This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday 4 October 2015

Perang Api Penuh Ketegangan



Menjelang Hari Raya Nyepi selain pawai ogoh-ogoh, ritual yang banyak menyedot perhatian adalah perang api. Bobok yang dibakar dijadikan sebagai senjata. Ini pengalaman yang cukup menegangkan ketika berada di tengah-tengah perang api, bagaimana tidak, api yang panas itu bakal dipukulkan. Jumat, 20 Maret matahari di Kota Mataram sudah temaram, sejumlah muda-mudi yang baru mengikuti pawai ogoh-ogoh melintas. Sementara taman di pertigaan Negara Sakah, jalur dari Cakranegara ke Sweta mulai dipadati masyarakat. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sebelum Nyepi, di pertigaan ini memang selalu menyedot perhatian dari masyarakat.
Puluhan polisi berseragam lengkap berjaga. Puluhan pemuda muncul dari timur sembari membawa daun kelapa kering yang diikat (bobok). Mereka saling mengingatkan supaya mengikat bobok dengan erat.
Sementara.dari bagian barat, pemuda yang muncul tidak sebanyak yang di timur.
"Sebentar, tunggu kumpul," kata salah satu pria.
 
Setelah menunggu, sekitar 10 menit akhirnya jumlah personil dari Lingkungan Negara Sakah bertambah. Sementara dari arah timur, kelompok dari Sweta sudah tidak sabar untuk memulai "pertarungan". Bobok mulai dibakar. Jilatan api pun berkobar. Asap mulai mengudara. Bagi yang pertama kali menyaksikan ini tentu begidik. Bagaimana tidak, pembawa bobok yang membara langsung beradu di tengah jalan.
"Ayo, serbuuuu," teriaknya.
Bobok yang berkobar langsung mati disaat menghantam tubuh lawan. Disaat bersamaan bara di bobok bertebaran. Penonton yang awalnya merapat di tengah jalan, langsung kocar-kacir melihat bara api itu beterbangan. Pertempuran ini tidak lama, hanya 5 menit. Begitu saling serang usai, tokoh dari dua kubu dan polisi segera memisahkan diri.
Penonton di sekitar perang api memiliki tanggapan beragam. Ada yang menilai ritual tersebut mengerikan, ada juga yang menilai penuh keberanian.
Menurut Zulfikar salah satu penonton, perang api menunjukkan keberanian. Pasalnya, tanpa ragu pembawa bobok dengan api membara saling hantam. Karena baru pertama kali menyaksikan, raut mukanya tegang begitu perang api dimulai.
"Pasti kena badan panas itu," katanya.
Perang api memang menyedot perhatian masyarakat luas. Ada yang datang jauh-jauh dari luar Kota Mataram, seperti Lombok Timur dan Lombok Tengah. Perang api dianggap selalu menarik setiap tahunnya. Tidak heran, fotografer dan kameramen berkumpul secara khusus. Bahkan perang api ini selalu mendapat liputan khusus dari media nasional.
Ritual perang api antara Lingkungan Sweta dengan Negara Sakah. Dari ceritanya lokasi perang, dahulu adalah tempat perang antara Kerajaan Singosari dan Kerajaan Karang Asem. Setelah perang usai, tidak ada dendam diantara mereka, mereka pulang ke rumah masing masing dengan suasana damai.
Sejatinya  perang api bukan sekadar perang perangan dalam rangka peringatan menyambut Hari Raya Nyepi, melainkan memiliki makna yang lebih dalam, yaitu untuk membersihkan bumi dari segala malapetaka yang terjadi.
 

Kapolsek Cakranegara Kompol I Gusti Putu Suarnaya yang memantau perang api mengatakan, tidak ada pertikaian usai  jalannya perang api. Semua berjalan dengan baik tidak ada dendam.
"Kembali ke rumah dengan suasana damai," katanya.
Meski terlihat memanas, kata Suarnaya, itu hanya terjadi saat perang api. Kedua kubu diakuinya cukup bersemangat. Itu membuat sepanjang perang api, bobok membara sempat beterbangan.
"Ya, setelah itu selesai. Semua membubarkan diri," ucapnya.
Perang api di Kota Mataram pantas untuk terus dipertahankan. Tradisi yang menunjukkan keberagaman dan kemajemukan warga ibukota NTB. Perang api di Kota Mataram menjadi salah satu aset daerah.(*)


