This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Showing posts with label INSPIRASI. Show all posts
Showing posts with label INSPIRASI. Show all posts

Saturday 8 October 2016

Ilmu Digital Marketing untuk Petani



Usaha harus mikir modal, tempat, dan tenaga kerja. Bila ketiganya, mempersiapkan promosi untuk mengenalkan produk. Pola pikir ini sudah kuno. Modal utama bisnis sekarang adalah kemauan dan tidak gagap teknologi alias gaptek. Simpel dan murah. Generasi milenial menyebutnya bisnis online. 

Saya merasakan bisnis online. Tidak lelah. Cukup dirumah menunggu dering handphone. Pembeli menghubungi via pesan singkat atau telepon. Salah satu aplikasi yang saya coba adalah OLX. Kala itu ada rekan hendak menjual sebidang tanah. Sebelumnya dia sudah mencoba promosi via radio. Hasilnya nihil. 
 
OLX salah satu situs jual beli online
Saya menawarkan jualan lewat OLX.  Dia setuju. Untuk menarik minat pembeli, jual-beli online menyertakan foto. Selanjutnya submit data ke OLX. Mudah. Tinggal memasukkan biodata diri, email, dan nomor handphone. Beberapa menit kemudian masuk kode verifikasi lewat email. Selanjutnya upload foto jualan. Supaya menarik, melengkapi dengan deskripsi produk. Tidak sampai hitungan jam, produk yang saya jual sudah bisa dilihat ribuan orang. Esok hari langsung ada yang menghubungi. Sehari setidaknya ada dua atau tiga orang yang menawar. Untuk memperkuat promosi, iklan di OLX saya share di media sosial.  Hasilnya, tidak sampai dua minggu tanah rekan saya itu terjual. Padahal sebelumnya promosi di radio beberapa minggu, tidak banyak yang menghubungi.

Untuk mengembangkan usaha, tidak rumit dengan bantuan dunia online. Penyebaran informasinya cepat. Supaya daya jelajah produk semakin cepat, perlu bantuan digital marketing. Situs iklan disebar melalui media sosial, mulai twitter, facebook, ataupun Instagram. Dengan kemudahan bisnis online, membuat situs jual beli online membanjir. Tawaran dan pola jualan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Di perkotaan bisnis online bukan barang baru. Beda dengan di desa. Pola perdagangan begitu konvensional. Hasil pertanian dan perkebunan dijual dari mulut ke mulut. Harganya pun tergantung permainan tengkulak. Petani jarang mendapat untung besar. Padahal petani menunggu panen berbulan-bulan. Nasib petani, kalau tidak untung sedikit, ya rugi. 
 
Perkembangan digital marketing begitu pesat. Sasarannya tidak hanya kota, harus sampai desa

Saya berharap pemerintah pusat maupun daerah menggarap serius potensi desa.  Caranya, komoditi pertanian atau perkebunan dijual secara online. Ada startup atau aplikasi yang khusus menjadi wadah jualan petani. Kemudian mendorong marketing digital produk pertanian.
Adanya situs jual beli bagi petani membuat lebih adil. Pembeli bisa langsung negosiasi dengan petani. Selain itu punya banyak pilihan komoditi dari daerah pertanian berbeda. Bagi petani, mereka punya pilihan konsumen. Produk mereka semakin dikenal luas. 


Seandainya situs khusus petani ini tidak terwujud, tetap ada peluang menggerakkan marketing digital di pedesaan. Dimulai dengan memberi pemahaman teknologi. Mendampingi kelompok tani (poktan) cara memakai gadget. Melatih mereka bercengkrama dengan dunia digital. Sampai menebar promosi di dunia digital. Semoga pemerintah pusat memberikan perhatian besar dalam pengembangan digital pedesaan. Bukan hanya soal anggaran (baca: Alokasi Dana Desa). Petani harus diajak melek teknologi.

Dibohongi dengan Ahok



Diskusi soal komentar Ahok dari dunia maya berlanjut ke dunia nyata. Ada yang sudah mulai gontok-gontokan. Teknologi yang bikin Ahok begitu ramai. Masuk generasi milenial, kemajuan teknologi tak terbantahkan. Apalagi ketika dunia selebar telapak tangan. Kurang informasi, anda bisa klik google dan sim salabim semua ketemu. Tingkat akurasi, ada yang rendah, sedang, dan tinggi.Kembali pada kesadaran anda menggali informasi tersebut. Yang tak terbantahkan adalah google menjadi "dewa" penolong kita. Tak usah heran kalau sedikit-sedikit ada yang berkata "buka google supaya jelas,". Jari pun langsung piawai bercengkrama dengan gawai. 




