidup jalan terus. Pengabdian berjalan tiada henti. Posisi ASN bukanlah pada jabatan yang diemban, tapi kepada sejauh mana manfaat yang diberikan pada masyarakat. Jadi kalau hari ini, sudah tidak jadi kepala dinas dan sekda lagi, anggap titipannya waktunya diambil.(*)

Thursday 19 November 2015

Tinggalkan Pola Angkut Buang Sampah



SAAT hujan kerap turun seperti ini, dengan mudah kita jumpai sampah berserakan saluran air. Sampah tersebut meluber hingga ke jalan raya. Ini masalah tahunan yang tidak kunjung usai. Sampah membuat pemandangan tidak elok. Sebagus apapun pembangunan kota, kalau masih banyak sampah, tidak enak dipandang.
Sampah yang masih berserakan ini, bukan berarti tidak diangkut pemerintah. Tidak semua sampah rumah tangga, bisa terangkut oleh pasukan kuning. Sampah yang tidak terangkut inilah kemudian yang bertebaran saat hujan. Dengan volume sampah yang tinggi, mustahil bisa terangkut semuanya. Selain keterbatasan armada, tenaga kebersihan tidak bisa menyapu hingga masuk ke lingkungan.
Salah satu contoh di Kota Mataram, dengan jumlah sampah sekitar 1.300 meter kubik lebih, hanya 80 persen lebih terangkut. Sisanya itu yang kemudian bertebaran. Dinas Kebersihan Kota Mataram tetap rajin membeli kendaraan baru setiap tahun. Sayang, begitu ada kendaraan baru datang, maka kendaraan yang lama harus diistirahatkan. Penambahan armada hanya berpola tambal sulam.
Gaya penanganan sampah banyak daerah di Indonesia memang masih konvensional. Angkut dan buang. Belum ada terobosan secara masif di masyarakat untuk penanganan sampah. Ada memang yang mengolah sampah organik menjadi pupuk. Beberapa kelompok pun membuat pengolahan sampah anorganik menjadi beragam kerajinan mulai tas, taplak meja, sampai beraneka model dompet. Sayang, pengolahan itu masih terbatas, baru pada tataran yang kecil.
Melihat tingginya pertumbuhan sampah rumah tangga, terutama di perkotaan. Pola angkut buang sudah ketinggalan zaman atau kuno. Meski anggaran pengelolaan sampah terus ditambah setiap tahun, tetap selalu kurang. Tidak tepat juga bila urusan sampah menyedot anggaran besar. Masih banyak sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan yang lebih penting butuh anggaran.
Menggerakkan masyarakat dalam pengelolaan sampah, menjadi langkah maju. Sampah dipandang sebagai barang berharga. Mengolahnya menjadi produk bermanfaat. Tentu saja bisa menghasilkan uang. Orientasi menggerakkan sektor ini berlum berjalan terpadu. Pergerakan pengelolaan sampah masih parsial. Kalaupun terjadi hanya karena ada anggaran. Setelah anggaran habis, tuntas pula pengelolaan sampah.
Jauh lebih besar manfaatnya bila sampah tidak begitu saja dibuang, diolah secara berkelanjutan. Bukan dalam lingkup besar berupa kelompok. Sampah dikelola dari bagian terkecil yaitu rumah tangga. Sampah organik sisa makanan dikelola menjadi pupuk yang bermanfaat untuk tanaman. Sedangkan anorganik dimanfaatkan untuk beragam keperluan rumah tangga. Bila ada ratusan rumah tangga di perkotaan menerapkan ini, akan luar biasa. Ini bukan hal mustahil.(*)