Sapi NTB Membawa Kesejahteraan



Pilihan pemerintah Provinsi NTB menjadikan sapi sebagai salah satu program unggulan melalui sapi, jagung, dan rumput laut (Pijar) sebagai sebuah langkah yang tepat. Peternakan sapi merupakan usaha banyak orang. Sapi bisa membawa kesejahteraan bagi banyak orang.Itu berarti dari sapi NTB membawa kesejahteraan.
Ahli Peternakan Universitas Mataram Prof Yusuf Akhyar Sutaryono mengatakan, dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2013 silam, jumlah sapi di NTB sudah mencapai 700 ribu ekor. Jumlah tersebut membuat NTB menjadi salah satu sumber sapi nasional. Padahal di NTB yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, ditunjang dengan populasi penduduk yang besar jumlah sapi sampai 700 ekor itu cukup besar. Terlebih ada sekitar 200 ribu orang yang bisa masuk dalam gerbong peternakan sapi.
‘’Bicara sapi itu komoditas yang besar dengan nilai ekonomi tinggi,’’ katanya.
Mantan Dekan Fakultas Peternakan Unram ini menjelaskan, jenis sapi yang dikembangkan peternak jenis Sapi Bali. Pola peternakan sudah berjalan cukup bagus, tapi belum dalam skala komersial. Pola peternakan masih tradisional. Para peternak di NTB harus diarahkan untuk menjadi peternak komersial. Berbicara mengenai peternakan komersial, tentu harus memikirkan pakan hingga pemeliharaan sapi.
‘’Ya, bicara mulai tingkat sapi lahir, kematian sapi, dan jumlah indukan,’’ ucapnya.
Yusuf mengatakan, sapi bisa beranak setiap tahun.  Problem di lapangan banyak peternak yang kurang memikirkan soal peningkatan populasi yang besar. Lebih-lebih untuk peternak yang menggunakan pola lepas seperti di Sumbawa. Bila dihitung secara cermat, sapi mengandung selama sembilan bulan. Setiap tahun bisa menghasilkan satu anak sapi. Kenyataan sapi para peternak beranak antara 18-24 bulan, tentu itu waktu yang sangat panjang.
‘’Itu berarti dalam tiga tahun hanya beranak satu atau dua pedet (anak sapi). Semestinya tiga tahun bisa tiga pedet,’’ bebernya.
Bapak 55 tahun ini menjabarkan, campur tangan pemilik sapi supaya setiap tahun bisa beranak cukup penting. Setelah sembilan bulan beranak, sapi betina akan kembali mengalami masa birahi. Dalam interval tiga bulan, peternak harus memperhatikan masa birahi sapi. Pada kurun waktu 40 hari sampai maksimal 60 hari, sapi harus sudah dikawinkan lagi.
‘’Banyak peternak yang mengabaikan masa birahi sapi,’’ terangnya.

Kendala di lapangan, untuk mengawinkan betina yang tengah birahi tentang keberadaan pejantan sapi. Jumlah pejantan di NTB dinilai memang sudah ideal. Namun, tidak semua pemilik mau ‘’meminjamkan’’ pejantan untuk mengawini betina sapi. kebanyakan pemilik sapi pedaging enggan mengizinkan sapi jantan mereka mengawini betina. Sapi pedaging jantan menjadi liar dan kurus bila dikawinkan.
‘’Sapi jantan yang untuk pedaging itu dibiarkan dalam kandang dan diberi makan saja. Karena memang dijual untuk dagingnya,’’ ujarnya.
Ini perlunya ada pemerataan pejantan di kelompok peternak sapi.  Karena kalangan peternak ketika kesulitan mendapat pejantan untuk dikawinkan juga enggan menggunakan insemininasi buatan (IB). Alasannya butuh biaya untuk IB. Setidaknya Rp 50-250 ribu harus dikeluarkan oleh peternak. Kondisinya saat ini pejantan dengan betina sapi di kelompok tidak merata. Ada beberapa kelompok peternak sapi yang memiliki pejantan terbatas.
‘’Menurut saya perlu adanya sapi pemacek. Sapi jantan yang tugasnya khusus mengawini betina birahi,’’ ucapnya.
Dalam peningkatan populasi sapi di NTB, kata Yusuf,  selain kelahiran pedet yang lambat, persoalan lain yang menghadang peningkatan populasi adalah tingginya kematian pedet. Angka kematian pedet sebelum disapih antara 6-8 bulan di NTB cukup tinggi sekitar 15 persen. Lebih tinggi lagi untuk api yang dibiarkan hidup bebas di padang rumput seperti di Pulau Sumbawa, kematian pedet di Pulau Sumbawa bisa sampai 30 persen lebih.
‘’Penyebabnya  pedet rentan mati ini harus bisa diminimalisir,’’ urainya.
Peraih Doktoral dari Monash University, Australia ini menyebutkan, ada beberapa faktor yang membuat kematian pedet cukup tinggi di NTB. Pertama soal asupan nutrisi dari indukan, ada persoalan pakan, apalagi ketika musim kemarau tiba.  Ini terutama terjadi pada sapi-sapi di Pulau Sumbawa.
‘’Indukannya memikirkan makannya sendiri juga repot. Rendahnya nutrisi berpengaruh pada susu yang dihasilkan,’’ bebernya.
Pakan alternatif, tambah Yusuf, harus dipikirkan para peternak. Sehingga dengan pemenuhan pakan yang sesuai, ikut menunjang nutrisi sapi. Dampaknya angka kematian pedet bisa terus ditekan. Selama ini sumber pakan utama masih mengandalkan rumput. Ketika kemarau tiba, rumput ikut mengering karena rumput hanya mengandalkan air permukaan.
‘’Beda ketika sudah mulai diarahkan sumber pakannya dari pepohonan,’’ katanya lagi.