Gawai ini sponsor utama yang bikin google laris. Saya sendiri merasakan pertolongan google. Beragam undang-undang di negeri ini bisa ketemu karena google. Termasuk soal urusan remeh-temeh macam cara menanam bunga yang benar atau urusan mencari alamat. Tanpa disadari, kemampuan google mereduksi daya jelajah otak. Kemampuan argumentasi, menggali data, dan validasi informasi tampak seadanya. Bahkan sajian dari kerumunan pun kita telan bulat-bulat. Kenapa disebut bulat-bulat? Karena kita dengan enak saja copy dan paste. 



Saya tak sedang menyalahkan google. Bukan juga gegara pajaknya diuber-uber pemerintah. Atau bahkan menganggap google ini membuat kita bertikai. Jadi begini, simpel saja analoginya, pernah diminta tolong mengerjakan soal fisika, matematika, atau kimia anak SMP/SMA. Saya pernah. Dan saya tak bisa menjawab. Kemudian mereka menjawab, cek di google. Yes, jawabannya ketemu, begitu kata mereka. Wah, kurang ajar juga nih google, kritik saya dalam hati.



Dari sini masalahnya. Saya kok agak khawatir kalau dari anak-anak semua urusan ditanyakan ke google. Masalah pertama, jadi malas berpikir. Kedua, googlesentris. Ketiga, merasa paling benar. Padahal tak semua sajian google ini bertuan. Tulisan tanpa kutipan sumber yang jelas.



Sampai disini kita belum bahas Ahok. Tuntaskan dahulu google. Pilihannya kemudian menghadapi google apa? Berdamailah dengan google. Dunia digital keniscayaan dilawan. Namun, google bisa membantu menemukan elektronik book (e-book). Lewat buku digital inilah kemudian membagi pemikiran, dengan validitas, argumen, dan sumber yang jelas. Untuk yang masih setia dengan buku monggo. Melawan kerumunan informasi, sajikan tulisan berbobot. Sumber jelas, argumentasi berdasar, dan paling utama kaya akan data. Bukan berarti saya masuk dalam kategori pecinta buku, saya masih belajar. Foto saya hanya pencitraan untuk blog. Hehe



Google ini saya ibaratkan fast food, makanan cepat saji. Mengenyangkan sih, tapi bikin obesitas dan kangker. Sementara google bikin obesitas otak. Isi kepala dibuat seolah-olah gemuk, padahal gemuk penyakit. Gampang tersinggung, sulit adu argumen, atau menganggap paling benar. Gemuk belum tentu sehat. Supaya otak gemuk dan sehat, isi dengan nutrisi berkualitas. Makanannya ya buku. Jangan sampai keburu terkena kangker otak. Suka bersilogisme, membuat premis, dan bermain gramatikal. Padahal absurd.



Enstein itu dalam bukunya baru memakai otak lima persen. Lalu kita pakai otak berapa persen? Hobinya bermunajat dengan google. Bagi yang sudah berumur dan malas membaca, silahkan buka google. Khusus anak muda, upayakan deh membaca! Supaya isi kepala bernutrisi. Jangan ikuti generasi yang mengalami obesitas dan kangker otak.




Google tidak salah. Kita yang salah menggunakan google. Yang salah ketika akal kita dikungkung oleh google. Silahkan cari apapun di google, tapi tetap jadikan akal sebagai imam. Kecuali soal agama, maaf saya tidak rekomendasikan. Urusan agama biar kita berguru tetap pada manusia, supaya jelas sanadnya.





Oya, terakhir tulisan saya belum membahas Ahok. Saya katakan, sesuai dengan judul Dibohongin dengan Ahok. Sudah jelas dari awal saya katakan dibohongin dengan Ahok. Jadi saya tidak sedang membahas Ahok. Tak usah terlalu diseriusi soal dibohongi ini. Kalau anda saja bisa membuat gramatikal soal ayat suci Alquran, anggap saja tulisan ini sampah.

Tuesday 4 October 2016

Jurnalis Berhutang Pada Teknologi Komunikasi


Pernah mengetahui pola kerja dunia media cetak tahun 1990? Saya memang tidak mengalami langsung. Tapi, saat terjun ke dunia jurnalis saya mendapatkan cerita soal cara kerja wartawan media cetak 20 tahun silam. Dari cerita senior wartawan kepada saya saat tahun pertama di tahun 2010 cukup menggambarkan kerja keras menyajikan informasi kepada khalayak. Di tahun 90-an, wartawan yang meliput harus membuat berita dengan tulisan tangan. Kemudian berita itu dibawa ke kantor. Proses selanjutnya dengan cara manual, menata huruf demi huruf. Baru kemudian naik cetak. Sementara untuk wartawan dari luar kota, berita hasil tulisan tangan dititip ke sopir kendaraan umum menuju kota. 

