Friday 30 September 2016

Bukit Sinyal Penolong di Pantai Kaliantan

Keindahan Pantai Pulau Lombok memang tidak ada habisnya. Selain indah, ada cerita yang lain yang ada di Pantai Lombok. Cerita itu datang dari pantai bagian selatan. Sekali dalam setahun ada festival yang dikenal dengan Bau Nyale. Ada dua lokasi yang menjadi arena Bau Nyale yaitu Pantai Kuta dan Pantai Kaliantan. Apa sih Bau Nyale? Sedikit mengulas, festival ini mengajak masyarakat panen cacing laut (nyale). Ratusan bahkan ribuan orang tumpah ke pinggir pantai. Bahkan, banyak turis asing yang ikut dalam Bau Nyale.Event ini disebut-sebut hanya ada di Pulau Lombok. Pengalaman berharga saya bisa terlibat dalam event ini di tahun 2012 silam. 

Kebetulan saya sedang bertugas di Lombok Timur, maka sasarannya adalah Pantai Kaliantan. Lokasinya bagian Selatan dari Kabupaten Lombok Timur. Jarak dari Kota Mataram sekitar 72 kilometer. Untuk mencapai pantai ini tidak bisa dengan kendaraan umum. Harus memakai kendaraan pribadi. Perjalanan dari Selong, pusat kota Lombok Timur memakan waktu hampir dua jam. Menuju lokasi cukup melelahkan. Kawasan ini pun terkenal panas luar biasa. Tapi, sebagai jurnalis apapun kendala bisa dihadapi. Begitu sampai di Pantai Kaliantan menyaksikan topografi pantai unik. Kombinasi teluk-teluk kecil dan beberapa bukit. Pantai Kaliantan juga berpasir putih, namun agak kasar seperti butiran gula pasir. Istimewanya dari pantai ini adalah pantai pasir putihnya yang bersih dan bebas sampah. Maklum pantai ini tidak begitu banyak dikunjungi. Itu membuat pantai bersih. Bau Nyale sendiri berlangsung dini hari. Sebelum festival itu dimulai, beragam kegiatan digelar. Acara tradisional daerah ditampilkan oleh banyak anak muda. Beberapa turis pun terlihat ikut menikmati beragam hiburan. Semua kegiatan pengiring festival Bau Nyale ini tentu menjadi berita yang menarik. 

Begitu acara usai, tanpa menunggu lama saya mengetik semua berita. Saat itu saya berbekal handphone dan BlackBerry (BB). Dengan dua nomor beda provider yaitu XL dan Telkomsel. Tidak sampai satu jam, semua berita kegiatan Bau Nyale selesai. Dan masalah pun muncul, saya tidak bisa mengirimkan semua berita. Handphone dan BlackBerry tanpa sinyal. Sebagai jurnalis yang baru sebulan bertugas di Lombok Timur, saya tidak pernah menduga kalau daerah bagian selatan minim sinyal. Apapun providernya nihil sinyal. Saya dibuat bingung. Bertugas di media cetak harian, tidak boleh telat mengirimkan berita. Apalagi acaranya besar dan nasional. Untuk menuju kota sudah tidak mungkin, jaraknya cukup jauh. Disaat bersamaan ribuan orang tumpah ruah, susah untuk bisa menerobosnya. Waktu menunjukkan pukul 17.00 Wita. Deadline terus mengejar. 

Semua serba nanggung. Peluang bisa mengirimkan berita kian menipis. Sampai akhirnya muncul kabar baik dari salah satu warga. Ditengah kepanikan saya, ada warga yang membantu. Warga yang tinggal tidak jauh dari Pantai Kaliantan itu menyarankan saya naik ke bukit. Warga menyebutnya dengan “bukit sinyal”. Saya mengikuti arahan dari warga itu. Lokasinya tepat di pinggir pantai. Cukup tinggi untuk mencapainya. Begitu tiba diatas, saya terkejut. Ada belasan warga yang sedang asyik dengan handphone. Saya mengecek handphone dan BB. Senang bukan main, keduanya memiliki sinyal. Berita bisa segera terkirim. Seandainya tidak ada “bukit sinyal”, kegiatan Bau Nyale itu tidak akan muncul di koran. Peristiwa Pantai Kaliantan ini juga memberi pengalaman berharga buat saya. Sebagai wartawan yang baru masuk ke daerah baru, yang harus dicek pertama kali adalah keberadaan jaringan telekomunikasi.(*)




Suasana di pinggir Pantai Kaliantan, Lombok Timur.
Bukit Sinyal, itulah sebutan untuk perbukitan di pinggir Pantai Kaliantan

0 10 komentar:

Post a Comment