Ditambahkan, kematian pedet yang tinggi juga dipicu sanitasi kandang yang buruk. Beberapa kandang kumpul tidak memperhatikan kebersihan. Lumpur bercampur kotoran yang ada di kandang bisa mencapal lutut sapi. Ini rentan memicu penyakit.
‘’Pedet ini masih sangat rawan pada penyakit. Sanitasi harus dipikirkan betul,’’ ucapnya.
Hal lain yang bisa mendorong peningkatan populasi sapi, peningkatan jumlah indukan sapi. Dikatakan, bila dalam perhitungan jumlah indukan sapi masih berada di kisaran 40 persen, bisa digenjot menjadi 60 persen. Pasalnya, peningkatan indukan ini pun ikut berpengaruh pada jumlah pedet yang dilahirkan.
‘’Indukan harus dijaga terus populasinya. Bila perlu ditambah,’’ kata bapak kelahiran 25 Oktober 1961 ini.
Yusuf yang aktif bertukar informasi dengan pengembangan peternakan di beberapa negara ini menyebut, proses perkawinan incest atau imridging itu juga disebut-sebut ikut berpengaruh pada produktifitas sapi. Kawin sapi antarsaudara ini yang sebenarnya harus mulai dihindari oleh peternak. Banyak sapi jantan yang mengawini induknya, karena kurangnya jumlah pejantan.
‘’Peternak sebenarnya bisa menyiasati dengan pertukaran sapi dengan kelompok lain. Supaya tidak ada kawin saudara,’’ imbuhnya.
Tentu saja, kata Yusuf, berbagai upaya peningkatan populasi sapi di kalangan peternak, tidak bisa hanya menunggu inisiatif peternak. Pemerintah harus ikut campur memberikan edukasi dan pemahaman. Peternak harus mulai berpikir maju untuk mengembangkan peternakan sapi.


Sumber Pakan Tidak Hanya Rumput
  
SAPI yang dikembangbiakkan di NTB merupakan jenis Sapi Bali. Sapi yang doyan memakan berbagai jenis hijau-hijauan. Rumput bukan satu-satunya sumber pakan bagi sapi.
Prof Yusuf Akhyar Sutaryono Phd mengatakan, kebanyakan peternak hanya mengandalkan rerumputan sebagai sumber makanan. Hal ini membuat pusing peternak ketika musim paceklik tiba.
‘’Saat musim panas tiba, rerumputan semuanya kering. Sapi-sapi akhirnya dikatakan kesulitan pakan,’’ katanya.
Pola pemberian pakan sapi, sambungnya, tidak hanya merunduk, menyabit ke depan saja. Pemberian makan sudah harus memikirkan mendongak dengan menyasar pepohonan.
Sapi bisa ‘’diajarkan’’ untuk memakan berbagai leguminosa sepohon seperti pohon lamtoro, turi, dan gamal. Untuk lamtoro serta turi sudah mulai ada peternak yang menjadikannya sebagai sumber makanan.
‘’Gamal yang masih belum. Ini yang harus dikenalkan secara intensif,’’ sambungnya.
Ahli pakan ternak ini menjelaskan, nutrisi yang dihasilkan hijauan pohon lebih tinggi dibanding rumput kering saat paceklik melanda. Kadar berbagai jenis legum sebanding dengan rerumputan basah yang menyumbang antara 13-15 persen protein untuk sapi.
‘’Tinggal bagaimana terus mengedukasi para peternak,’’ imbuhnya.
 Bahkan, lanjut Yusuf, dedaunan dari tanaman Kaliandra yang dikembangkan Dahlan Iskan pun masuk dalam kategori jenis hijauan. Sedikit diberi campuran, daunnya bisa diberikan sebagai pakan sapi.
‘’Itu batangnya untuk dibakar. Daunnya ketika diberi treatment bisa untuk sapi,’’ imbuhnya.