Handphone menjadi penyampai informasi yang cepat
Perjuangan membuat hasil liputan diterbitan lewat koran cukup panjang. Jadi tidak usah heran, kadang berita yang muncul berselang sehari setelah kejadian. Zaman itu memang sudah ada telepon rumah. Namun, tidak semua wilayah di Pulau Lombok memiliki telepon. Informasi peristiwa atau kejadian pun lambat. 
“Pokoknya sekarang sudah enak sekali. Yang penting aktifkan handphone,” kata senior wartawan pada saya kala itu. 
Memang yang disampaikan tidak berlebihan. Saat tahun pertama menjadi wartawan, saya sangat terbantu dengan handphone. Tiap ada peristiwa penting, handphone langsung berdering. Entah itu pesan singkat atau telepon. Ada banyak kejadian yang terbantu dengan adanya teknologi. Beberapa diantara yang saya anggap kritis adalah ketika kebakaran melanda pusat pertokoan di Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram pada 24 Desember 2011. Kebakaran terjadi pukul 23.30 Wita. Begitu ada laporan masyarakat, saya ke lokasi, mengambil gambar, dan wawancara. Deadline berita pukul 00.30 Wita. Waktu sangat terbatas. Beruntunglah adanya kemudahan teknologi dan informasi. Dengan handphone Nokia C6, saya bisa mengirimkan foto dan hasil liputan di lapangan. Tidak itu saja, berkah dari kemudahan teknologi dan informasi itu terasa saat kebakaran asrama mahasiswa di Kota Mataram di pertengahan 2011. Kejadiannya dini hari sekitar 02.30 Wita. Mengetahui kejadian berkat pesan singkat ke handphone. Begitu tiba di lokasi, sudah ada pemadam kebakaran dan polisi. Bagi seorang jurnalis, peristiwa dan gambar kejadian cukup penting. Keberadaan handphone membuat informasi diterima lebih cepat. Masih banyak lagi informasi yang terbantu dengan adanya handphone. Tugas sebagai jurnalis lebih terbantu.  



Informasi dalam Genggaman 

Dunia jurnalis berhutang cukup besar pada dunia teknologi komunikasi. Setelah terbantu handphone dengan telepon dan mengirim pesan singkat, di 2012 muncul yang lebih canggih. Merasakan peran BlackBerry (BB) dan gadget berlayar lebar. BB memang sudah beberapa tahun sebelumnya hadir. Sayang, harganya masih belum terjangkau. Mulai 2012 BB dan gadget menjamur. Informasi di dunia media massa seolah tanpa batas. Apalgi dengan dukungn fitur yang canggih. Ditambah hasil foto lebih berkualitas. Mengetik berita tidak lagi perlu komputer atau laptop. Jika sebelumnya menunggu sore hari baru mulai mengetik, setelah ada BB dan gadget. Pekerjaan lebih taktis.


Dunia digital mulai memegang kendali informasi.
Kemajuan teknologi komunikasi membuat informasi dalam genggaman. Kejadian apapun di daerah bisa langsung update. Lebih keren lagi, isu nasional yang berkaitan dengan daerah langsung tersambung. Smartphone itu bisa dilengkapi fitur berita online. Kesempatan seorang jurnalis untuk memilah informasi dan mencari data semakin terbuka. Perangkat yang canggih tidak bisa dihindari. Smartphone yang bukan lagi barang mewah, membuat gadget mudah dimiliki. Perangkat digital ini pun langsung diakses pada media sosial (medsos) seperti Facebook, Twitter, Instagram dan masih banyak lagi. Bagi saya yang bergelut dengan dunia media massa, jelas menguntungkan. Masyarakat era digital menghabiskan waktu untuk bersosialisasi di medsos. Entah untuk bekerja atau iseng belaka. Sisi positifnya banyak peristiwa dituangkan ke dunia online. Malah beberapa kali masyarakat langsung berinteraksi dengan saya di medsos. Mengabarkan setiap peristiwa, mulai dari human interest, kejahatan, bencana, sampai prestasi manusia yang mengundang informasi. 


Media sosial pun menjadi bagian keseharian masyarakat digital
Tentu saja, semua informasi yang beredar di dunia online tidak bisa ditelan mentah-mentah. Tugas jurnalis mengolah dan memastikan validitas data. Konfirmasi pada nara sumber terkait pun dilakukan. Meski teknologi komunikasi telah maju, masih banyak masyarakat yang belum melek teknologi. Khusus mereka yang menjadi pembaca media cetak, harus diberikan berita terbaik. Tetap saya mengakui, jurnalis berhutang besar pada kemajuan teknologi komunikasi.(*)