Untuk terus mendorong pakan sapi dari jenis legume, berbeda antara warga di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Perbedaan ini lantaran pola beternak sapi masyarakat di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa berbeda. Masyarakat Lombok menggunakan pola kandang kumpul, sapi-sapi yang ada dicarikan makan. Berbeda dengan masyarakat Sumbawa yang melepas kawanan sapi ke padang gembalaan. Masyarakat Lombok tinggal mulai mencarikan berbagai jenis legume untuk pakan. Sementara masyarakat Sumbawa harus banyak menanam lamtoro, turi, dan gamal di padang gembalaan.
‘’Untuk menanam ini peternak harus didorong pemerintah. Tidak bisa dilepas begitu saja,’’ terang Yusuf.
Selain mengandalkan legum, tambahnya, pakan ternak juga bisa dihasilkan dari jerami. Batang padi yang sudah kering dibiarkan seminggu baru kemudian diberikan pada sapi. Untuk meningkatkan nutrisi pakan dari jerami bisa dicampur dengan lamtoro, turi, dan gamal.
‘’ Kalau hanya jerami saja, nutrisi untuk sapi masih kurang,’’ tambahnya.(*)
   






Tenun NTB yang Menggoda



DERETAN pertokoan di Jalan Energi tepat disamping Kantor Bidy Tour ada outlet bertuliskan rumah tenun. Begitu masuk ke dalam outlet tersebut jajaran pakaian dari kain tenun sudah menyambut. Ada juga meja yang khusus menyediakan kain tenun yang masih dalam bentuk lembaran. Toko ini milik Linda Hamidi Grander. Ibu satu anak ini dengan bersemangat bercerita , ada model senior asal Surabaya yang memborong berbagai karya tenun miliknya. Tenun NTB memang menggoda. Tidak hanya di kancah nasional, tenun asal NTB juga berhasil menggoda pecinta mode mancanegara.
Membeli busana dari kain tenun tidak seperti membeli pakaian biasa. Ada karya yang ikut dibeli oleh konsumen. Sebagai seorang desainer kain tenun, ia mengaku, gampang-gampang susah untuk membuat busana berbahan kain tenun. Tidak seperti kain biasa yang bisa menyesuaikan dengan desain. Membuat busana dari kain tenun, desainer yang harus mengikuti motif pada kain.
''Tidak bisa sembarangan. Selain kainnya terbatas, harganya juga mahal,'' bebernya.

Diceritakan, rumah tenun yang dibuka sejak 2009 silam itu kerap menjadi jujukan orang dari luar daerah yang ingin membeli busana kain tenun. Apresiasi pada busana kain tenun yang diberikan oleh warga lokal sendiri, belum setinggi seperti warga luar daerah. Busana yang dijual dengan kisaran harga Rp 200-700 ribu untuk jenis rok atau Rp 750 ke atas untuk long dress masih dianggap mahal.
''Padahal sebenarnya relatif juga. Busana dari kain tenun ini harga kainnya saja sudah mahal,'' bebernya.
Bagi yang paham akan kain tenun, tentu tahu seperti apa rumitnya membuat kain ini. Tidak seperti kain dari pabrik yang dibuat oleh mesin. Untuk kain tenun, dikerjakan secara manual. Menyusun helai demi helai benang. Prosesnya panjang. Butuh berbulan-bulan menyelesaikan selembar kain tenun.

Linda mengungkapkan, pecinta kain tenun sendiri, bisa menempatkan diri. Busana menggunakan kain tenun, berbeda dengan busana pada umumnya. Biasanya pecinta kain tenun hanya menggunakan kain tenun pada acara-acara penting.
''Kalau sehari-hari jarang pakai kain tenun,'' imbuhnya.
Ditambahkan, ada tujuan utama pentingnya mengenalkan busana kain tenun. Kain tenun sebagai salah satu kearifan lokal yang dihasilkan masyarakat. Tidak seperti kain dari pabrik yang sekali jadi. Geliat kain tenun NTB yang menggoda, patut untuk terus dipertahankan.
''Prosesnya ini mahal dan memiliki nilai seni'' imbuhnya.
Ibu ramah ini bercerita, daerah di NTB memiliki motif tenun masing-masing. Tiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Pilihan Linda jatuh pada tenunan dari Desa Ungga dan Pringgasela, Lombok Timur.

Linda mengaku cukup senang bila ada masyarakat yang datang ke rumah tenun, meski hanya melihat-lihat. Menurutnya, dengan melihat kain tenun lokal masyarakat bisa mengenal karya asli daerah. Masyarakat NTB harus bangga dengan tenun daerah. Saat ini tenun NTB sudah menggoda banyak daerah. Jangan sampai di daerah sendiri, tenun NTB justru tidak mendapat tempat.(*)

Saturday 3 October 2015

Anak Muda Lombok Cinta Keroncong

LANGKA anak muda di era musik bebas gemar dengan bernyanyi keroncong. Musik khas Indonesia ini dianggap kurang gaul. Tapi, itu tidak berlaku untuk Maya Rohmania anak muda asal Lombok-NTB. Mahasiswi ini menorehkan prestasi dari menyanyi keroncong. Ia begitu bangga bisa menjadi penyanyi keroncong.
"Banyak alasan anak muda tidak suka keroncong," katanya.
Musik keroncong, kata Maya, bukan genre yang digemari anak muda. Disebut musiknya bikin ngantuk, musik orang tua, ataupun tidak mengikuti zaman. Seharusnya bangga dengen keroncong. Karenak musik kroncong itu salah satu jenis musik yg bisa di bilang ciri khas Indonesia
"Meski ada beberapa alat musiknya tidak berasal dari Indonesia. Okulele itu alat musik dari Portugis," sambungnya.

Prestasi yang ditorehkan Maya di bidang keroncong diantaranya,
juara III menyanyi keroncong seluruh NTB tahun 2006, pemilihan bintang radio jenis keroncong tahun 2012. Terakhir, tahun lalu  juara V seluruh Indonesia di  pekan seni mahasiswa nasional (Peksiminas). Capaian luar biasa Maya, tidak didapat dengan cara kilat. Selain kecintaan, ia pun harus rajin berlatih.
Diceritakan, awal mengenal keroncong ketika kecil diajak ayahnya latihan keroncong. Kebetulan ayahnya pemain musik keroncong. Maya pun memutuskan belajar  lagu keroncong:
"Susah awalnya harus balapan dengan musiknya," bebernya.
Penghobi renang ini memulai dari sekolah dasar (SD), sudah berkeliling. Dari bernyanyi keroncong di acara-acara, sampai akhirnya tampil di televisi. Ia pun dinobatkan sebagai penyanyi keroncong termuda. Sampai SMA ia masih menjadi penyanyi keroncong termuda. Mulai SMP kerap ikut lomba keroncong.
"Setiap lomba lawannya ibu-ibu," ujarnya tertawa.
Ditambahkan, keistimewaan musik keroncong ada di alat musiknya. Alat musik tradisional dari bass betot, cello, okulele, dan tenor disatukan. Akhirnya membentuk suatu jenis musik yang enak. Lagu keroncong memiliki lirik yang puitis. Menceritakan tentang kekayaan alam, menceritakan tentang keindahan suatu tempat, dan lagu yg mengandung percintaan. Liriknya dikemas sehingga bisa menyentuh.
"Tidak asal-asalan buat liriknya," ucap perempuan 22 tahun ini.

Saat ini, lanjutnya, peminat keroncong semakin bagus. Sudah banyak anak SD mengenal keroncong. Bahkan sudah bisa menyanyikan dengan baik. Lagu Pop, Barat, Mandarin, Jepang, Jazz, dan lagu daerah bisa dinyanyikan dengan musik keroncong. Itu salah satu keistimewaan musik keroncong.
"Semua kalangan bisa ikut," imbuhnya.
Kedepan Maya ingin lebih mengenalkan lagi keroncong di kalangan muda. Dengan begitu, anak muda tidak salah tanggap tentang musik keroncong. Termasuk untuk anak-anak kecil pun harus tahu tentang keroncong.